KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN ETNIS TIONGHOA DALAM KERUSUHAN MEI 1998 DI SURABAYA
Kekerasan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di Indonesia tepatnya di Surabaya tidak terlepas dari era pemerintahanan Orde Baru, adanya pandangan buruk yang diberikan etnis pribumi terhadap etnis Tionghoa setelah peristiwa G30S PKI membuat etnis Tionghoa mengalami perlakuan diskriminasi dalam bentuk kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan kekerasan seksual lebih dialami oleh perempuan khususnya perempuan etnis Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998 dan pandangan seperti apa yang diberikan etnis pribumi terhadap etnis Tionghoa selama Orde Baru berlangsung.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik, kritik, intepretasi, dan historigrafi, dibagian kritik peneliti melakukan uji kritik untuk mengetahui tingkat kebenaran sumber yang telah didapat baik dari wawancara narasumber atau studi kearsipan yang didapat dari Komnas Perempuan dan Tesis dari Evi Lina Sutrisno. Dan penulis meyakini sumber wawancara yang didapat dari Komnas Perempuan dapat dipercaya karena Komnas Perempuan memiliki dokumen berupa Catahu Komnas Perempuan (Catatan Tahun Komnas Perempuan) dan Seri Dokumen Kunci Komnas Perempuan yang ada tiap tahunnya dan memiliki seri setiap laporannya dan Tesis dari Evi Lina Sutrino karena Evi merupakan aktivis sekaligus mahasiswa yang menjadi saksi kerusuhan Mei 1998 di Surabaya dan dibagian Intepretasi menggunakan pendekatan teori Foucault yaitu diskursus relasi-pengetahuan.
Kata Kunci: Kekerasan perempuan etnis Tionghoa, Kerusuhan Mei 1998, Orde Baru
Violence against Chinese Indonesian women in the May 1998 Riots of Indonesia, particularly that took place in Surabaya, is related to the New Order administration. The negatives sentiments towards Chinese Indonesians which many natives Indonesians still have after 30 September Movement (G30S/PKI) led to the discrimination of Chinese Indonesians in the form of numerous policies that passed by the government. The aim of this study is to find out the reason why many Chinese Indonesian women suffers more from sexual violence during the 1998 event and the native Indonesians' perception towards Chinese Indonesians during the New Order era.
Using historical research methodologies (heuristic, verification, interpretation, and historiography), this study used data triangulation for the verification method to determine the validity of data that were collected from in-depth interviews and archival research in National Commission on Violence Against Women (KOMNAS Perempuan) and Evi Lina Sutrisno’s thesis. The researcher believes that those data are valid because 1) National Commission on Violence Against Women (KOMNAS Perempuan) have documents in the form of Catahu Komnas Perempuan (Catatan Tahunan KOMNAS Perempuan/National Commission on Violence Against Women’s Yearly Report) and a series of documents called Seri Dokumen Kunci KOMNAS Perempuan that are published every year, and 2) Evi Lina Sutrisno was an activist and a witness of May 1998 Riots in Surabaya. For the Interpretation method, this study adopted Foucault’s theory of Power Knowledge.
Keywords: Violence against ethnic Chinese women, May 1998 riots, New Order