PENGGUNAAN LUMPUR SIDOARJO (LUSI) SEBAGAI SUBSTITUSI FLY ASH DENGAN RASIO 1:3 PASIR PADA MORTAR GEOPOLIMER DENGAN NAOH 12 MOLAR DAN KONDISI SS/SH 0,5 DITINJAU DARI KUAT TEKAN DAN POROSITAS

USING SIDOARJO MUD (LUSI) AS FLY ASH SUBSTITUTION WITH 1:3 SAND RATIO IN GEOPOLYMER MORTAR WITH 12 MOLARS NAOH AND 0,5 SS/SH CONDITIONS REVIEWING FROM COMPRESIVE STRENGTH AND POROSITY

Lumpur Sidoarjo (LUSI) atau yang lebih dikenal sebagai Lumpur Lapindo merupakan lumpur panas yang menyembur keluar pada saat pengeboran di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Pada terjadinya bencana tersebut, volume keluarnya lumpur rata-rata mencapai 100.000 m³/hari, namun sejak tahun 2012 volume tersebut mengalami penurunan yaitu sebesar 25.000 – 50.000 m³/hari. Akibat terus menyemburannya sumber lumpur, berakibat pada daya tampung tanggul yang dapat di tampung. Supaya volume tanggul tidak penuh pihak BPLS membuang sebagian lumpur ke sungai Porong, namun hal ini memiliki dampak negatif pada lingkungan. Upaya lain yang dilakukan adalah menggunakan LUSI sebagai padatan untuk material bangunan, salah satunya adalah dengan mengolah LUSI menjadi bahan dasar beton geopolimer

Beton geopolymer pada masa sekarang ini sedang marak-maraknya dikembangkan oleh para ahli. Hal ini terjadi karena beton geopolymer dimungkinkan untuk dibuat dengan bahan-bahan sisa yang tidak terpakai lagi. Selain itu bahan-bahan sisa tersebut dapat digunakan untuk menghemat atau menggantikan fungsi semen. Beton geopolymer yang tidak menggunakan campuran semen sedikitpun, dapat mengurangi pelepasan karbon dioksida (CO₂) ke atmosfer. Hal ini bisa terjadi karena setiap penggunaan semen sebanyak satu ton dapat melepaskan kurang lebih satu ton CO₂ (Lloyd & Rangan, 2009).

Lebih lanjut, pada penelitian ini digunakan referensi jurnal ilmiah dan penelitian terdahulu yang kemudian dikembangkan dengan merancang variasi rasio SS/SH 12 Molar sebesar 0,5 dengan kadar solid larutan activator (W/S) sebesar 0,35  sehingga mendapatkan hasil rasio optimum penambahan Lumpur Sidoarjo (LUSI) terhadap abu terbang (fly ash)  pada mortar geopolimer. Pembuatan mortar geopolimer pada penelitian ini, memiliki bahan dasar antara lain: Lumpur Sidoarjo (LUSI), abu terbang (fly ash), kapur, air, dan bahan activator berupa campuran dari sodium silikat  dan sodium hidroksida. Penelitian ini memperlihatkan hasil pengujian dengan data dari uji kuat tekan, uji porositas, dan uji waktu ikat mortar kubus.

Hasil penilitian yang dilaksanakan, disimpulkan bahwa penggunaan Lumpur Sidoarjo (LUSI) sebagai substitusi abu terbang (fly ash) mengalami penurunan kuat tekan dan peningkatan nilai porositas. Kuat tekan optimum, terjadi pada benda uji tanpa Lumpur Sidoarjo (LUSI), dengan kadar abu terbang (fly ash) sebesar 80%. Kapur 20%, LUSI 0%, rasio (W/S) sebesar 0,35, dan (SS/SH 12 Molar) sebesar 0,5 yaitu pada mix design 2. Dengan nilai kuat tekan pada 28 hari sebesar 23,35 MPa, dan nilai porositas terkecil mencapai 12,23% pada 28 hari. Dilain pengujian, pada uji vicat mengalami penurunan waktu ikat yang signifikan. Dengan waktu ikat yang terjadi pada mix design 2 hingga mix design 12 berkisar antara 30 menit hingga 45 menit untuk waktu pengikatan awal, dan 285 menit hingga 375 menit untuk waktu pengikatan akhir mortar geopolimer.

Sidoarjo Mud (LUSI) or better known as Lapindo Mud is hot mud that gushes out during drilling in Balongnongo Hamlet, Renokenongo Village, Porong District, Sidoarjo, East Java, since May 29, 2006. In the occurrence of the disaster, the volume of mud discharge was average that reaches 100,000 m³/day, but since 2012 the volume has decreased by 25,000 - 50,000 m³/day. As a result of continuing to spray the source of mud, resulting in the capacity of the embankment that can be accommodated. So that the volume of embankment is not full, BPLS discharges part of the mud into the Porong river, but this has a negative impact on the environment. Another effort made is to use LUSI as a solid for building materials, one of which is to process LUSI into a geopolymer concrete base material.

Geopolymer concrete is currently being developed by experts. This happens because geopolymer concrete is possible to be made with residual materials that are not used anymore. Besides these waste materials can be used to save or replace the function of cement. Geopolymer concrete which does not use a mixture of cement at all, can reduce the release of carbon dioxide (CO2) into the atmosphere. This can happen because each use of cement as much as one ton can release approximately one ton of CO2 (Lloyd & Rangan, 2009).

Furthermore, in this study used scientific journal references and previous research which was later developed by designing a variation of 12 Molar SS/SH ratio of 0.5 with a solid level of activator solution (W/S) of 0.35 so as to obtain the optimum ratio of addition Sidoarjo Mud (LUSI) to fly ash on geopolymer mortars. The making of geopolymer mortar in this research, has basic ingredients including: Sidoarjo Mud (LUSI), fly ash, lime, water, and activator material in the form of a mixture of sodium silicate and sodium hydroxide. This study shows the test results with data from compressive strength test, porosity test, and cube mortar binding time test.

The results of the research carried out, concluded that the use of Sidoarjo mud (LUSI) as a substitution of fly ash has decreased compressive strength and increased porosity value. Optimum compressive strength, occurs in specimens without Sidoarjo mud (LUSI), with 80% fly ash content. Lime 20%, LUSI 0%, ratio (W / S) of 0.35, and (SS / SH 12 Molar) of 0.5, namely in mix design 2. With compressive strength at 28 days at 23.35 MPa, and the smallest porosity value reached 12.23% at 28 days. On the other hand, the vicat test experienced a significant decrease in the binding time. With the binding time that occurs in mix design 2 to mix design 12 ranges from 30 minutes to 45 minutes for the initial binding time, and 285 minutes to 375 minutes for the final binding time of the geopolymer mortar.