Will to Choose in Paulo Coelho's The Alchemist and The Zahir
Abstrak
Kata Kunci: Existentialism, will to Choose, three spheres of existence: aesthetic,ethic, religious, hero
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan Will to Choose (Kehendak untuk terus memilih) yang dilakukan oleh dua tokoh utama dalam novel The Alchemist dan The Zahir karya Paulo Coelho mampu menggaplikasikan ide Kierkegaard dalam bereksistensi secara otentik dalam tiga wilayah kehidupan (three stages way of life) sebagai strategi hidup di dalam sebuah social yang berekonomi secara rasional. perkembangan ilmu dan teknologi secara signifikan telah membantu berbagai macam persoalan yang dialami atau dihadapi manusia dalam kehidupan, maka rasional dianggap lebih logis dan empiris. tetapi pemikiran yang linier cenderung menjadi rutin dan membosankan karena mereduksi bagian irasional kebenaran manusia yaitu rasa dan batin . Manusia hidup tidak hanya dari akal tetapi juga dari kekuatan batin, kepercayaannya, manusia diperlakukan seperti benda/obyek dan bukan subyek penghasil keputusan dan kebenaran atas hidupnya. Kebenaran umum membuat hidup manusia tidak otentik sebagai individual. Untuk itu menurut Kierkegaard manusia harus menunjukkan eksistensi otentiknya di dalam dunia dan menjadikan sebagai tugas dari sang pencipta. Bereksistensi artinya bukan hanya ‘apa’ tapi ‘itu’ yang artinya menuntut sebuah tindakan nyata dari mengenal otentias dirinya dan mewujudkannya dalam melakukan kewajiban hidup sehari-sehari, baik estetis, etis, dan relijiusnya, dengan penuh tanggung jawab dan gairah untuk terus mengembangkannya dalam perannya didunia. Memang bukan tugas yang mudah hanya seorang pahlawan spiritual yang akan mampu melakukannya untuk keluar dari kondisi alam dan budaya kerumunannya.
Hasil penelitian menemukan bahwa tokoh Santiago di novel The Alchemist dan The Man di novel The Zahir mampu menyelesaikan tugas eksistensi otentik mereka dan mencapai tahap relijius dengan dengan mengembangkan will to choose (kehendak untuk memilih) menjadi Will to Choosing (kehendak terus memilih) dimana mereka tidak hanya berhenti pada satu pilihan tetapi terus mengembangkan potensi mereka menjadi pribadi yang lebih baik di dalam mengatasi kemiskinan dan hidup di social yang berekonomi secara rasional. Mereka berubah menjadi pribadi yang mengasihi, patuh, jujur, sabar, dapat dipercaya, rendah hati, disiplin, kreatif, dan setia dan mampu memenuhi kewajiban estetis, etis, dan relijiusnya.
Santiago in The Alchemist dengan sifat alamnya yang intuitif dan introvert dapat memenuhi jati dirinya sebagai traveller (pecinta perjalanan) dengan hidup sebagai shepherd (penggembala) dan terus mengembangkan potensinya menjadi pengusaha, konselor, alkemis, serta mampu menemukan Fatima, cintanya. Sementara, The Man in The Zahir mampu menemukan kembali jati dirinya yang otentik setelah mengalami kekecewaan dan pengalaman hidup yang buruk, sehingga membuat hidupnya hanyut dalam kebenaran kerumunannya. Tenyata dia adalah orang yang intuitif dan ekstrovert dan mampu mencintai dan setia. Dia berubah menjadi lebih spiritual dengan mampu mengampuni semua orang dirinya, orang tuanya, Mikhael musuhnya, Esther istrinya, and God, dan semua yang terjadi dalam hidupnya sebagai takdir. Sebelum maut menjemput, di usia senjanya dia terus mengembangkan potensinya dari menjadi suami menuju ayah bagi bayinya dan menjadi penulis sejati seperti yang dicita-citakannya dengan karya yang menyebarkan kasih kepada dunia.
Abstract
Key Terms: Existentialism, will to Choose, three spheres of existence:
aesthetic, ethic, religious, hero
This study is aimed to find out that will to choose done by the protagonists in Paulo Coelho’s The Alchemist and The Zahir are able to apply Kierkegaard’s stages of life as a strategy to live authentic in a rational social society. The developments of science and technology have proved more significance in solving human problems in many ways so rational life is considered useful and empiric. But the linear thinking tends to make more routine and not exciting because it reduces the irrational parts of realities man has such as emotion, feeling, faith and treat man as an object not a subject who could decide his/her own ways. The danger of truth of the crowd is unavoidable since man will persuade and convince his own truth. The competition of truths will mislead man who is actually capable of being an individual. This facts was predicted by Kierkegaard in modern people as he also had the effects of the rational of Hegel at his time. Therefore, Kierkegaard thought that to be authentic is important to be happy. To exist is not ‘whatness’ but ‘thatness’, and live out his authenticity. He has to struggle over his nature and crowd and know his self. Being authentic is reached by striving, choosing, deciding, and committing through the stages of life existence: aesthetic, ethic, and religious. It is not easy one but it is the personal task since the standard of his truth now is The Absolute, not man or object. Only a spiritual hero could do it, since it happens in the psyche.
Having applied narrative structure of Joseph Campbell’s Monomyth to describe the dynamic psyche of the journey, and Kierkegaard’s existentialism, the study found out that the protagonists’ wills to choose improved into will to choosing over their poverties and rational economic social, and could accomplish the struggle of the tasks of existing their authenticities and psychologically transformed into better persons with virtues of love, obedience, honesty, trustworthy, patience, humble, hard worker, creative, discipline, compassion, justice, and faithful and were able to fulfill their aesthetic, ethic, and religious duties. Santiago in The Alchemist could satisfy his aesthetic life of food and drink, career, and love while doing his ethic duties as being a shepherd, a businessman, a counselor, alchemist and his religious duties as faithful individual who imaged God’s will who makes him possible to have more potentials in him before death coming to him. While The Man in The Zahir was able to satisfy his pleasure of loving unconditionally by forgiving his past trauma, parents, himself, Mikhael, Esther, and God. He receives all given to him as his destiny to live on before death, while living out his ethic and religious by writing his spiritual love to share to the world in his literary works.