KETEGUHAN NYAI ONTOSOROH SEBAGAI GUNDIK BELANDA DALAM KARYA TARI “DAYANI” MELALUI TIPE TARI DRAMATIK
Kata kunci : Gundik, Nyai Ontosoroh, Keteguhan, Dramatik
Cerita sejarah di zaman penjajahan Belanda terdapat istilah pergundikan atau gundik. Gundik Belanda mempunyai panggilan Nyai. Gundik atau Nyai adalah istri tidak resmi orang terhormat Belanda bisa juga disebut dengan selir. Sanikem atau Nyai Ontosoroh merupakan salah satu seorang gundik Belanda. Disaat umur 14 tahun dijual oleh ayahnya kepada tuan besar administrator pabrik gula Tulangan, Sidoarjo dengan harga sejumlah gulden dan naik pangkat. Nyai Ontosoroh tidak sama dengan gundik yang lainnya. Nyai Ontosoroh adalah wanita yang keras hati tapi teguh dengan pendiriannya. Ia berjuang melawan garis pergundikan dengan keteguhannya. Ia diam-diam belajar, mempertahankan apa yang seharusnya menjadi haknya, dan berani melawan suaminya jika itu dirasa buruk untuk dirinya. Nyai Ontosoroh suatu ketika dapat mengendalikan sebuah persahaan besar. Cerita sejarah tersebut mengundang daya tarik koreografer untuk ditunjukkan ke publik melalui sebuah karya tari. Keteguhan Nyai Ontosoroh dijadikan ide gagasan oleh koreografer pada karya tari Dayani dengan memperhatikan suasana yang membentuk emosional.
Karya tari Dayani terdapat dua fokus yaitu, fokus isi keteguhan Nyai Ontosoroh dalam berjuang melawan garis pergundikan Belanda, dan fokus bentuk yaitu tari dramatik. Koreografer menggunakan beberapa teori yang dijadikan sebagai pijakan dalam proses penciptaan karya tari Dayani. Teori yang dijadikan pedoman dalam penciptaan karya dan penulisan diantaranya, teori koreografi Sal Murgiyanto, teori metode kontruksi I, II, dan III Jacqueline Smith, teori keteguhan Peterson dan Seligmen, teori dramatik Jacqueline Smith, dan teori gender Alfian Rokhmansyah. Selain teori-teori tersebut hasil penciptaan karya dan penulisan terdahulu menjadi sebuah referensi mengenai konsep, teknik, gaya, dan bukti keorisinilan setiap karya.
Pendekatan penciptaan karya tari Dayani ini menggukan metode kontruksi I yang dikemukakan oleh Jacqueline Smith yang terdiri dari rangsang awal, menentukan tipe tari, mode penyajian, improvisasi, seleksi dan penghalusan, serta motif. Langkah berikutnya yaitu menentukan konsep berupa tema, judul dan sinopsis, tipe tari, gaya, pemain, tata teknik pentas, musik iringan, tata rias dan busana, dan skenario. Pengembangan dan variasi motif dalam penciptaan menggunakan metode kontruksi II dari motif ke komposisi dan kontruksi III motif ke komposisi kelompok.
Karya tari ini mengambil tema keteguhan dengan judul Dayani yang artinya keteguhan Sanikem. Disajikan oleh lima penari perempuan mengenakan busana atasan kebaya kutu baru, bawahan jarik, menggunakan sanggul tekuk jawa, dan dilengkapi aksesoris dengan nuansa warna hitam emas. Karya tari Dayani terdapat empat adegan yaitu, adegan introduksi (pengenalan), adegan dua sedih, adegan tiga semangat berjuang melawan garis pergundikan, dan adegan empat merupakan penyelesaian senang telah tercapai tujuannya. Sajian karya tari virtual yang menggunakan halaman depan rumah bangunan Belanda sehingga rumah sebagai background dan menggunakan cahaya alami matahari. Dayani merupakan karya tari kelompok yang menggambarkan keteguhan Nyai ontosoroh dalam melawan garis pergundikan disajikan dalam bentuk tari dramatik. Penyampaian isi dengan cara menghadirkan suasana sebagai penggambaran sebuah kejadian. Karya tari mmeberi pesan dan pelajaran baik kepada publik mengenai perbedaan gender dan keteguuhan sebagai salah satu pedoman kebajikan untuk menjalani hidup.
Keywords : Mistress, Nyai Ontosoroh, Firmness, Dramatic
Historical stories in the Dutch colonial era contained the term concubine or concubine. Dutch concubines have the nickname Nyai. Concubines or Nyai are the unofficial wives of honorable Dutch people who can also be called concubines. Sanikem or Nyai Ontosoroh was one of the Dutch concubines. When he was 14 years old, his father sold him to the administrator of the Tulangan sugar factory, Sidoarjo for a price of several guilders and was promoted to rank. Nyai Ontosoroh is not the same as the other concubines. Nyai Ontosoroh is a woman who is hard-hearted but firm in her stance. She fought against the concubine line with her steadfastness. She secretly learns, defends what is rightfully hers, and dares to fight her husband if it feels bad for her. Nyai Ontosoroh was once able to control a large company. The historical story invites the choreographer's appeal to be shown to the public through a dance work. Nyai Ontosoroh's determination was made into ideas by the choreographer in Dayani dance works by paying attention to the atmosphere that creates the emotional.
Dayani's dance works have two focuses, namely, the focus on the content of Nyai Ontosoroh's determination in fighting against the Dutch concubines, and the focus on form, namely dramatic dance. The choreographer uses several theories that serve as a basis in the process of creating Dayani dance works. Theories that are used as guidelines in the creation of works and writings include Sal Murgiyanto's choreography theory, Jacqueline Smith's theory of construction methods I, II, and III, Peterson and Seligmen's constancy theory, Jacqueline Smith's dramatic theory, and Alfian Rokhmansyah's gender theory. In addition to these theories, the results of the creation of previous works and writings become a reference regarding concepts, techniques, styles, and proof of the originality of each work.
The approach to the creation of this Dayani dance work uses the construction method I proposed by Jacqueline Smith which consists of initial stimulation, determining the type of dance, mode of presentation, improvisation, selection and refinement, and motifs. The next step is to determine the concept in the form of a theme, title and synopsis, type of dance, style, performers, stage technique, musical accompaniment, make-up and clothing, and scenario. The development and variation of motifs in creation uses the construction method II from motifs to compositions and construction III motifs to group compositions.
This dance work takes the theme of firmness with the title Dayani which means the firmness of Sanikem. Presented by five female dancers dressed in a kubaya new kebaya top, jarik bottom, using a Javanese bent bun, and equipped with accessories with shades of black and gold. There are four scenes in Dayani's dance work, namely, the introduction scene, scene two is sad, scene three is the spirit of fighting against the concubine line, and scene four is a happy completion that the goal has been achieved. A virtual dance work that uses the front yard of a Dutch building so that the house is the background and uses the natural light of the sun. Dayani is a group dance work that depicts Nyai ontosoroh's determination to fight the concubine line, presented in the form of a dramatic dance. Submission of content by presenting the atmosphere as a description of an event. The dance works give good messages and lessons to the public regarding gender differences and persistence as one of the virtues guidelines for living life.