Uji Durabilitas Penggunaan Fly Ash pada Beton Geopolimer dengan Molaritas 10 M Dikondisi Air Laut
Durability Test of Using Fly Ash In Geopolymer Concrete With 10 M Molarity Under Seawater Conditions
Peningkatan konsumsi semen dapat menyebabkan polusi udara dikarenakan dalam pembuatan semen menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) sehingga menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu, penggunaan bahan pengganti seperti abu terbang atau fly ash yang memiliki kandungan serupa dengan semen diperlukan untuk membuat beton yang ramah lingkungan. Beton dengan penggunaan abu terbang ini dikenal sebagai beton geopolimer. Beton geopolimer diklaim dapat meningkatkan kualitas beton jika digunakan dalam kondisi yang agresif, seperti di lingkungan air laut. Beton geopolimer membutuhkan larutan alkali aktivator untuk mengaktifkan ikatan polimer. Alkali activator pada penelitian ini menggunakan NaOH dengan konsentrasi 10 molar dan sodium silikat. Perawatan beton geopolimer melibatkan pemanasan dengan suhu 100℃ selama 24 jam. Selanjutnya, dilakukan perendaman beton dalam larutan air laut di laboratorium untuk menguji kekuatannya dalam kondisi agresif. Perendaman dilakukan dengan kandungan garam sebesar 3,5% dan 6%. Hasil uji kuat tekan pada usia 7, 28, dan 56 hari tanpa perendaman, 56 hari dengan perendaman dalam larutan air laut 3,5%, dan 56 hari dengan perendaman dalam larutan air laut 6% adalah sebagai berikut: 49,31 MPa, 61,65 MPa, 66,91 MPa, 60,66 MPa, dan 54,69 MPa. Hasil uji porositas pada usia 7, 28, dan 56 hari tanpa perendaman, 56 hari dengan perendaman dalam larutan air laut 3,5%, dan 56 hari dengan perendaman dalam larutan air laut 6% adalah sebagai berikut: 10, 45%, 9,46%, 8,88%, 9,18%, dan 10,21%. Hasil uji kuat tekan menunjukkan peningkatan pada beton geopolimer, sementara hasil uji porositas menunjukkan penurunan setelah usia 28 hari karena matriks polimer telah terbentuk dengan baik. Air laut dengan kandungan garam tinggi memiliki pengaruh negatif pada kekuatan beton geopolimer karena dapat masuk melalui pori-pori beton dan menyebabkan kerusakan.
Increased cement consumption can lead to air pollution as cement manufacture produces carbon dioxide (CO2) emissions, causing global warming. Therefore, the use of substitute materials such as fly ash, which has similar content to cement, is required to make environmentally friendly concrete. Concrete using fly ash is known as geopolymer concrete. Geopolymer concrete is claimed to improve the quality of concrete when used in aggressive conditions, such as in seawater environments. Geopolymer concrete requires an alkaline activator solution to activate the polymer bonds. The alkaline activator in this study uses NaOH with a concentration of 10 molar and sodium silicate. Geopolymer concrete treatment involves heating at 100℃ for 24 hours. Subsequently, the concrete was immersed in seawater solution in the laboratory to test its strength under aggressive conditions. Soaking was carried out with a salt content of 3.5% and 6%. The compressive strength test results at 7, 28, and 56 days without soaking, 56 days with soaking in 3.5% seawater solution, and 56 days with soaking in 6% seawater solution were as follows: 49.31 MPa, 61.65 MPa, 66.91 MPa, 60.66 MPa, and 54.69 MPa. The porosity test results at 7, 28, and 56 days without immersion, 56 days with immersion in 3.5% seawater solution, and 56 days with immersion in 6% seawater solution were as follows: 10.45%, 9.46%, 8.88%, 9.18%, and 10.21%. The compressive strength test results showed an increase in geopolymer concrete, while the porosity test results showed a decrease after 28 days of age because the polymer matrix had formed well. Seawater with high salt content has a negative influence on the strength of geopolymer concrete as it can enter through the pores of the concrete and cause damage.