ABSTRUSENESS OF INDONESIAN OVERSEAS MAN-POWERS' CONTRACT OF EMPLOYMENT AND AGREEMENT: A FORENSIC LINGUISTIC ANALYSIS
ABSTRUSE DRAFTING OF LEGAL TEXT: A FORENSIC LINGUISTIC ANALYSIS
Abstrak
Bahasa hukum yang digunakan dalam berbagai Bahasa seperti bahasa inggris seringkali dikatakan sangat kompleks dan rumit. Ciri-ciri semacam ini telah menyebabkan berbagai dokumen hukum menjadi sangat sulit untuk dipahami. Kesulitan ini disebabkan oleh kekaburan leksikal dan keruwetan struktur kalimat. Untuk membutikan kebenaran premis ini, penelitian ini terdorong untuk menganalisa tingkat kesulitan dari perjanjian perekrutan yang digunakan oleh agen-agen tenaga kerja Indonesia dan asing serta dari kontrak tenaga kerja yang digunakan oleh tenaga kerja Indonesia diluar negeri. Kedua dokumen hukum ini dipilih karena dianggap berpotensi sangat sulit untuk dipahami. Asumsi ini didasari oleh banyaknya permasalahan hukum yang dihadapi oleh tenaga kerja Indonsia diluar negeri.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menginvestigasi seberapa jelas, tepat, dan tidak ambigunya draf dari perjanjian kerja antara agen tenaga kerja Indonesia dan asing (Taiwan, Singapura, dan Hong Kong) dan juga draf kontrak kerja yang digunakan oleh tenaga kerja Indonesia yang berkerja diluar negeri (Australia, Polandia, Qatar, Hong Kong dan Malaysia; (2) menginvestigasi seberapa dapat dimengerti dan transparannya kedua jenis dokumen hukum tersebut.
Untuk mewujudkantujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang diinvestigasi dalam penelitian ini bersumber dari dokumen hukum berupa perjanjian perekrutan dan kontrak kerja. Dokumen-dokumen hukum tersebut dikumpulkan dengan cara meng-copy hard dan soft file yang ada di kantor BNP2TKI di Jakarta, BP3TKI di Mataram, serta di beberapa kantor PJTKI yang ada di Mataram Lombok.
Temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa baik draf dari ketiga perjanjian rekrutmen yang digunakan oleh agen tenaga kerja Indonesia dan asing maupun draf dari kelima kontrak kerja yag digunakan oleh para tenaga kerja Indonesia diluar negeri dikatagorikan tidak jelas, tidak tepat, tapi tidak ambigu. Ketidakjelasannya disebabkan oleh penggunaan istilah-istilah yang dikatagorikan “terminological explanation” dan “complex prepositional phrase” yang tidak mencapai 25%. Ketidaktepatan juga disebabkan oleh penggunaan “nominalization” yang tidak mencapai 25%. Sedangkan ketidakambiguan disebabkan oleh penggunaan “Qualification Insertion” yang melampaui angka diatas 50%. Disamping itu, ada juga beberapa faktor gramatika yang berkontribusi terhadap ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan ketidak aambiguan dari dari kedua dokumen ini. Oleh karena itu, kedua jenis dokumen ini dapat diatagorikan transparan tapi sulit dipahami karena disusun dengan kalimat-kalimat yang Panjang (kompleks) yang mencapai angka diatas 50%. Berdasarkan temuan-temuan dari penelitian ini, direkomendasikan bahwa sebuah kontrak kerja yang ideal sebaiknya tidak disusun dengan menggabungkan unsur-unsur yang bertentangan antar satu dengan lainnya.
Kata Kunci: Bahasa Hukum, Kesulitan dimengerti, Kekaburan leksikal, Keruwetan struktur kalimat, Ketidakjelasan, Ketidaktepatan, Ketidakambiguan, Transparan, Sulit difahami
Abstract
Legal language used in various languages including English is frequently labelled complex, complicated, intricate, and knotty. Such language features have caused that any legal documents to be abstruse. The abstruseness is caused by lexical obscurity and syntactic anfractuosity. To prove the truth of this premise, this study is motivated to analyze the abstruseness of recruitment agreement used by Indonesian and foreign employment agencies and that of contract of employment used by Indonesian overseas man-powers. These two types of legal documents were chosen since they are deemed to be very potentially abstruse. This assumption is based on many legal problems faced by Indonesian overseas man-powers in some foreign countries.
The study is aimed at (1) investigating how clear, precise, and unambiguous the legal drafting of Taiwanese, Singapore, and Hong Kong recruitment agreements used by Indonesian and foreign employment agencies and that of Australian, Polish, Qatari, Hong Kong, and Malaysian contracts of employment used by Indonesian overseas man-powers are and (2) investigating how accessible and transparent the recruitment agreement of employment and the contract of employment used by both Indonesian and foreign employment agencies and Indonesian overseas man-powers are.
To achieve the objectives, both quantitative and qualitative methods were employed. The data investigated were forensic linguistics data sourcing from the intended legal documents (i.e. recruitment agreements and contracts of employment). The legal documents were collected by copying hard and soft files existing in the office of the National Board for Indonesian overseas man-powers’ Placement and Protection (BNP2TKI) in Jakarta, and in that of the Provincial Board of Service, Placement, and Protection of Indonesian Man-Powers (BP3TKI) in Mataram, as well as in the offices of employment agencies operating in Mataram, Lombok.
Finally, the findings show that either the legal drafting of the three (3) recruitment agreements used by Indonesian and foreign employment agencies or that of the five (5) contracts of employment used by Indonesian overseas man-powers are labelled unclear, imprecise, but unambiguous. The unclarity is caused by the use of terminological explanation and that of complex prepositional phrase not reaching 25%. The imprecision is ascertained by the use of nominalization under 25% while the unambiguity is caused by the high uses of qualification insertion occupying over 50%. In addition, there are also some grammatical factors contributing to their unclarity, imprecision, and unambiguity. As the result, both the recruitment agreements and the contracts of employments are transparent, but inaccessible since they are composed by more than 50% of multiple (lengthy) sentences. Therefore, the findings recommend that an ideal recruitment agreement or contract of employment not be drafted by combining conflicting elements..
Key words: Legal language, Abstruseness, Lexical Obscurity, Syntactic Anfractuosity, Unclarity, Imprecision, Unambiguity, Transparent, Inaccessible