RASISME DALAM CERPEN SUNLIE THOMAS ALEXANDER: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA
RACISM IN SUNLIE THOMAS ALEXANDERS STORIETTE: A STUDY OF LITERATURE SOCIOLOGY
Cerpen Keluarga Kudus dapat digolongkan sebagai cerpen satir dicirikan dengan ceritanya yang menyorot dan mengungkapkan hal-hal buruk mengenai sekelompok orang, masyarakat atau institusi atau lembaga dengan tujuan mengkritisinya menjadikan ceritanya sebuah kritik sosial. Dalam cerpen ini omniscient narrator atau sudut pandang orang ketiga serba tahu yang menjadikan narator adalah sang pengarang itu sendiri menuliskan ejekan-ejekan kepada tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita yang sekaligus juga melambangkan masyarakat pribumi sebab ditandai dengan penggunaan kata-kata daerah dalam percakapannya. Permasalahan inilah yang menjadi cerpen pilihan kompas tahun 2022 dipermasalahkan oleh para sastrawan. Objek dalam penelitian ini adalah cerpen karya Sunlie Thomas Alexander yang berjudul Karena Hantu Itu Tidak Ada, Kisah Sejumlah Permainan dan Keluarga Kudus Ketiga cerpen di atas diterbitkan koran kompas Karena Hantu Itu Tidak Ada pada tanggal 23 Februari 2020, Kisah Sejumlah Permainan tanggal 15 November 2020 dan Keluarga Kudus tanggal 07 Maret 2021. Cerpen Keluarga Kudus dianugerahi cerpen terbaik pilihan Kompas 29 Juni 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mencari unsur rasisme yang menjadi garis besar kritik dari Saut Situmorang pada cerpen Keluarga Kudus. Dua cerpen lain menjadi pembanding apakah cerpen sebelum Keluarga Kudus memiliki kecenderungan rasisme yang sama dan menjadi gaya penulisan dari si pengarang. Fenomena ini menarik untuk dikaji sebab akan menjadi percontohan untuk penulis cerpen bertipe satir, bagaimanakah menulis satir tanpa mengejek atau memang tulisan satir itu harus mengejek. Dalam penelitian ini akan mencari tahu wujud superioritas narator yang seolah mengejek tokoh-tokoh pribumi yang menurut Saut itu adalah sebuah wujud rasisme apakah benar terbukti secara teori.
highlights and reveals bad things about a group of people, society or institutions or fondation with the aim of criticizing it to make the story a social criticism. In this storiette, the omniscient narrator or third-person omniscient point of view makes the narrator the author himself write ridicule to the characters involved in the story, which also symbolizes indigenous people because it is marked by the use of regional words in the conversation. This problem is the storiette chosen by Kompas in 2022 being questioned by writers. The object of this study is a storiette by Sunlie Thomas Alexander entitled Karena Hantu Itu Tidak Ada, Kisah Sejimlah Permainan and Keluarga Kudus The three storiette above were published by the Kompas newspaper Karena Hantu Itu Tidak Ada on February 23, 2020, Kisah Sejumlah Permainan on November 15, 2020 and Keluarga Kudus on March 7, 2021. The storiette Keluarga Kudus was awarded the best short story by Kompas June 29, 2022. This study aims to look for elements of racism which form the outline of Saut Situmorangs criticism of the storiette Keluarga Kudus. Two other short stories serve as a comparison whether the storiette before Keluarga Kudus has the same racist tendencies and becomes the author's writing style. This phenomenon is interesting to study because it will serve as an example for satirical storiette writers, how to write satire without ridiculing or indeed satirical writing must ridicule. In this research, we will find out the form of superiority of the narrator who seems to mock indigenous figures which according to Saut is a form of racism, whether it is proven in theory.