Masyarakat nelayan Desa Warulor mayoritas adalah nelayan yang sudah puluhan tahun menggunakan alat tangkap ‘payang’. Payang sendiri merupakan jenis alat tangkap kategori pukat tarik yang dilarang untuk beroperasi di perairan laut Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Permen KP No. 2 tahun 2015. Meski sudah mengetahui bahwa alat tersebut dilarang, namun dalam realitanya masyarakat nelayan masih menggunakan alat tangkap itu untuk melaut sehari-hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui siapa saja agen yang melakukan resistensi, termasuk alasan agen tersebut melakukan resistensi, serta mendiskripsikan bentuk-bentuk resistensi yang mereka lakukan. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan resistensi James Scott.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa agen pelaku resistensi ini adalah semua kategori nelayan payang baik yang perahu pincuk maupun perahu boat, baik yang mempunyai ABK ataupun tidak mempunyai ABK, selain itu resistensi ini juga didukung oleh kelompok Rukun Nelayan (RN) Desa Warulor, bahkan jajaran pengurus HNSI Lamonganpun ada yang terlibat dalam resistensi. Alasan nelayantersebut tetap menggunakan payang adalah karena faktor ekonomi/pendapatan, payang sangat efektif dioperasikan, payang tidak menghabiskan banyak biaya perawatan. Berkaitan dengan resistensi dalam pandangan Scott, nelayan di Desa Warulor ini termasuk dalam resistensi tertutup dan resistensi semi terbuka. Tindakan yang termasuk dalam resistensi tertutup yaitu menggunakan alat payang untuk melaut sehari-hari, pura-pura patuh pada Polair saat tertangkap razia. Sedangkan tindakan resistesi semi terbuka yang dilakukan nelayan adalah tidak memiliki SIPI, menolak bantuan alat tangkap dari pemerintah, mewakilkan aksi demonstrasi, kejar-kejaran dengan Polair saat ada razia di laut.
Kata Kunci : Nelayan, Payang, Resistensi, Permen KP No.2 tahun 2015
The majority of the fishermen in Warulor Village are fishermen who have used the 'payang' fishing gear for decades. Payang is a type of trawl fishing gear that is prohibited from operating in Indonesian marine waters, as stated in Permen KP No. 2 of 2015. Even though they already knew that the equipment was banned, in reality the fishing community still used the fishing gear to go fishing everyday. The purpose of this study is to find out who are the agents who carry out resistance, including the reasons for the agent doing resistance, and describing the forms of resistance they do. This research method is qualitative using James Scott's resistance approach.
The results of this study indicate that the agents of this resistance are all categories of fishermen who are both pincuk and boat boats, both those who have ABK or do not have ABK, besides this resistance is also supported by the Warulor Village Pillars (RN) group, even the board HNSI Lamongan is also involved in resistance. The reason for continuing to use payang is that because of economic / income factors, Payang is very effective to operate, but does not cost much maintenance costs. In relation to resistance in Scott's view, fishermen in Warulor Village are included in closed resistance and semi-open resistance. The actions included in the closed resistance were using payang tools to go to sea everyday, pretending to obey Polair when caught in raids. While the semi-open resistance actions carried out by fishermen are not having SIPI, refusing assistance from fishing gears from the government, representing demonstrations, chasing Polair when there are raids at sea.