PENGGUNAAN KODE UN/MARKED UNTUK MENUNJUKKAN KESANTUNAN DIANTARA PELANGGAN MULTIBAHASA
THE USE OF UN/MARKED CODE TO SHOW POLITENESS AMONG MULTILINGUAL CUSTOMERS
Kegunaan kode marked dan unmarked dalam mengekspresikan ketidakpuasan telah menjadi kasus khas di era multilingual, terutama pelanggan Indonesia multibahasa yang menunjukkan berbagai cara untuk mengutarakan ketidakpuasan. Penelitian ini menggunakan teori strategi kesopanan, prinsip kesopanan, dan tiga tipe perilaku keluhan. Teori-teori ini belum pernah digunakan pada pelanggan restoran sebagai subjek, dan keterkaitan multibahasa yang bertujuan untuk membahas kesopanan pada keluhan marked dan unmarked di Bahasa Indonesia dan Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana pelanggan menyampaikan keluhan mereka dengan menggunakan kode tertentu yang menunjukkan kesopanan atau tidak, mencari alasan dasar dengan memilih kode tertentu, dan mengelompokkan keluhan berdasarkan pada tiga tipe perilaku keluhan. Data diambil dari pengamatan di sebuah restoran Jepang dalam bentuk percakapan, entah itu memasukkan pelayan dalam percakapan mereka atau tidak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Hasil menunjukkan bahwa keluhan unmarked dan adalah perilaku mengutarakan sesuatu yang bertujuan untuk mendapat tanggapan dan keluhan marked adakah perilaku tidak mengutarakan yang bertujuan untuk mengeluarkan pelayan dari percakapan. Keluhan unmarked dan marked menggunakan alasan tertentu sebagai kegunaan yang tidak mengenakan (impositive) dan penegasan (assertive), tetapi prinsip politeness di sini digunakan untuk mengurangi kemungkinan menyakiti dengan menggunakan kalimat tanya dan kode marked. Kode unmarked adalah perilaku tanggapan bersuara untuk mendapatkan tanggapan balik dari pihak restoran. Penelitian ini juga menemukan bahwa pelanggan multi bahasa yang lebih muda cenderung menggunakan tanggapan pribadi, sedangkan pelanggan lebih tua cenderung menggunakan tanggapan bersuara.
The use of marked and unmarked code in expressing dissatisfaction has become a typical case in this multilingual era, primarily Indonesian multilingual customers which show a variety of ways to convey dissatisfaction. This study applies the theory of politeness strategy, politeness principles, and three types of complaining responses. These theories have not been applied to the restaurant’s customer as the subject, and the interrelation of multilingualism purposed to examine the politeness in marked and unmarked complaints in Indonesian and English. It attempts to show how customers express their complaints by using specific codes implying im/politeness, find the underlying reasons by choosing certain codes, and categorizing the complaints based on three types of complaining responses. The data is taken from observation in a Japanese restaurant in form of conversation, whether it includes the waitress in their conversation or not in Indonesian and English. The results show that the unmarked complaints are say something action it attempts to get a response and the marked complaints are say-nothing action to exclude the waitress. The unmarked and marked complaints apply underlying reasons as assertive and impositive uses, but the politeness principle here is used to decrease the impositive by using interrogative sentences and marked code. The unmarked code is an action of voice response to get a response from the restaurant parties. It also found that the younger multilingual customers tend to use a private response, whereas the adult customers use a voice response.