SENI TARI SEBAGAI TERAPI PADA ANAK TUNAGRAHITA DI SMA NEGERI 4 SIDOARJO
DANCE AS A THERAPY FOR TUNAGRAHITA CHILDREN IN SMA NEGERI 4 SIDOARJO
Seni tari apabila dikaji lebih dalam banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, penanganan diri, menegakkan empati bersosial, meningkatkan kepercayaan diri, kedisiplinan, dan yang terpenting dari nilai bersangkutan dengan pertumbuhan jasmani dan rohani. SMA Negeri 4 Sidoarjo memanfaatkan Ekstrakurikuler seni tari untuk dijadikan terapi pada anak Tunagrahita karena manfaat terapi itu sendiri adalah menjadikan keadaan seseorang menjadi lebih baik. Terapi tari menggunakan metode imitasi dan metode pembelajaran untuk anak Tunagrahita yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan anak Tunagrahita di SMA Negeri 4 Sidoarjo. Tidak banyak Sekolah Menengah Atas yang mengetahui bahwa Ekstrakurikuler seni tari dapat dijadikan terapi. Hal tersebut membuat ketertarikan peneliti untuk mengulas dalam penelitian ini. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Ekstrakurikuler pembelajaran seni tari sebagai terapi pada anak Tunagrahita di SMA Negeri 4 Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang relevan dari skripsi dan jurnal. Landasan teori yang berasal dari beberapa ahli seperti Watson dan Edwin Guthrie. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dimana peneliti menyampaikan hasil penelitiannya sesuai dengan kejadian di Lapangan. Validitas data menggunakan teknik triangulasi dan analisis data.
Hasil dari penelitian sebagai berikut: pertama, pelaksanaan pembelajaran Ekstrakurikuler seni tari sebagai terapi pada anak Tunagrahita memiliki komponen-konponen dan langkah-langkah pelaksanaan. Menggunakan metode ceramah, praktik, tanya jawab dan metode imitasi yang mempunyai tiga tahapan yaitu melatih kontak mata, anak Tunagrahita meniru guru, dan pemberian hadiah. Kedua, setelah diberikan Ekstrakurikuler seni tari menggunakan metode imitasi menghasilkan perubahan tingkah laku yaitu meningkatnya percaya diri, kemampuan motorik mengalami perkembangan, bertambah fokus belajar, meningkatnya kreativitas dan komunikatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran Ekstrakurikuler seni tari sebagai terapi pada anak Tunagrahita menggunakan beberapa komponen dan langkah-langkah yang telah dibina oleh ibu Widya dibantu dengan ibu Ami dan ibu Ratna untuk menangani anak Tunagrahita. SMA Negeri 4 Sidoarjo merupakan sekolah reguler yang melayani pendidikan Inklusi. Tujuan dari Ekstrakurikuler seni tari memberikan wadah untuk mengembangkan potensi minat, bakat dan dapat dijadikan terapi yang mempunyai dampak positif bagi anak Tunagrahita. Menggunakan metode pembelajaran yang sudah disesuaikan denga anak Tunagrahita dan menggunakan metode imitasi. Ekstrakurikuler seni tari menunjukkan hasil dari aspek afektif mampu menunjukkan sikap percaya diri, kemampuan motorik telah mengalami perkembangan, bertambahnya fokus belajar, meningkatnya kreativitas dan komunikatif. Oleh sebab itu, Ekstrakurikuler seni tari dapat dijadikan terapi dalam membantu anak Tunagrahita untuk mengatasi hambatan-hambatan. Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan, maka dapat diajukan saram-saran yaitu diharapkan guru yang mengani anak Tunagrahiota menghimbau orang tua untuk mengikuti jalannya Ekstrakutikuler seni tari sebagai terapi agar orang tua dapat menerapkan saat dirumah dan hasil yang diberikan lebih optimal.
The art of dance, when examined in more depth, has many benefits for body health, self-management, upholding social empathy, increasing self-confidence, discipline, and most importantly from values related to physical and spiritual growth. SMA Negeri 4 Sidoarjo uses dance extracurricular activities to be used as therapy for mentally retarded children because the benefit of therapy itself is to make a person's condition better. Dance therapy uses imitation methods and learning methods for mentally retarded children that have been adapted to the needs of mentally retarded children in SMA Negeri 4 Sidoarjo. Not many high schools know that dance extracurricular activities can be used as therapy. This makes researchers interested in reviewing this research. The purpose of this study was to determine the extracurricular implementation of learning dance as therapy for mentally retarded children at SMA Negeri 4 Sidoarjo. This study uses relevant literature reviews from theses and journals. The theoretical foundation that comes from several experts such as Watson and Edwin Guthrie. The research method used a qualitative method with a phenomenological approach where the researcher delivered the results of his research according to the events in the field. The data validity used triangulation techniques and data analysis.
The results of the study are as follows: first, the implementation of extracurricular learning of dance as therapy in mentally retarded children has components and implementation steps. Using the lecture, practice, question and answer method and imitation method which has three stages, namely practicing eye contact, mentally retarded children imitate teachers, and giving gifts. Second, after being given extracurricular dance using the imitation method resulted in changes in behavior, namely increased self-confidence, developed motor skills, increased focus on learning, increased creativity and communication.
Based on the results of the research, it can be concluded that the implementation of extracurricular learning of dance as therapy for mentally retarded children has several components and steps that have been fostered by Mrs. Widya assisted by Mrs. Ami and Mrs. Ratna to handle children with mental retardation. SMA Negeri 4 Sidoarjo is a regular school that serves inclusive education. The purpose of dance extracurricular activities is to provide a platform for developing potential interests, talents and can be used as a therapy that has a positive impact on children with mental retardation. Using learning methods that have been adapted to mentally retarded children and using imitation methods. Dance extracurricular shows the results of the affective aspect of being able to show self-confidence, motor skills have experienced development, increased focus on learning, increased creativity and communication. Therefore, dance extracurricular activities can be used as therapy in helping mentally retarded children to overcome obstacles. Based on the conclusions that have been described, suggestions can be put forward, namely that it is hoped that teachers who treat children with intellectual disabilities will urge parents to follow the extracurricular course of dance as a therapy so that parents can apply it at home and the results given are more optimal.