Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Timur. Terdapat banyak macam kesenian yang lahir dan berkembang di Kabupaten Nganjuk. Salah satu dari kesenian tersebut adalah jaranan. Jaranan adalah seni tari yang diciptakan untuk mengenang sayembara yang dibuat oleh Dewi Songgo Langit dan Klana Sewandana berasal dari Kediri. Pelestarian kesenian jaranan dilakukan oleh grup-grup seni jaranan, salah satu grup tersebut bernama Samboyo Putro. Grup kesenian jaranan Samboyo Putro adalah grup kesenian yang ada di Kabupaten Nganjuk sejak tahun 1996. Sebagai grup kesenian jaranan yang berusia kurang lebih 17 tahun, Samboyo Putro tetap eksis di dunia seni pertunjukan dengan ciri khas yang dimilikinya.
Rumusan masalah penelitian ini adalah 1) Latar belakang berdirinya grup kesenian jaranan Samboyo Putro di Dusun Ngetrep Desa Kurungrejo Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk pada tahun 1996, 2) Bagaimana eksistensi grup kesenian jaranan Samboyo Putro pada tahun 1996-2013. Penelitian dilakukan menggunakan 4 tahapan yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa latar belakang berdirinya grup kesenian Samboyo Putro ini berawal dari pertemanan yang terjalin antara Bopo Sudiono dan Bapak Sukirman. Setelah kematian Bapak Sukirman tahun 1992, Bopo Sudiono meminta izin untuk melestarikan grup kesenian jaranan ini di Kabupaten Nganjuk dengan nama yang sama tahun 1996. Bopo Sudiono mulai menggembyangkan Samboyo Putro pada akhir tahun 1996 dengan bantuan Pak Bandil untuk menata ulang grup kesenian jaranan ini. Tujuan Bopo Sudiono mendirikan Samboyo Putro di Nganjuk adalah untuk mengajak para pemuda yang tinggal di sekitar rumah Bopo Sudiono belajar seni jaranan.
Samboyo Putro mengalami masa kejayaan tahun 2008-2010 karena telah melakukan inovasi dan modifikasi. Modifikasi pertama dilakukan tahun 1996 dengan menambahkan sinden saat pementasan. Modifikasi yang kedua dilakukan tahun 2013 dengan mengubah lagu jaranan yang dinyanyikan sinden menjadi lagu pop dan melayu. Eksistensi grup kesenian jaranan Samboyo Putro dengan strategi (1) penambahan sinden (2) pembaruan kostum (3) menjaga mutu alat jaranan (4) menjaga mutu seniman jaranan (5) menjaga pangsa pasar agar Samboyo Putro dapat terus diterima oleh masyarakat banyak. Khususnya masyarakat Nganjuk yang mengenal grup kesenian jaranan ini dengan ciri khasnya.
Kata kunci : Jaranan, Samboyo Putro, Eksistensi
Nganjuk Regency is one of the regencies in East Java. There are many kinds of arts that were born and developed in Nganjuk Regency. One of these arts is jaranan. Jaranan is a dance art created to commemorate the competition made by Dewi Songgo Langit and Klana Sewandana from Kediri. The preservation of jaranan art was carried out by jaranan art groups, one of the groups was named Samboyo Putro. The Jaranan artistic group Samboyo Putro is an art group that has been in Nganjuk District since 1996. As a jaranan art group that is approximately 17 years old, Samboyo Putro still exists in the world of performing arts with its distinctive features.
The formulation of this research problem is 1) The background of the establishment of the Samboyo Putro jaranan arts group in Ngetrep Hamlet, Kurungrejo Village, Prambon District, Nganjuk Regency in 1996, 2) How was the existence of the Jaranan Putro art group Jaranan from 1996-2013. The study was conducted using 4 stages, namely heuristics, source criticism, interpretation and historiography.
The results of this study explain that the background of the establishment of Samboyo Putro arts group originated from the friendship between Bopo Sudiono and Mr Sukirman. After the death of Mr. Sukirman in 1992, Bopo Sudiono asked permission to preserve the Jaranan arts group in Nganjuk Regency of the same name in 1996. Bopo Sudiono began to support Samboyo Putro in late 1996 with the help of Pak Bandil to reorganize this jaranan art group. The purpose of Bopo Sudiono to establish Samboyo Putro in Nganjuk was to invite the young people who lived around the house of Bopo Sudiono to learn the art of jaranan.
Samboyo Putro experienced a heyday in 2008-2010 because of innovations and modifications. The first modification was carried out in 1996 by adding sinden during the performance. The second modification was carried out in 2013 by changing the jaranan songs sung by sinden to pop and Malay songs. The existence of the art group Jaranan Samboyo Putro with the strategy of (1) addition of sinden (2) costume renewal (3) maintaining the quality of the jaranan tool (4) maintaining the quality of the artists (5) maintaining market share so that Samboyo Putro can continue to be accepted by many people. Especially the Nganjuk people who know the Jaranan art group with its trademark.
Keywords: Jaranan, Samboyo Putro, Existence