Ada 3 sima penting di lereng Gunung Penanggungan yang ditetapkan dalam kurun waktu abad X-XI, yaitu Tulangan, Cunggrang, dan Pucangan. Cunggrang berlokasi di lereng timur Gunung Penanggungan, Tulangan terletak di lereng utara Gunung Penanggungan, dan Pucangan berada di lereng barat Gunung Penanggungan. Ketiga sima penting di lereng Gunung Penanggungan tersebut memiliki sejarah panjang karena ditetapkan mulai masa Mataram Hindu periode Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga kerajaan Airlangga serta berstatus sebagai sima punpunan yang masih berkaitan erat dengan tempat-tempat suci di Gunung Penanggungan, sehingga amat menarik untuk diteliti secara mendalam. Aspek pertama yang perlu dikaji adalah makna simbolis Gunung Penanggungan dan sima menurut tradisi spiritual pada masa Jawa Kuno, aspek kedua tentang latar belakang penganugerahan Tulangan, Cunggrang, dan Pucangan sebagai sima abad X-XI serta eksistensinya, dan aspek ketiga terkait peran prasada dan patirthan di Sima Tulangan, Cunggrang, serta Pucangan dalam mendukung aktivitas spiritual-sosial pada masa Jawa Kuno.
Berdasarkan latar belakang, maka ada 3 rumusan masalah yang bisa ditetapkan, yaitu (1) bagaimana makna simbolis Gunung Penanggungan dan sima menurut tradisi spiritual pada masa Jawa Kuno?, (2) mengapa Tulangan, Cunggrang, dan Pucangan dianugerahi sebagai sima pada abad X-XI serta bagaimanakah eksistensinya?, dan (3) bagaimana peran prasada dan patirthan di Sima Tulangan, Cunggrang, serta Pucangan dalam mendukung aktivitas spiritual-sosial pada masa Jawa Kuno?. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Ada beberapa sumber tertulis yang berkaitan langsung dengan penganugerahan Sima Tulangan, Cunggrang, dan Pucangan, yaitu prasasti dari masa pemerintahan Raja Balitung hingga Airlangga meliputi prasasti Jedong I, prasasti Cunggrang, prasasti Pucangan, prasasti Gandhakuti, dan beberapa prasasti lain yang digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian, Gunung Penanggungan adalah simbol kebangkitan milenarianisme karena banyak masyarakat Jawa Kuno melarikan diri ke Gunung Penanggungan saat terdesak oleh Islamisasi di Jawa serta sima merupakan simbol hak istmewa raja yang disebut anugraha pada masa Jawa Kuno. Kemudian sambandha atau latar belakang penganugerahan Sima Tulangan, Cunggrang, dan Pucangan abad X-XI karena tempat-tempat suci atau lebih dikenal sima punpunan serta memiliki eksistensi yang sangat besar, bahkan hingga masa Majapahit. Tulangan semula merupakan sima kamulan yang ditetapkan karena alasan keamanan serta dikukuhkan lagi setelah berubah nama menjadi Kambang Sri karena tempat-tempat suci. Prasada dan patirthan di ketiga sima tersebut juga memiliki peran yang begitu besar dalam mendukung aktivitas spiritual-sosial pada masa Jawa Kuno, baik untuk penduduk maupun kaum resi.
Kata Kunci: Sima, Tulangan, Cunggrang, Pucangan, Prasasti
There were 3 important sima in the slope of Mount Penanggungan set on X-XI centuries, namely Tulangan, Cunggrang, and Pucangan. Cunggrang was located in the eastern slope of Mount Penanggungan, Tulangan was in the northern slope of Mount Penanggungan, and Pucangan was located in the western slope of Mount Penanggungan. The three important sima in the slope of Mount Penanggungan have a long history because they were set from the Mataram Hindu period of Central Java and East Java to the kingdom of Airlangga and the status of sima punpunan which is still closely related to the holy places in Mount Penanggungan, so it is very interesting to be researched in depth. The first aspect that needs to be examined is the symbolic meaning of Mount Penanggungan and sima according to the spiritual traditions of the Ancient Javanese period, the second aspect about the background of the awarding of Tulangan, Cunggrang, and Pucangan as sima on X-XI centuries and their existence, and the third aspect related to the role of prasada and patirthan in Sima Tulangan, Cunggrang, and Pucangan in supporting spiritual-social activities in the Ancient Javanese period.
Based on that background, there are 3 problem formulations that can be determined, namely (1) how is the symbolic meaning of Mount Penanggungan and sima according to the spiritual traditions in the Ancient Javanese period?, (2) why were Tulangan, Cunggrang, and Pucangan awarded as sima on X-XI centuries and how were their existence?, and (3) how is the role of prasada and patirthan in Sima Tulangan, Cunggrang, and Pucangan in supporting spiritual-social activities in the Ancient Javanese period?. The method applied in this research including heuristic, criticism, interpretation, and historiography. There are several written sources directly related to the awarding of Sima Tulangan, Cunggrang, and Pucangan, namely inscriptions from the reigns of King Balitung to Airlangga including Jedong I inscription, Cunggrang inscription, Pucangan inscription, Gandhakuti inscription, and several other inscriptions used in this research.
Based on the results of the research, Mount Penanggungan is a symbol of the rise of millenarianism because many Ancient Javanese people fled to Mount Penanggungan when pressed by Islamization in Java and sima is a symbol of the privilege of the king called anugraha during the Ancient Javanese period. Then sambandha or background of the awarding of Sima Tulangan, Cunggrang, and Pucangan on X-XI centuries due to the holy places or better known as sima punpunan and have a very large existence, even until the Majapahit period. Tulangan was originally a sima kamulan which was set for security reason and was confirmed again after its name changed to Kambang Sri due to holy places. Prasada and patirthan in the three sima also have a very large role in supporting spiritual-social activities in the Ancient Javanese period, both for residents and hermits.
Keywords: Sima, Tulangan, Cunggrang, Pucangan, Inscription