Peran Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang
The Role of Local Governments in Controlling Dengue Fever (DHF) in Semarang City
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk dalam salah satu jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan dapat berpotensi menjadi bencana non alam apabila tidak dipantau tingkat kasusnya. Kota Semarang menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) untuk menekan peningkatan angka kasus penyakit DBD serta mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa di Kota Semarang. Namun pada tahun 2019, Kota Semarang termasuk kedalam 5 daerah dengan angka kasus kematian akibat penyakit DBD tertinggi di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah angka kematian sebanyak 14 kasus. Pada tahun 2020, terdapat 309 kasus kesakitan penyakit DBD di Kota Semarang. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis manajemen penanggulangan bencana penyakit DBD yang dilakukan oleh Kota Semarang. Artikel ini disusun dengan metode penelitian library research dengan fokus penelitian menggunakan teori tahapan pengelolaan bencana oleh Wignyo Adiso, yaitu fase perencanaan, fase pengorganisasian, fase pengoordinasian serta fase pengendalian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Semarang telah melakukan kegiatan tahapan pengelolaan bencana namun terdapat kendala dalam pelaksanaannya. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue menjadi pedoman utama dalam pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kota. Terdapat 12 kegiatan pengendalian penyakit DBD tidak diatur mengenai waktu pelaksanaan kegiatannya. Peran masyarakat dalam tahap pengoorganisasian dan tahap pengoordinasian cenderung rendah. Pemerintah Kota Semarang perlu meningkatkan pengawasan karena masih terdapat kelurahan yang belum menerapkan Perda pengendalian penyakit DBD. Sanksi administrasi belum diterapkan karena masih belum jelas siapa yang berwenang untuk memberikan sanksi dan kurangnya sosialisasi oleh Pemerintah Kota Semarang.
Kata Kunci: Manajemen, Penanggulangan, Bencana.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a type of disease that can cause epidemics and can potentially become a non-natural disaster if the case level is not monitored. Semarang City stipulates Regional Regulation Number 5 by 2010 concerning Control of Dengue Hemorrhagic Fever to reduce the increase number of dengue cases and prevent epidemic in Semarang City. However, in 2019, Semarang City was included in the 5 regions with highest death rate due to dengue disease in Central Java Province with 14 death rate cases. In 2020, there were 309 incident rate cases of dengue faver in Semarang City. The purpose of this article is to analyze the disaster management carried out by Semarang City Government, especially regarding the efforts to control Dengue Hemorrhagic Fever. This article is prepared using library research method. The focus of this research is using the theory of the stage of disaster management by Wignyo Adiyoso, which is the planning phase, the organizing phase, the coordination phase and the control phase. Through the result of the research, the Semarang City Government has carried out activites in the stages of disaster management but have obstacles in its implementation. Semarang City Regional Regulation Number 5 by 2010 concerning Dengue Hemorrhagic Fever Control is the man guideline in implementing disaster management in the City. There are 12 activites of DHF disease control but the timing of activites is not regulated yet. The role of community in the organizing and coordinating stages tends to be low. Semarang City Government needs to increase supervision because there are still sub-districts that have not implemented the regional regulation on controling dengue disease. Administrative sanctions have not been implemented because it is uncleare who has the authority to impose sanctions and lack of socialization by the Semarang City Government.
Keyword : Management, Prevention, Disaster