Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XX/2022 Dalam Menolak Uji Formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara

Juridical Analysis of the Constitutional Court Decision Number 34 / PUU-XX / 2022 in Rejecting the Formality Test of Law Number 3 of 2022 Concerning the National Capital City

Pemindahan Ibu Kota Negara yang semula berada di DKI Jakarta menjadi ke Kalimantan Timur mengundang banyak perbincangan. Kajian yang dilakukan yang menyimpulkan urgensi dan alasan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur ini menjadi tujuan yang kuat dalam perumusan dan pembuatan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Namun dalam tenggat waktu 42 hari saja semenjak pertama kali dibahas, RUU IKN telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). UU IKN ini pun akhirnya mengundang permasalahan dari segi formil maupun materil yang pada ujungnya menimbulkan permohonan judicial review UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK) salah satunya permohonan perkara Nomor 34/PUU-XX/2022. Para pemohon mendalilkan bahwa dalam segi formilnya yakni pembuatan RUU IKN dilaksanakan sangat cepat dengan metode fast track legislation (FTL) sehingga dinilai menjauhkan dari partisipasi masyarakat yang menyebabkan kurangnya pemenuhan asas keterbukaan. Selain itu dalam prosesnya terdapat beberapa pendapat ahli yang kurang dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Pada amar putusannya Hakim MK menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya dikarenakan tidak beralasan menurut hukum akan tetapi penulis memiliki pandangan sendiri terhadap putusan Hakim MK yang menolak tersebut. Tujuan penelitian kali ini adalah untuk Menganalisis pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam menolak permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara dan menganalisis akibat hukumnya. Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan studi kasus sedangkan untuk pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder menggunakan studi kepustakaan dan teknik analisis preskriptif. Hasil dan pembahasan yang didapat adalah ditemukan bahwa kurangnya publisitas dalam penyebarluasan RUU IKN dan masih belum ditemukannya tolak ukur atau parameter meaningful participation sehingga menimbulkan inkosistensi putusan Hakim MK antara judicial review UU Cipta Kerja dan UU IKN. Konsep FTL yang masih belum ada dasar hukumnya juga menjadi permasalahan dengan ditambah tidak selarasnya peraturan mengenai keberlakuan Ibu Kota Negara yang sekarang dengan yang sebelumnya. Alhasil akibatnya putusan ini akan mengikat secara publik dan dengan masih ditemukannya masalah, kepastian hukum masih belum terjamin.

The relocation of the National Capital City, which was originally located in DKI Jakarta, to East Kalimantan has invited a lot of discussion. The studies conducted that concluded the urgency and reasons for moving the National Capital to East Kalimantan became a strong goal in the formulation and drafting of the National Capital City Bill (RUU IKN). However, in just 42 days since it was first discussed, the RUU IKN has been passed into Law Number 3 of 2022 concerning the National Capital (UU IKN). The UU IKN eventually invited problems in terms of formal and material, which in turn led to a judicial review of the UU IKN to the Constitutional Court (MK), one of which was case number 34/PUU-XX/2022. The petitioners argued that in the formal aspect, namely the making of the RUU IKN was carried out very quickly with the fast track legislation (FTL) method so that it was considered to keep away from public participation which caused a lack of fulfillment of the principle of openness. In addition, in the process there are several expert opinions that are not considered (right to be considered); and get an explanation or answer to the opinion given (right to be explained). In his ruling, the Constitutional Court Judge rejected the Petitioners' petition in its entirety because it was not well-founded according to the law, but the author has his own views on the decision of the Constitutional Court Judge who rejected it. The purpose of this research is to analyze the considerations of the Constitutional Court judges in rejecting the formal test of Law Number 3 of 2022 concerning the National Capital and analyzing the legal consequences. The type of research is normative legal research with statutory, conceptual, and case study approaches while for the collection of primary and secondary legal materials using literature studies and prescriptive analysis techniques. The results and discussion obtained are that it was found that there was a lack of publicity in the dissemination of the RUU IKN and there was still no benchmark or parameter for meaningful participation, which resulted in the inconsistency of the Constitutional Court Judge's decision between the judicial review of the Job Creation Law and the IKN Law. The concept of FTL, which still has no legal basis, is also a problem with the addition of inconsistent regulations regarding the applicability of the current State Capital with the previous one. As a result, this decision will be publicly binding and with the problems still found, legal certainty is still not guaranteed.