Implementasi Atas Kewenangan Kalapas Dalam Melaksanakan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro

Implementation of the Authority of the Head of Prison in Carrying Out Development of Prisoners in Class II A Bojonegoro Correctional Institutions

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tahap akhir dari sistem peradilan pidana. Sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub-sistem terakhir dari sistem peradilan pidana mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap terpidana khususnya pidana pencabutan kemerdekaan. Permasalahan mengenai terjadinya pelanggaran hukum di suatu Lapas maupun Rutan bukanlah suatu hal yang baru. Berbagai kasus pelanggaran terjadi mulai dari yang ringan hingga yang paling berat seperti kerusuhan, pelarian, penyelundupan benda-benda terlarang, pembunuhan, penggunaan narkotika, suap terhadap aparat penegak hukum untuk mendapatkan fasilitas serta keinginan yang diinginkan, hingga kasus pembakaran Lapas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kewenangan Kalapas serta kendala dalam melaksanakan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis sosiologis. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara kepada Informan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro, Petugas Lembaga Permasyarakatan yang berwenang, serta narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro. Teknik Analisis data pada penelitian ini adalah mengunakan analisis kualitatif dikarenakan data dalam penelitian ini adalah informasi yang bukan bersifat angka.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam melaksanakan pembinaan naraidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro terdapat tahap pembinaan  narapidana  diawali  dengan  pendaftaran  narapidana  dan  diikuti  dengan proses pembinaan yang terbagi ke dalam  4 (empat) tahap yaitu tahap  pertama disebut tahap admisi  dan orientasi  merupakan tahap  pengenalan narapidana, tahap kedua setelah  narapidana  menjalani  1/3  masa  pidananya segera  diadakan sidang TPP   kembali   untuk   membahas   mengenai   penerapan   Pelaksanaan Pembinaan selanjutnya terhadap narapidana, tahap ketiga apabila hasil evaluasi sidang TPP menyatakan bahwa narapidana telah menjalani   tahap-tahap   pembinaan sebelumnya dengan   baik   ia   dapat melanjutkan tahap pembinaan   yang ketiga, tahap keempat setelah  narapidana  berhasil  menjalani  tahap-tahap  sebelumnya  yaitu tahap  pertama  sampai  dengan  tahap  ketiga,  narapidana  dapat  melanjutkan pembinaan   di   tahap   yang   keempat. Tahap pembinaan   ini   adalah   tahap pembinaan   yang  terakhir,  sehingga  narapidana  akan  menjalani  tahap  ini sampai masa pidananya berakhir. Kendala dalam melaksanakan pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro dapat dilihat dari faktor sarana atau fasilitas pendukung yang kurang memadai, faktor kurangnya penegak hukum dibandingkan dengan banyaknya jumlah narapidana.

Kata Kunci: Lapas, Narapidana, Pembinaan Narapidana

Penitentiary is the final stage of the criminal justice system. The Penal Institution sub-system as the last sub-system of the criminal justice system has the task to carry out guidance for convicted persons, especially the criminal revocation of independence. Problems regarding the occurrence of violations of law in a prison or detention center are not new. Various cases of violations occur ranging from the mild to the most severe such as riots, fleeing, smuggling of prohibited objects, murder, drug use, bribes against law enforcement officials to obtain the desired facilities and desires, up to the Lapas burning case. This study aims to determine the implementation of the authority of Kalapas as well as the obstacles in carrying out fostering prisoners in Class II A Penitentiary in Bojonegoro. This research uses the type of sociological legal research. The type of data used consists of primary data and secondary data. Data collection techniques used were interviews with the Head of the Bojonegoro Class II Correctional Institution, Penitentiary Officers invited, as well as prisoners in Class II Penitentiary Bojonegoro. Data analysis techniques in this study used qualitative analysis of the data in this study instead of numerical information. The results showed that in carrying out prisoners' training in Class II A Penitentiary in Bojonegoro there was a prisoner training stage beginning with prisoner registration and followed by a coaching process which was divided into 4 (four) stages, namely the first stage was called the admission and orientation phase, an introduction to prisoners, the second phase after the prisoners served 1/3 of their criminal period, the TPP hearing was immediately held again to discuss the implementation of the next Training for prisoners, the third stage if the results of the evaluation of the TPP session state that the prisoner has undergone the previous stages of coaching well he can continue the third stage of coaching, the fourth stage after the prisoner successfully undergoes the previous stages namely the first stage up to the third stage, prisoners can continue coaching in the fourth stage. This coaching stage is the final coaching stage, so that prisoners will go through this stage until the criminal term ends. Obstacles in carrying out the formation of prisoners in Class II A Penitentiary in Bojonegoro can be seen from the inadequate facilities or supporting facilities, the lack of law enforcement factors compared to the large number of prisoners.

Keywords: Correctional Institution, Prisoners, Guiding Prisoners