TRADISI PUTER KAYUN ING DESA BOYOLANGU KECAMATAN GIRI KABUPATEN BANYUWANGI
(Tintingan Folklor)
THE PUTER KAYUN TRADITION IN BOYOLANGU VILLAGE, GIRI DISTRICT, BANYUWANGI REGENCY
(FOLKLORE THEORY)
Tradisi puter kayun di Desa Boyolangu (TPK) merupakan salah satu bentuk budaya daerah Desa Boyolangu Kecamatan Giri Kabupaten Banyuwangi yang merupakan cerita rakyat semi lisan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan awal mula, tata cara TPK, pengertian dan makna TPK, fungsi TPK, perubahan TPK, dan cara melestarikan TPK. Metode yang digunakan dalam penelitian TPK ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik observasi, diskusi, dokumentasi, pencatatan, dan validasi data. Alat yang digunakan adalah daftar pertanyaan, handphone untuk memotret dan mencatat, buku catatan untuk mencatat hal-hal penting. Hasil dari penelitian ini adalah TPK memiliki hubungan antara Buyut Jakso dengan watudodol, Puter Kayun adalah mantan warga Boyolangu yang merujuk pada jasa Buyut Jakso yang telah membuka jalan di Watudodol. Pelaksanaan acara TPK dibagi menjadi empat hari dari hari ketujuh Lebaran sampai hari kesepuluh. Alat yang digunakan adalah kembang setaman, kupat, topeng kerbau, singkal dan garu, janur, dokar, dan tumpeng. Makna ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat khususnya masyarakat desa Boyolangu yang merupakan tempat berkembangnya tradisi ini, ketika mereka melakukan pekerjaan dalam perkawinan untuk mewujudkan rasa damai dalam hidup mereka. Fungsi tradisi puter kayun yang dilakukan oleh masyarakat Boyolangu adalah untuk menyelamatkan desa dan sosial budaya. Pergantian TPK setiap tahunnya selalu terutama dalam hal obat terutama jumlah dokar yang digunakan. Cara melestarikan TPK adalah dengan mewariskannya kepada keturunan masyarakat Boyolangu, mengubah cara TPK, dan didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi.
Kata Kunci : Folklor, Tradisi Puter Kayun, Buyut Jakso.
The puter kayun tradition in Boyolangu Village (TPK) is a form of local culture in Boyolangu Village, Giri District, Banyuwangi Regency, which is a semi-oral folklore. The purpose of this study is to explain the beginning, TPK procedures, understanding and meaning of TPK, TPK functions, TPK changes, and how to preserve TPK. The method used in this TPK research is descriptive qualitative, with techniques of observation, discussion, documentation, recording, and data validation. The tools used are a list of questions, a cell phone to take pictures and notes, a notebook to record important things. The results of this study are that TPK has a relationship between Buyut Jakso and watudodol, Puter Kayun is a former Boyolangu resident who refers to the services of Buyut Jakso who opened the road in Watudodol. The implementation of the TPK event is divided into four days from the seventh day of Eid to the tenth day. The tools used are the setaman flower, kupat, buffalo mask, singkal and rakes, janur, gig, and tumpeng. This meaning can serve as an example for the community, especially the Boyolangu village community where this tradition developed, when they do work in marriage to create a sense of peace in their lives. The function of the puter kayun tradition carried out by the Boyolangu people is to save the village and social culture. TPK changes every year, especially in terms of drugs, especially the number of doses used. The way to preserve TPK is by passing it on to the descendants of the Boyolangu community, changing the TPK method, and being supported by the Culture and Tourism Office of Banyuwangi Regency.
Keywords: Folklore, Puter Kayun Tradition, Great-grandfather Jakso.