ABSTRAK
Bahri, Bangkit Irmanudin. 2018. Pakeliran Ki Manteb Soedharsono Lakon Semar Sang Pamomong (Kajian Struktur Lakon, Struktur Pergelaran, dan Makna Simbolik). Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Pembimbing: (I) Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A. dan (II) Dr. Suharmono Kasiyun, M.Pd.
Kata-kata Kunci: pakeliran, struktur lakon, struktur pergelaran, makna simbolik
Penelitian ini bertujuan mengkaji pakeliran Ki Manteb Soedharsono yang meliputi, (1) struktur lakon wayang kulit lakon Semar Sang Pamomong, (2) struktur pergelaran wayang kulit lakon Semar Sang Pamomong, dan (3) makna simbolik wayang kulit lakon Semar Sang Pamomong. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat teoretik berupa konsep berupa, penguatan struktur lakon yang sudah dikemukakan oleh Amir (1991), Kayam (2001), dan Satoto (2016), penguatan struktur pergelaran wayang kulit seperti yang sudah dikemukakan oleh Sastroamidjojo (1964), Padmosoekotjo (1990), dan Soetarno (2005), serta penguatan makna simbolik pergelaran wayang kulit seperti yang sudah dikemukakan oleh Haryanto (1992), Herusatoto (2005), dan Soetarno (2005). Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktis sebagai berikut, (1) instansi pemerintah bidang pendidikan dan kebudayaan maupun pihak sekolah melaksanakan pendidikan karakter berkearifan lokal dengan pergelaran wayang kulit, (2) peneliti selanjutnya diharapkan bisa meneliti dengan kajian lain, (3) seniman dalang diharapkan mempraktikkan bentuk pakem pedalangan yang sesuai perkembangan zaman dengan bijak, serta (4) masyarakat sebagai penikmat pergelaran wayang kulit hendaknya memiliki pengetahuan mendalam mengenai wayang kulit.
Penelitian ini menggunakan kajian struktur lakon, struktur pergelaran, dan makna simbolik. Struktur lakon adalah hubungan secara sistematik yang bersifat konsep berupa tema, amanat, tokoh, perwatakan, alur, latar, dan cakapan dalam cerita wayang kulit dengan tujuan untuk memberikan tuntunan moral. Struktur pergelaran adalah hubungan secara sistematik yang bersifat tindak pengadeganan berdasarkan gaya pedalangan yang dianut oleh dalang dalam penyajian lakon pergelaran wayang kulit secara utuh dan berurutan dengan tujuan menumbuhkan nilai adi luhung. Makna simbolik adalah pemaknaan konsepsi batiniah yang terkandung dalam penyajian lakon pergelaran wayang kulit yaitu terdiri atas, simbolisme perwatakan, peristiwa, dan pandangan isi.
Berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan, penelitian ini bersifat kualitatif dan pendekatan etnografis realis untuk menemukan dan menganalisis bentuk pakeliran Ki Manteb Soedharsono melalui kajian struktur lakon, struktur pergelaran, dan makna simbolik. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa pergelaran wayang kulit dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-71 Provinsi Jawa Timur dipentaskan oleh Ki Manteb Soedharsono dengan lakon Semar Sang Pamomong bertempat di Gedung Gubernur Jalan Pahlawan Nomor 110 Surabaya. Penerapan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yang berkesinambungan, yaitu (1) tahap pralapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data.
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa, (1) Ki Manteb Soedharsono menyusun lakon Semar Sang Pamomong dengan mengaitkan antara alur cerita Ramayana dan Mahabarata maupun lakon Semar Boyong dan Rama Nitis yang tercipta dari konflik memboyong Semar, (2) Ki Manteb Soedharsono menyajikan pergelaran wayang kulit lakon Semar Sang Pamomong menggunakan pengadeganan yang keluar dari dikotomi pakeliran klasik, karena menekankan aspek dramatisasi pada drama modern yang didukung dengan teknik sabet, pencahayaan blencong, dan musikalisasi sesuai keadaan di dunia nyata, dan (3) Ki Manteb Soedharsono menyajikan pergelaran wayang kulit lakon Semar Sang Pamomong yang memuat aspek simbolisme perwatakan Semar untuk memvisualisasikan peran Dr. Soekarwo, S.H., M.Hum. dan Drs. Saifullah Yusuf dalam memerintah Provinsi Jawa Timur, peristiwa memboyong Semar sebagai semangat membangun Provinsi Jawa Timur, dan pandangan isi sebagai bekal ideologi atau pandangan hidup membangun Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pakeliran Ki Manteb Soedharsono memunyai keutamaan berupa penyajian struktur lakon yang terpadu berdasarkan konflik, struktur pergelaran wayang kulit yang mengutamakan dramatisasi modern, serta kandungan makna simbolik melalui perwatakan, peristiwa, dan pandangan isi.
