Keluarga buruh yang memiliki budaya pekerja keras membuat mereka mengesampingkan keluarga. Hal ini bertentangan dengan budaya jawa yang erat akan sikap mengayomi keluarga. Ini kemudian juga berpengaruh pada kesadaran edukasi orang tua terhadap anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana budaya belajar dan kesadaran edukasi yang ada pada keluarga buruh. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan perspektif teori kesadaran milik Paulo Freire dan Jurgen Habermas. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Rungkut Kidul, Kecamatan Rungkut, Surabaya. Subyek penelitian ini dipilih berdasarkan pusposive sampling dengan mengambil orang tua yang bekerja sebagai buruh pabrik dan memiliki anak berada pada jenjang SD hingga SMA.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya belajar keluarga buruh dapat dilihat dari proses pendampingan belajar orang tua pada anak. Adanya waktu luang pada malam hari membuat keluarga buruh melakukan proses pembelajaran pada waktu tersebut. Peran ibu dalam budaya jawa menyebabkannya menjadi pihak yang paling sering terlibat dalam proses pendampingan belajar. Masih dijumpai adanya hirarki dalam proses pendampingan belajar keluarga buruh. Ini dapat dilihat dari masih adanya jarak antara orang tua dan anak ketika proses pembelajaran. Hal tersebut merupakan efek dari lingkungan kerja keluarga buruh yang kental akan kapitalisme. Selain itu adanya hirarki juga menyebabkan penerapan proses pembelajaran yang memiliki model pendidikan gaya bank. Proses pembelajaran yang dilakukan keluarga buruh terbukti memberi efek lebih baik pada nilai dan prestasi anak. Kesadaran edukasi keluarga buruh masih berada pada tahap semi-transitif. Hal ini dikarenakan keluarga buruh masih berada pada budaya bisu. Mereka sadar akan pentingnya pembebasan akan tetapi masih tidak memiliki keberanian untuk mencapai tindakan yang revolusioner. Selain itu keluarga buruh masih menerapkan komunikasi yang dominatif. Budaya Jawa yang dipegang erat oleh keluarga buruh membuat ibu merupakan sosok dominan dalam keluarga. Ibu memegang kendali dalam pembagian tugas dan pengambilan keputusan. Hal ini kemudian membuat sosok ayah hanya menjalankan peran teknis. Kesetaraan yang masih belum terdapat dalam keluarga menyebabkan keluarga buruh masih terhambat untuk menuju pada kesadaran kritis.
Kata Kunci: Buruh, Budaya, Pendidikan, Kesadaran Edukasi
Labors' families who have a culture of hard workers make them put their family aside. This is contrary to the Javanese culture that will closely protect the family. This then also affects the education awareness of parents towards children. This study aims to find out how the culture of learning and education awareness exists in labor families. This research uses a descriptive qualitative method with the perspective of consciousness theory belonging to Paulo Freire and Jurgen Habermas. The location of this research was carried out in the region of Rungkut Kidul, Rungkut District, Surabaya. The subjects of this study were chosen based on positive sampling by taking parents who worked as factory workers and had children in elementary to high school levels.
The results of this study indicate that the learning culture of labor families can be seen from the process of assisting parent learning in children. The free time at night makes the laboring families do the learning process at that time. The role of mothers in Javanese culture causes it to be the party most often involved in the process of mentoring learning. There is still a hierarchy in the process of assisting the learning of workers' families. This can be seen from the still distance between parents and children when the learning process. This is the effect of the working environment of the working families which is thick with capitalism. In addition, the existence of hierarchy also causes the application of the learning process that has a bank style education model. The learning process carried out by labor families is proven to have a better effect on children's grades and achievements. The education awareness of the working family is still at a semi-transitive stage. This is because the working families are still in a culture of silence. They were aware of the importance of liberation but still lacked the courage to achieve revolutionary action. In addition, the labor family still applies dominative communication. Javanese culture which is tightly held by the labor family makes the mother a dominant figure in the family. The mother is in control of the division of tasks and decision making. This then makes the father figure only performs a technical role. Equality that is not yet present in the family causes the labor family is still hampered to lead to critical awareness.
Keywords: Laborers, Culture, Education, Education awareness