TRADHISI KUPATAN ING DESA SUMBEREJO
KECAMATAN AMBULU KABUPATEN JEMBER
(TINTINGAN FOLKLOR)
KUPATAN ING TRADITION OF SUMBEREJO VILLAGE AMBULU DISTRICT, JEMBER DISTRICT (FOLKLOR TINTING)
Nama : Dzuhrotus Salwa Nafi’ah
NIM : 20020114040
Prodi : S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Fakultas : Bahasa dan Seni
Lembaga : Universitas Negeri Surabaya
Pembimbing : Drs. Sukarman, M.Si.,
Tahun : 2025
Tradhisi kupatan di Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember adalah warisan budaya awalnya berkembang sebagai wujud rasa syukur dan penyucian diri setelah bulan Ramadhan. Namun, seiring berkembangnya zaman, nilai dan makna tradisi ini mengalami pergeseran. Penelitian ini mengkaji Tradisi Kupatan dari perspektif folklor, dengan tujuan untuk menjelaskan (1) asal usul Tradhisi Kupatan di Desa Sumberejo, (2) pelaksanaan Tradhisi Kupatan di Desa Sumberejo, (3) bentuk dan makna perlengkapan yang dibutuhkan dalam Tradhisi Kupatan di Desa Sumberejo, (4) fungsi Tradhisi Kupatan di Desa Sumberejo, (5) perubahan dalam Tradhisi Kupatan di Desa Sumberejo, (6) upaya pelestarian Tradhisi Kupatan. Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Hasil data bersifat lisan dan tulisan, dengan instrumen penelitian berupa peneliti, daftar pertanyaan, lembar observasi, dan alat pendukung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tradhisi Kupatan di Desa Sumberejo dilaksanakan di Pantai Watu Ulo pada hari ketujuh bulan Syawal yang menjadi wujud syukur. Pelaksanaanya terbagi menjadi 2, yaitu slametan dan arak-arakan gunungan dan pegon. Tradhisi Kupatan telah mengalami pergeseran menjadi kegiatan arak-arakan dan juga didukung oleh upaya pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember yang menjadikan tradisi ini sebagai bagian dari acara Watu Ulo Pegon. Penelitian ini menunjukkan bahwa tradhisi kupatan berfungsi sebagai simbol budaya, sistem proyeksi, pengesahan pranata kebudayaan, sarana pendidikan, sarana pengawas norma, media penguatan identitas lokal dan daya tarik wisata. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan dalam menjaga kelestarian tradisi ini.
Kata Kunci: Tradhisi Kupatan, Folklor, Watu Ulo Pegon
(FOLKLOR STUDIES)
Name : Dzuhrotus Salwa Nafi'ah
Study Program : S1 Javanese Language and Literature Education
Faculty : Language and Arts
Institution : Universitas Negeri Surabaya
Supervisor : Drs. Sukarman, M.Si.
Year : 2025
Kupatan tradition in Sumberejo Village, Ambulu Sub-district, Jember Regency is a cultural heritage that has symbolic and religious meaning. This tradition initially developed as a form of gratitude and self-purification after the month of Ramadan, which was introduced through a cultural approach by Sunan Kalijaga. However, along with the times, the value and meaning of this tradition has shifted. This study examines the Kupatan Tradition from a folkloric perspective, with the aim of explaining (1) the origin of the Kupatan Tradition in Sumberejo Village, (2) the implementation of the Kupatan Tradition in Sumberejo Village, (3) the form and meaning of the equipment needed in the Kupatan Tradition in Sumberejo Village, (4) the function of the Kupatan Tradition in Sumberejo Village, (5) changes in the Kupatan Tradition in Sumberejo Village, (6) efforts to preserve the Kupatan Tradition. A descriptive qualitative approach was used in this research with interview, observation, and documentation methods as data collection techniques. The results of the data are oral and written, with research instruments in the form of researchers, questionnaires, observation sheets, and supporting tools.
The results showed that the Kupatan tradition in Sumberejo village is The Kupatan tradition in Sumberejo village is held at Watu Ulo Beach on the seventh day of the month of Syawal as an expression of gratitude. Its performance is divided into two parts, namely the slametan and the procession of gunungan and pegon. The Kupatan tradition has been transformed into a procession, influenced by globalisation and modernisation, but also supported by the efforts of the Jember Tourism and Culture Office, which has made this tradition part of the Watu Ulo Pegon event. This research shows that the kupatan tradition not only functions as a cultural symbol, but also as a projection system, a validation of cultural institutions, a means of education, a means of monitoring norms, a means of strengthening local identity and a tourist attraction. Therefore, there is a need for synergy between the government, community and educational institutions in preserving this tradition so that its original values are maintained amidst the dynamics of changing times.
Keywords: Kupatan Tradition, Folklore, Watu Ulo Pegon