Tradhisi Nyekar ing Pundhen Eyang Ki Ageng Gedhe ing Dhusun Medeleg Desa Tampingmojo Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang: Tintingan Folklor
Nyekar Tradition ing Punden Eyang Ki Ageng Gedhe ing Medeleg Hamlet, Tampingmojo Village, Tembelang District, Jombang Regency: Tintingan Folklore
Tradisi Nyekar di Punden Eyang Ki Ageng Gedhe mewujudkan tradisi yang tumbuh di masyarakat di Dusun Medeleg Desa Tampingmojo Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang. Tradisi tersebut sudah ada sejak jaman dahulu dan tidak dimengerti sejak tahun berapa. Tradisi Nyekar di Punden Eyang Ki Ageng Gedhe dilaksanakan pada malam Minggu, malam Senin, dan malam Jumat Legi. Yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu pertama bagaimana awal mula tradisi, kedua yaitu bagaimana prosesi tradisi, ketiga bagaimana ubarampe dan makna dalam tradisi, keempat yaitu fungsi dalam tradisi, dan kelima yaitu bagaimana perubahan pada tradisi. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mendeskripsikan wujud dari Tradisi Nyekar di Punden Eyang Ki Ageng Gedhe dengan menggunakan Tintingan Folklor. Kemudian analisis teori yang digunakan untuk mendeskripsikan rumusan penelitian yaitu: konsep folklor menurut Danandjaya (1997: 2), Jan Harold Bruvand, kemudian konsep tradisi menurut Endraswara (2013:5), konsep makna dan simbol menurut Teeuw (1984:47), Konsep fungsi menurut Bascom (dalam Danandjaya, 1997: 19), dan konsep perubahan tradisi menurut Koentjaraningrat (1990:228). Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitaif. Sumber data penelitian yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu berupa rekaman, wawancara, dan dokumentasi. Prosesi tradisi terbagi atas, (1) Prosesi meminta kekayaan, (2) Prosesi slametan, dan (3) Prosesi meminta doa restu ijab nikah. Pada prosesi meminta kekayaan terbagi menjadi tiga, yaitu (1) Persiapan, yaitu meminta izin, menyiapkan ubarampe, membersihkan punden, (2) Pelaksanaan, yaitu melaksanakan doa, (3) Penutup, yaitu berpamitan. Dari ketiga prosesi tersebut mempunyai prosesi yang sama. Akan tetapi ada salah satu yang membedakan diantara satu dan satunya yaitu prosesi slametan yang berupa makan-makan. Kemudian ubarampe yang digunakan dalam Tradisi Nyekar di Punden Eyang Ki Ageng Gedhe yaitu dupa, bunga setaman, dan tumpengan. Fungsi tradisi dalam masyarakat, yaiti (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai sarana pembelajaran, (3) sebagai sarana alat pengendali sosial, dan sebagai pelestarian budaya. Dalam tradisi tersebut mestinya ada perubahan sejak berjalannya jaman. ada faktor yang menyebabkan tradisi tersebut berubah, yaitu (1) Faktor Internal, dilihat seperti banyaknya masyarakat yang ingin mendukung dalam tradisi tersebut, dan (2) Faktor Eksternal, yaitu mewujudkan akulturasi, artinya tradisi nyekar sebenarnya tidak hanya realita praktik hal agama atau kepercayaan, akan tetapi lebih luas dari itu.
Kata Kunci: Tradisi, Tintingan Folklor, Tradisi Nyekar di Punden Eyang Ki Ageng Gedhe
The Nyekar tradition in Punden Eyang Ki Ageng Gedhe embodies a tradition that grows in the community in Medeleg Hamlet, Tampingmojo Village, Tembelang District, Jombang Regency. This tradition has existed since ancient times and is not understood since what year. The Nyekar tradition at Punden Eyang Ki Ageng Gedhe is held on Sunday nights, Monday nights, and Legi Friday nights. What will be discussed in this study, namely, first, how the tradition began, second, how the traditional procession, third, how ubarampe and meaning in tradition, fourth, namely the function in tradition, and fifth, namely how the changes in tradition. This study has a purpose, namely to describe the form of the Nyekar Tradition in Punden Eyang Ki Ageng Gedhe by using Tintingan Folklore. Then the theoretical analysis used to describe the research formulation, namely: the concept of folklore according to Danandjaya (1997: 2), Jan Harold Bruvand, then the concept of tradition according to Endraswara (2013:5), the concept of meaning and symbol according to Teeuw ( 1984:47), the concept of function according to Bascom (in Danandjaya , 1997: 19), and the concept of changing traditions according to the Koenjtaraningrat (1990:228). The study used a qualitative descriptive method. The research data sources used are primary data and secondary data. Data collection techniques used by researchers are in the form of recordings, interviews, and documentation. The traditional procession is divided into, (1) the procession of asking for wealth, (2) the slametan procession, and (3) the procession of asking for the blessing of the marriage agreement. The procession of asking for wealth is divided into three, namely (1) Preparation, namely asking for permission, preparing ubarampe, cleaning punden, (2) Implementation, namely carrying out prayers, (3) Closing, namely saying goodbye. Of the three processions have the same procession. However, there is one thing that distinguishes one and the other, namely the slametan procession in the form of eating. Then the ubarampe used in the Nyekar Tradition in Punden Eyang Ki Ageng Gedhe are incense, setaman flowers, and tumpeng. The functions of tradition in society are (1) as a projection system, (2) as a learning tool, (3) as a means of social control, and as cultural preservation. In this tradition there should be changes since the passage of time. there are factors that cause the tradition to change, namely (1) Internal factors, seen as the number of people who want to support the tradition, and (2) External factors, namely realizing acculturation, meaning that the nyekar tradition is actually not only the reality of the practice of religion or belief, but wider than that.
Keyword: Tradition, Tintingan Folklor, Nyekar Tradition in Punden Eyang Ki Ageng Gedhe