KETERKAITAN KEARIFAN BUDAYA DAN PRAKTIK EKONOMI: STUDI SEJARAH KEARIFAN BUDAYA ETNIS TIONGHOA TUBAN DI TENGAH PP NOMOR 10 TAHUN 1959

THE LINK BETWEEN CULTURE AND ECONOMIC PRACTICE : A HISTORICAL STUDY OF THE CULTURAL WISDOM OF ETHIC CHINESE OF TUBAN IN MIDDLE OF PP NUMBER 10 OF 1959

Etnis Tionghoa jamak ditemui di seluruh kota di Indonesia, tidak terkecuali di Tuban. Letaknya yang berada di pesisir utara pantai Jawa bahkan menjadi pijakan awal kedatangan mereka. Kedatangan etnis Tionghoa dari tanah asalnya membawa misi ekonomi, yakni perdagangan. Banyak daerah yang terbantu perekonomiannya dengan datangya etnis Tionghoa di Nusantara. Seiring berjalannya waktu banyak dari masyarakat lokal yang tidak mampu bersaing dengan para etnis Tionghoa termasuk di Kabupaten Tuban. Sehingga pemerintah pada saat itu mengeluarkan PP Nomor 10 Tahun 1959 tentang Larangan bagi Pedagang Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing. Meskipun demikian Peraturan Presiden tersebut tidak berhasil, karena masyarakat lokal tidak mampu merefleksikan cara kerja etnis Tionghoa. Oleh karena itu pembahasan tersebut menarik perhatian peneliti. Sehingga didapatkan permasalahan tentang apa saja faktor-faktor cultural yang mendasari keberhasilan manajemen kekayaan etnis Tionghoa yang perlu direfleksikan demi kemajuan ekonomi Tuban? Kemudian peneliti juga berusaha mencari tahu dampakPP Nomor 10 Tahun 1959 terhadap etnis Tionghoa di Tuban pada masa itu. Dari permasalahan yang didapatkan tersebut maka akan diteliti menggunakan metode penelitian sejarah dan terbagi menjadi empat tahapan yaitu heuristik (Pengumpulan Sumber), kritik (verifikasi), interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah). Hasil yang didapat selama melakukan penelitian menunjukkan bahwaEtnis Tionghoa yang telah sejak lama tinggal di Tuban memiliki kultur yang ulet serta etos kerja yang tinggi. Faktor kultural demikianadalah pendorong bagi keberhasilan dominasi ekonomi dari dulu hinggasekarang. Kemudian dampak adanya PP Nomor 10 Tahun 1959 menyebabkan tersendatnya perekonomian masyarakat. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengganti peranan yang dijalankan oleh etnis Tionghoa selama ini untuk menjadi distributor barang kebutuhan.

There are many ethnic Chinese in all cities in Indonesia, there is no education in Tuban. Its location on the northern coast of the coast of Java even became the starting point for their arrival. The arrival of ethnic Chinese from their homeland brought an economic mission, namely trade. Many regions have helped their economy with the arrival of ethnic Chinese in the archipelago. Over time, many of the local people were unable to compete with the ethnic Chinese, including those in Tuban Regency. So that the government at that time issued PP Number 10 of 1959 concerning the Prohibition of Foreign Small and Retail Traders. However, the Presidential Regulation was not successful, because the local community was unable to assess the workings of the ethnic Chinese. Therefore, the discussion attracted the attention of researchers. So that we get a problem about what are the cultural factors owned by the wealth management of the ethnic Chinese that need to be reflected for the economic progress of Tuban? Then the researchers also tried to find out the impact of PP No. 10 of 1959 on the Chinese ethnicity in Tuban at that time. From the problems obtained, it will be investigated using historical research methods and is divided into four stages, namely heuristics (Source Collection), criticism (verification), interpretation (interpretation), and historiography (historical writing). The results obtained during the research show that ethnic Chinese who have lived in Tuban for a long time have a tenacious culture and high work ethic. culture is the driving force for the success of economic domination from the past until now. Then the impact of PP No. 10 of 1959 caused the community's economy to stagnate. This is because there is no substitute for the role played by ethnic Chinese so far to become a distributor of necessities.