Perkembangan global saat ini mau tidak mau harus diikuti oleh setiap orang di dunia. Globalisasi juga menjadikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi sehingga orang dapat saling menjangkau tempat dengan jarak yang berjauhan dalam waktu yang sama. Sekarang orang dengan mudah pergi/pindah ke satu negara ke negara lain. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang menerima orang asing untuk bekerja di wilayah nusantara yang disebut Tenaga Kerja Asing (TKA). Perusahaan yang mempekerjakan TKA membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). RPTKA diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dan Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 Tentang Tenaga Kerja Asing (Perpres TKA). Dari kedua aturan tersebut terdapat norma yang berbeda, sehingga bagaimana pengecualian RPTKA dalam Perpres TKA menurut Peraturan Perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan apa akibat hukum yang akan terjadi dalam konflik norma tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis pengecualian kewajiban memiliki RPTKA bagi pemberi tenaga kerja asing yang merupakan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris dibenarkan menurut Peraturan Perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan dan Menganalisis akibat hukum dari pengecualian kewajiban memiliki RPTKA bagi pemberi kerja tenaga kerja asing yang merupakan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris oleh Perpres TKA dalam hal tidak dibenarkan menurut Peraturan Perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan.
Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara studi pustaka terhadap bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder. Teknik analisa penelitian ini menggunakan analisa preskriptif.
Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa Perpres TKA tidak seharusnya menambahi unsur yang tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan karena menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan bahwa materi muatan Peraturan Presiden ialah berisikan materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang. dengan penjelasan tersebut maka Perpres seharusnya mengikuti norma yang ada pada Undang-Undang. Akibat hukum dari penambahan unsur yang ada di Perpres TKA dapat menimbulkan lenyapnya suatu keadaan hukum maksudnya adalah bahwa Pasal 10 ayat (1) Perpres TKA dapat dinyatakan tidak dapat berlaku karena dalam Pasal 43 ayat (1) UU Ketenagakerjaan tidak memerintahkan aturan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur dengan suatu Perpres, melainkan seharusnya diatur dengan Keputusan Menteri. Upaya hukum yang dapat ditempuh dari konflik norma antara UU Ketenagakerjaan dengan Perpres TKA dapat diajukan kepada Mahkamah Agung untuk dilakukan uji materi. Dengan terjadinya konflik norma ini seharusnya Presiden dalam membuat aturan lebih teliti terkait dengan pendelegasian aturan pada suatu Pasal yang ada pada aturan tertentu.
The current global developments must inevitably be followed by everyone in the world. Globalization also makes the progress of science and technology, especially communication technology so that people can reach each other with distance apart at the same time. Now people can easily go / move to one country to another. Indonesia is one of the countries in the world that accepts foreigners to work in the archipelago called Foreign Workers (TKA). Companies that employ foreign workers need a Foreign Workers Using Plan (RPTKA). The RPTKA is regulated in Law Number 13 of 2003 about Labour (Law of Labour) and Presidential Regulation Number 20 of 2018 about Foreign Workers (Perpres TKA). From the two rules, there are different norms, so how are the exceptions to the RPTKA in the Presidential Regulation about TKA according to the regulation of labor and what are the legal consequences that will occur in the conflict of norms. The purpose of this study is to analyze the exemption of the obligation to have an RPTKA for foreign labour who are shareholders, directors, and board of commissioners is justified according to regulation of Labor and to analyze the legal consequences of the exclusion of the obligation to have an RPTKA for foreign workers who are foreign workers shareholder, director, and board of commissioners by the Presidential Regulation on Foreign Workers in the event that it is not justified according to the laws and regulations of Laboru.
The research method used is normative legal research, with a statute approach, and conceptual approach. The materials used are primary, secondary and non-legal legal materials. The technique of collecting legal materials by means of literature study of primary legal materials with secondary legal materials. This research analysis technique uses prescriptive analysis.
The research results obtained are that the Regulation of Foreign Workers should not add elements that are not regulated in the Labour Law because according to Law Number 12 Year 2011 about the Formation of Legislation Regulations explains that the material contained in the Presidential Regulation is containing the material ordered by the Act. By this explanation, the Perpres should follow the norms contained in the Law. The legal consequences of the addition of elements in the TKA Perpres can lead to the disappearance of a legal condition the intention is that Article 10 paragraph (1) of the Perpres TKA can be declared invalid because in Article 43 paragraph (1) of the Labour Law doesn’t mandate further rules regarding the matter regulated by a Presidential Regulation, but should be regulated by a Ministerial Decree. Legal remedies that can be taken from norm conflicts between the Manpower Act and the TKA Perpres can be submitted to the Supreme Court for a material test. With this conflict of norms, the President should have made the rules more closely related to the delegation of rules to an Article that exists in certain rules.