Musik Jaranan Turangga Yaksa di Desa Dhongko Kabupaten Trenggalek (Kajian Etnomusikologi)
Jaranan Turangga Yaksa Music in Dhongko Village, Trenggalek Regency (Ethnomusicological Study)
Jaranan Turangga Yaksa merupakan kesenian asli dari Desa Dhongko Kabupaten Trenggalek. Turangga Yaksa merupakan kuda berkepala buto/ raksasa dan ditunggangi oleh kesatria gagah yang dapat mengendalikan amarah, syaitonah, lauamah, dan serakah. Kesenian ini merupakan hasil kreasi dari upacara Baritan (bar ngarit tanduran) dimana masyarakat setempat biasa menggelar pesta tayub yang bertujuan sebagai ucapan rasa syukur atas hasil panen yang diberikan. Pada penelitian ini, Jaranan Turangga Yaksa dikaji secara Etnomusikologi dengan melakukan beberapa pendekatan yaitu Mendeskripsikan secara notasi, aspek musikal, organologi dan fungsi yang terdapat pada instrument musik Jaranan Turangga Yaksa. Penelitian dilakukan di Desa Dhongko, Kabupaten Trenggalek.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai beberapa narasumber diantaranya Mbah Mu’an (Pencipta musik Jaranan Turangga Yaksa), ketua Organisasi Sanggar Purwo Budaya, pesinden, penari, dan juga pengrawit. Mengamati perkembangan iringan musik, dan juga melakukan FGD Forum Group Duscussion guna memperdalam informasi dan data agar lebih valid. Pendiskripsian Notasi yang digunakan penulis diantaranya menggunakan notasi angka pada instrument balungan dan juga vokal. Penggunaan istilah plak, dlang, dhe sebagai penulisan notasi alat perkusi seperti kendang. penulisan notasi drum menggunakan notasi balok, dan juga penggunaan simbol sebagai istilah lain dalam penulisan notasi gamelan.
Dari aspek musikalnya, musik Jaranan Turangga Yaksa memiliki pukulan kendang tersendiri yang membedakan dengan musik jaranan lain seperti Jaranan Buto, Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, dan Jaranan Dor. Pembuktian secara organologi, penulis melakukan analisis tentang bahan dasar serta proses pembuatan gamelan yang digunakan pada musik Jaranan Turangga Yaksa seperti bahan dasar kendang, ukuran standar kendang beserta proses pembuatannya.
Kata kunci : Jaranan Turangga Yaksa, Musik, Kajian Etnomusikologi
Jaranan Turangga Yaksa is an original art from Dhongko Village, Trenggalek Regency. Turangga Yaksa is a horse with a giant head and ridden by a knight who can control amarah, syaitonah, lauamah, dan serakah. This art is the result of creations from the Baritan ceremony (bar ngarit tanduran), local people usually hold tayub parties which aim to express gratitude for the harvest they have received. In this research, Jaranan Turangga Yaksa was studied ethnomusicologically by taking several approaches, namely describing the notation, musical aspects, organology and function found in the musical instrument Jaranan Turangga Yaksa. The research was conducted in Dhongko Village, Trenggalek Regency.
The data collection method was carried out by interviewing several sources such as Mbah Mu'an (Creator of the Jaranan Turangga Yaksa music), chairman of the Sanggar Purwo Budaya, singer, dancer, and also pengrawit. Observe the development of musical accompaniment, and also perform FGD (Forum Group Duscussion) to deepen information and data to make it more valid. The description of the musical notation used by the author includes using number notation on balungan instruments and also vocals. The use of the terms plak, dlang, dhe as notation for percussion instruments such as kendang. Writing drum notation using notasi balok, and also using symbols as another term in writing gamelan notation.
From the musical aspect, Jaranan Turangga Yaksa music has its own drum beats that differentiate it from other jaranan music such as Jaranan Buto, Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, and Jaranan Dor. Organological proof, The author carried out an analysis of the basic materials and process of making gamelan used in Jaranan Turangga Yaksa music, such as the basic materials for kendang, standard sizes of kendang and the process of making them.
Keywords: Jaranan Turangga Yaksa, Music, Ethnomusicological Studies