Analisis Yuridis Terhadap Putusan Nomor 173/G/2014/PTUN.SBY Tentang Sengketa Pemanfaatan Tanah Untuk Pembangunan Hotel Di Jalan Anggrek Embong Kaliasin Surabaya

Juridical Analysis of Decision Number 173/G/2014/PTUN.SBY Concerning Disputes on Land Utilization for Hotel Development on Anggrek Street Embong Kaliasin Surabaya

Pada  konteks hukum agraria penyebutan harfia tanah dipergunakan dalam aspek yuridis, yaitu sebagai suatu makna yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Penggunaan tanah atau pemanfaatan tanah oleh masyarakat seringkali berbenturan dengan perencanaan tata ruang atau yang dikenal dengan istilah RTRW (Rencana Tata Ruang wilayah). Hal ini sebagaimana terjadi dalam putusan nomor 173/g/2014/Ptun.Sby di Kota Surabaya, dimana PT. PRIME GLOBAL ASIA, berkedudukan di Jalan Ciliwung Nomor 11 A Surabaya, mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan obyek sengketa putusan Pejabat TUN dalam hal ini Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya yang menolak penerbitan Surat Keterangan Rencana Tata Ruang Kota (SKTR) untuk rencana Penggugat yang akan membangun hotel di kawasan Embong Kaliasin. Dimana tanah tersebut disewanya dari Pihak PT. Kereta Api Indonesia selaku pemilik tanah dengan status tanah Hak Pakai Nomor: 4/Kel.Pacarkeling atas nama Departemen Perhubungan RI. Cq.Perumka. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 173/g/2014/Ptun.Sby, yang mengabulkan Petitum Penggugat agar tergugat dalam hal ini mencabut surat pemberitahuan surat keterangan Tata ruang yang menyatakan kawasan Embong Kaliasin merupakan kawasan RTH tidak boleh dibangun hotel. Dan bertujuan untuk mengetahui akibat hukum yang timbul bagi para pihak dalam putusan Nomor 173/g/2014/ Ptun.Sby. Penulisan artikel ini mengetrapkan suatu metode yuridis normatif, pendekatan regulasi (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approach), serta Pendekatan kasus (Case Approach).

In the context of agrarian law, the mention of the term land is used in a juridical sense, namely as a meaning that has been given official boundaries by the Basic Agrarian Law (UUPA). Land use or land use by the community often clashes with spatial planning or what is known as RTRW (regional spatial planning). This is what happened in decision number 173/g/2014/Ptun.Sby in the City of Surabaya, where PT. PRIME GLOBAL ASIA, domiciled at Jalan Ciliwung Number 11 A Surabaya, filed a lawsuit with the State Administrative Court (PTUN) with the object of the dispute over the TUN Officer's decision in this case the Head of Cipta Karya and Spatial Planning for the City of Surabaya who refused the issuance of a Certificate of City Spatial Planning (SKTR) for the Plaintiff's plan to build a hotel in the Embong Kaliasin area. Where the land was leased from PT. Kereta Api Indonesia as the owner of the land with Land Use Rights status Number: 4/Kel.Pacarkeling on behalf of the Ministry of Transportation of the Republic of Indonesia. Cq. Perumka. This article aims to find out the basic considerations of the Judge in Decision Number 173/g/2014/Ptun.Sby, which granted the Plaintiff's Petitum so that the defendant, in this case, revoked the notification letter on spatial planning which stated that the Embong Kaliasin area is an open green space area that hotels should not be built. And aims to determine the legal consequences that arise for the parties in the decision Number 173/g/2014/Ptun.Sby. The writing of this article uses a normative juridical method, statutory approach (Statute Approach), conceptual approach (Conceptual Approach), and case approach (Case Approach).