Hubungan antara Religiusitas dengan Problem Focused Coping pada Remaja yang Mengalami Broken Home
The Relationship Between Religiosity and Problem-Focused Coping in Adolescents Experiencing Broken Homes
Masa remaja merupakan masa peralihan perubahan baik dari fisik hingga mental. Broken home memberikan dampak pada remaja yang dapat mempengaruhi kondisi mental remaja. problem focused coping yang digunakan dalam mengatasi stress dan permasalahan dalam situasi yang dialami oleh remaja, strategi coping stress yang digunakan melibatkan pendekatan dengan tuhan.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat adanya hubungan antara religiusitas dengan problem focused coping pada remaja yang mengalami broken home. Pada metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Insturmen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala religiusitas dari Glock & Stark dan skala Brief COPE dari Carver. Pada penelitian ini mengambil sampel berjumlah 127 remaja berusia 18-21 tahun yang mengalami broken home dan menggunakan teknik purposive sampling. Pengolahan data menggunakan JASP (Jeffrey’s Amazing Statistics Program) dengan nilai koefesien korelasi sebesar 0.600 dengan p sebesar <00.1 (p<0,5) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara religiusitas dengan problem focused coping pada remaja yang mengalami broken home, dengan nilai korelasi positif, bermakna semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin tinggi pula problem focused coping, begitu pun sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin rendah problem focused coping pada remaja yang mengalami broken home.
Adolescence is a transitional period involving changes both physically and mentally. A broken home can impact teenagers, affecting their mental condition. Problem-focused coping is used to handle stress and issues faced by Adolescence, involving an approach that includes faith in God. The aim of this research is to determine whether there is a relationship between religiosity and problem-focused coping in Adolescence experiencing a broken home. This research employs a quantitative method. The instruments used in this study include the religiosity scale from Glock & Stark and the Brief COPE scale from Carver. The sample for this study consists of 127 Adolescence aged 18-21 years who have experienced a broken home, selected through purposive sampling. Data processing was done using JASP (Jeffrey’s Amazing Statistics Program), showing a correlation coefficient of 0.600 with a p-value of <0.001 (p<0.05). It can be concluded that there is a positive and significant relationship between religiosity and problem-focused coping in Adolescence experiencing a broken home, with a positive correlation value indicating that the higher the level of religiosity, the higher the problem-focused coping, and vice versa the lower the level of religiosity, the lower the problem-focused coping in Adolescence experiencing a broken home.