Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah lahan yang pemanfaatannya untuk kepentingan penghijauan. Kurangnya RTH berdampak pada kualitas lingkungan hidup Kota Surabaya. Masalah lingkungan yang dihadapi yaitu banjir dan meningkatnya suhu udara. Permasalahan tersebut membuat Pemerintah Surabaya Periode Bambang D.H melakukan pengembangan RTH dengan merefungsi 13 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menjadi taman kota. Pengembalian fungsi lahan SPBU jalur hijau menjadi RTH bukan hal mudah. Sebab SPBU jalur hijau memiliki izin sehingga membutuhkan proses panjang dalam mengembalikan fungsi lahan SPBU menjadi RTH taman kota. Hal tersebut membuat penulis mengangkat judul skripsi tentang Kebijakan Bambang D.H Menciptakan Ruang Terbuka Hijau Bekas Lahan SPBU Kota Surabaya tahun 2002-2010.
Penelitian ini mengambil rumusan masalah yaitu tentang (1) Bagaimana Kebijakan Bambang D.H merubah lahan SPBU jalur hijau menjadi RTH taman kota tahun 2002-2010, dan (2) Bagaimana dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan adanya RTH taman kota bekas lahan SPBU. Penulis menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber penulisan menggunakan sumber tertulis berupa koran dan dokumen sezaman dan sumber lisan wawancara petugas taman kota.
Hasil penulisan menunjukan bahwa untuk mengatur keberadaan RTH, Pemerintah Surabaya masa kepemimpinan Bambang D.H mengajukan Raperda tentang RTH kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya. Kebijakan RTH Kota Surabaya kemudian diatur Perda Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan RTH. Kebijakan RTH mengatur batasan pemanfaatan RTH yang tidak sesuai dengan fungsinya. Kebijakan tersebut diimplementasikan dengan mengembalikan fungsi 13 lahan SPBU menjadi taman kota pasif dan aktif.
Terciptanya RTH bekas lahan SPBU di Surabaya memberi dampak positif dan negatif bagi Kota Surabaya. Dampak positif pada aspek sosial tercipta ruang baru bagi masyarakat Surabaya untuk bersosialisi. Pada aspek ekonomi, taman menjadi peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Dalam aspek lingkungan keberadaan taman kurang memberi dampak bagi kualitas udara Kota Surabaya. Tetapi vegetasi ke-13 taman tersebut memberi sumbangsih produksi oksigen kota yaitu mencapai 15.143.255,37 gram/per hari. Sedangkan dampak negatif dalam aspek sosial, taman dimanfaatkan pengunjung untuk kegiatan menyimpang seperti berpacaran. Pada aspek ekonomi muncul pengangguran akibat tutupnya SPBU jalur hijau. Dalam aspek lingkungan aktifitas PKL mengganggu keindahan dan kebersihan lingkungan taman.
Kata Kunci: Bambang D.H, Kebijakan RTH Bekas SPBU, Surabaya.
Green Open Space is land that is used for the benefit of greening. The lack of green space has an impact on the environmental quality of the city of Surabaya. Environmental problems faced are flooding and rising air temperatures. These problems led the Surabaya Government of the Bambang D.H Period to develop green open space by refurbishing 13 Gas Stations) into city parks. Returning the function of green gas station land to green space is not easy. Because Green Lane gas stations have permits so it requires a long process in returning the function of the gas station land to become a green space for city parks. This made the writer raise the title of the thesis on Bambang D.H's Policy to Create Green Open Space of the Former SPBU Land Surabaya in 2002-2010.
This research takes the formulation of the problem of (1) How Bambang D.H's policy changed the green belt gas stations to become green city green space in 2002-2010, and (2) How the social, economic, and environmental impacts of the urban green space of the former SPBU city park. The author uses historical research methods namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The writing source uses written sources in the form of newspapers and contemporaneous documents and oral sources interviewing city park officials.
The writing results show that to regulate the presence of green space, the Surabaya Government during the leadership of Bambang D.H submitted a draft regulation on green space to the Surabaya Regional House of Representatives. The Surabaya City Greenhouse Policy is then regulated by Regional Regulation No. 7 of 2002 concerning Green City Management. The green space policy sets limits on the use of green space that is not appropriate to its function. The policy is implemented by returning the function of 13 SPBU land areas to become passive and active city parks.
The creation of green space for ex-gas station in Surabaya has positive and negative impacts for the city of Surabaya. The positive impact on the social aspect created a new space for the people of Surabaya to socialize. In the economic aspect, the park is a business opportunity for the surrounding community. In the aspect of the environment the existence of the park has not had an impact on the air quality of Surabaya City. But the 13th vegetation of the park contributes to the city's oxygen production which reaches 15,143,255.37 grams/day. While the negative impact on social aspects, the park is used by visitors for deviant activities such as dating. On the economic aspect, unemployment arises due to the closure of green belt gas stations. In the environmental aspects of street vendors activities disturb the beauty and cleanliness of the park environment.
Keywords: Bambang D.H, Former SPBU Green Open Space Policy, Surabaya