ABSTRACT
Bahri, Bangkit Irmanudin. 2018. Pakeliran Ki Manteb Soedharsono Semar Sang Pamomong Play (Study of The Play Structure, Performing Structure, and Symbolic Meanings). Thesis. Language and Literature Education Study Program. Postgraduate Program of Surabaya State University. Advisor: (I) Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A. and (II) Dr. Suharmono Kasiyun, M.Pd.
Key Words: pakeliran, play structure, performance structure, symbolic meaning
This study aims to examine Ki Manteb Soedharsono's performances which include, (1) the structure of wayang kulit plays by Semar Sang Pamomong, (2) the structure of wayang kulit performances by Semar Sang Pamomong, and (3) the symbolic meaning of wayang kulit Semar Sang Pamomong play. This research was conducted in order to providing theoretical benefits in the form of concepts in the form of structure reinforcement of plays that have been put forward by Amir (1991), Kayam (2001), and Satoto (2016), strengthening the structure of wayang kulit performances as suggested by Sastroamidjojo (1964), Padmosoekotjo (1990), and Soetarno (2005), as well as strengthening the symbolic meaning of wayang kulit performances as already stated by Haryanto (1992), Herusatoto (2005), and Soetarno (2005). This research is expected to be practically useful as follows: (1) government agencies in the field of education and culture and schools carry out character education with local wisdom with wayang kulit performances, (2) further researchers are expected to be able to elaborate with other studies, (3) mastermind artists are expected to practice form of wisdom of puppetry in accordance with the times in wise way, and (4) the community as lovers of the wayang kulit performance should have a deep knowledge of wayang kulit.
This study uses as the theoritical frame works the play structure, performance structure, and symbolic meaning. The structure of the play is a systematic relationship that is conceptual in the form of themes, mandates, characteristics, character, plot, setting, and skills in wayang kulit stories in order to provide moral guidance. The performance structure systematically relates to an act of adherence based on the style of puppetry adopted by the dalang in the presentation of the whole and sequential wayang kulit play with the aim of fostering superficial values. The symbolic meaning is the meaning of the inner conception contained in the presentation of the wayang kulit performance play, which consists of symbolism, events, and content view.
Based on the formulation of the problem presented, this research is qualitative and an ethnographic realist approach is employed to find and analyze the forms of Ki Manteb Soedharsono's elaboration through the study of play structures, performance structures, and symbolic meanings. This study uses data sources in the form of wayang kulit performances to commemorate the 71st anniversary of East Java Province staged by Ki Manteb Soedharsono with the play Semar Sang Pamomong located at Governor Street Pahlawan Building Number 110 Surabaya. The application of this research is divided into three continuous stages, namely (1) pre-stage stage, (2) stage of field work, and (3) data analysis phase.
This research shows that, (1) Ki Manteb Soedharsono composes Semar Sang Pamomong's play by linking the story line of Ramayana and Mahabarata and the play of Semar Boyong and Rama Nitis created from the conflict of bringing Semar, (2) Ki Manteb Soedharsono presents the performance of wayang kulit Semar Sang Pamomong play by using the advocacy that comes out of the classical performance dichotomy, because it emphasizes the dramatization aspect of modern drama which is supported by sabet, blencong lighting, and musicalization techniques according to the real-world conditions, and (3) Ki Manteb Soedharsono presents the Semar Sang play wayang kulit show Pamomong which contains aspects of symbolism of Semar's officers to visualize the role of Dr. Soekarwo, S.H., M.Hum. and Drs. Saifullah Yusuf in governing East Java Province, the event of bringing Semar as a spirit of building the East Java Province, and the content view as a provision for ideology or a view of life to build the East Java Province.
Based on the results of these studies, it can be concluded that Ki Manteb Soedharsono's performance has the virtue of presenting an integrated play structure based on conflict, the structure of wayang kulit performances that prioritizes modern dramatization, and the content of symbolic meanings through characterization, events, and content views.