Existentialist Feminism in Lauren Schmidt Hissrich's The Witcher (2019)
Tujuan dari studi ini adalah untuk meneliti diskriminasi berdasarkan gender di film The Witcher (2019) oleh Lauren Schmidt Hissrich. Studi ini menjelaskan diskriminasi terhadap gender apa yang dialami oleh tokoh utama perempuan di series ini, Yennefer, dan aksi apa yang dilakukan Yennefer untuk bangkit dari diskriminasi berdasarkan gender yang dialaminya dalam film. Diskriminasi berdasarkan gender terhadap wanita masih terjadi di lingkungan sosial kita, dan orang-orang masih tidak menyadari tentang isu penindasan terhadap wanita. Yennefer menderita dari diskriminasi terhadap gender di film ini. Hanya karena jenis kelaminya, Yennefer hanya dinilai berdasarkan penampilanya. Ketika dia tidak memenuhi standart kecantikan yang ditentukan oleh masyarakat, dia dipandang sebagai mahkluk yang tidak bernilai. Studi ini menerapkan analisis feminis mengunakan teori feminisme eksistensial oleh Simone de Beauvoir (2010) dan juga teori Bahasa perfilman oleh Timothy Heiderich (2012) dan Warren Buckland (2015). Ditemukan dalam film bahwa Yennefeer mengalami Diskriminasi gender terhadap wanita. Dia diperlakukan dengan buruk hanya karena penampilanya. Ketika Yennefer menyadari bahwa dia mampu bangkit dari diskriminasi gender yang dia alami, dia memutuskan untuk mengambil kesempatanya dan membebaskan dirinya dari keadaan yang membelenggunya.
The purpose of this study is to examine the gender discrimination in Lauren Schmidt Hissrich’s The Witcher (2019). It explains what gender discrimination suffered by the female main character, Yennefer, and what actions did she take to rise from gender discrimination in film. Gender discrimination toward women is still happening in our society, and people still not being aware of this women's oppression issue. Yennefer is suffering gender discrimination toward women in the movie. Because of her gender, Yennefer has only seen her based on her appearance. When she doesn’t meet people’s standards of beauty, she was seen as a creature with no value. This study is a feminist analysis that applies Simone de Beauvoir’s (2010) existentialist feminism theory as well as Timothy Heiderich’s (2012) and Warren Buckland’s (2015) cinematographic language. The findings show that Yennefer is suffering from gender discrimination toward women. She is mistreated because of her appearance. When Yennefer realize that she can rise from the gender discrimination she suffered, she decided to take her chance and freed herself from her condition.