Mardiningsih. 2024. Tanda Kompetitif dalam Wacana Kontestansi Pemilihan Presiden Indonesia: Kajian Pragmahipersemiotika. Disertasi, Progam Studi S3 Pendidikan Bahasa dan Sastra, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya. Pembimbing (I): Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum., dan Pembimbing (II): Dr. Budinuryanta Yohanes, M.Pd.
Kata-kata kunci: tanda kompetitif, persaingan simbol verbal, pengungkapan konsep, daya persuasi, dan pragmahipersemiotika
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan tanda kompetitif dalam wacana kontestansi pemilihan presiden Indonesia: kajian pragmahipersemiotika, yang meliputi 1) persaingan simbol verbal dengan mendeskripsikan struktur lingual dalam wacana kontestasi pemilihan presiden Indonesia, 2) pengungkapan konsep tanda kompetitif dengan mendeskripsikan oposisi makna dalam wacana kontestasi pemilihan presiden Indonesia, dan 3) daya persuasi tanda kompetitif dengan mendeskripsikan tindak tutur dalam wacana kontestasi pemilihan presiden Indonesia. Fokus penelitian ini meliputi 1) persaingan simbol verbal dalam wacana kontestansi pemilihan presiden Indonesia, 2) pengungkapan konsep tanda kompetitif dalam wacana kontestansi pemilihan presiden Indonesia, dan 3) daya persuasi tanda kompetitif dalam wacana kontestansi pemilihan presiden Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan kajian pragma-hipersemiotika. Kerangka teoritis pragmahipersemiotika merupakan transdisipli-ner yang bertujuan mendalami pragmatik dengan memanfaatkan serangkaian prinsip-prinsip hipersemiotika. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pemaha-man yang lebih dalam terhadap makna, baik yang tersurat maupun tersirat, yang terkandung dalam tuturan. Melalui konsep-konsep ini, pragmahipersemiotika membuka potensi makna yang lebih luas dari komunikasi verbal. Data penelitian ini yaitu simbol verbal pada tuturan capres yang merupakan tanda kompetitif dalam wacana kontestasi pemilihan presiden (pilpres) Indonesia tahun 2019. Sumber data yaitu tuturan capres dalam debat capres pemilihan presiden (pilpres) Indonesia tahun 2019 yang disimak dari rekaman video di YouTube. Dari lima kali pelaksanaan debat capres pemilihan presiden Indonesia tahun 2019, yang digunakan sebagai sumber data yaitu tuturan capres dalam empat kali pelaksanaan debat yang disimak dari rekaman video YouTube. Empat kali pelaksanaan debat capres pemilihan presiden Indonesia tahun 2019 tersebut yaitu pada debat ke-1, ke-2, ke-4, dan ke-5. Pelaksanaan debat capres pilpres Indonesia tahun 2019 ke-3 tidak diikutsertakan sebagai sumber data karena penutur pada debat tersebut merupakan calon wakil presiden (cawapres).
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, simak bebas libat cakap, dan teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik pengumpulan data karena keseluruhan data tersedia dalam bentuk rekaman video di YouTube. Prosesnya melibatkan menyimak, mentranskripsikan, dan membaca ulang untuk mengidentifikasi data tanda kompetitif yaitu simbol verbal dengan memperhatikan pilihan kata, konstruksi frase, klausa, dan struktur kalimat yang merupakan data. Teknik analisis data menggunakan pragmatik fungsional dengan langkah-langkah meliputi, 1) deskripsi keseluruan konteks, 2) pencarian dan klasifikasi elemen-elemen yang bisa dipertukarkan, 3) pencarian akan tempat-tempat berhubungnya elemen-elemen, 4) identifikasi suatu pola, 5) penemuan perbedaan, dan 6) penyimpulan hasil penelitian. Untuk memastikan validasi data, dilakukan triangulasi dengan telaah mendalam dan diskusi teman sejawat.
Hasil penelitian ini mengungkapkan beberapa temuan yang signifikan. Pertama, terdapat tujuh kategori persaingan simbol verbal dalam debat capres pilpres Indonesia tahun 2019, yaitu: (1) kata (Kt) vs kata (Kt), (2) kata (Kt) vs klausa (Ks), (3) frasa (Fs) vs kata (Kt), (4) frasa (Fs) vs frasa (Fs), (5) klausa (Ks) vs kata (Kt), (6) Klausa (Ks) vs klausa (Ks), dan (7) kalimat (Kl) vs frasa (Fs). Dari kategori- kategori tersebut, persaingan simbol verbal kategori klausa vs klausa merupakan yang dominan digunakan oleh penutur (capres). Capres 01 cenderung menggu-nakan simbol verbal klausa dengan nada optimisme dan makna lebih luas daripada capres 02. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan struktur klausa memberikan nuansa yang berbeda dalam menyampaikan gagasan, menciptakan jaringan konsep dan makna yang lebih luas, serta mengarah pada pemahaman yang lebih kontekstual dan mendalam. Kedua, ditemukan bahwa pengungkapan konsep tanda kompetitif oleh masing-masing capres dominan menggunakan relasi opisisi kontradiktoris dan subaltern, namun minim menggunakan relasi oposisi kontraris. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan praktis dan normatif dalam pengungkapan konsep, serta menghindari penafsiran yang dikotomis, seperti diterima atau ditolak secara keseluruhan. Penghindaran kontraris, mengindikasikan untuk menghindari pernyataan yang berpotensi kontraproduktif. Dengan demikian, capres memilih strategi untuk menyajikan konsep secara nuansatif, menghindari penyajian yang terlalu tajam dan memberikan ruang bagi interpretasi yang kontekstual. Ketiga, berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa daya persuasi tanda kompetitif yang dominan digunakan capres 01 dan capres 02 adalah asertif dan komisif, sementara penggunaan tindak tutur direktif minim. Penghindaran direktif, mengindikasikan upaya untuk mengurangi risiko kurang demokratis. Capres 01 menggunakan tindak tutur asertif untuk menegaskan komitmennya terhadap nilai-nilai yang disampaikan, yang merupakan hal kunci dalam membangun kepercayaan publik dan memenangkan dukungan pemilih. Kombinasi tindak tutur asertif dan komisif tidak hanya memperkuat daya persuasi capres, tetapi juga mencerminkan strategi komunikasi yang diadaptasi untuk memenangkan dukungan pemilih dengan menekankan nilai-nilai, komitmen, dan janji nyata.
Mardiningsih. 2024. Competitive Signs in Indonesian Presidential Election Contest Discourse: Pragmahypersemiotics Study. Dissertation, PhD Study Program in Language and Literature Education, Faculty of Language and Art, Surabaya State University. Advisors (I): Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum., and Advisors (II): Dr. Budinuryanta Yohanes, M.Pd.
Keywords: competitive sign, verbal symbol competition, concept disclosure, persuasive power, and pragmahypersemiotics.
This research aims to discover the competitive signs in the discourse of the Indonesian presidential election contest: a pragmahypersemiotics study. This includes 1) the competition of verbal symbols by describing the lingual structure in the discourse of the Indonesian presidential election contest, 2) the disclosure of the concept of competitive signs by describing the opposition of meaning in the discourse of the Indonesian presidential election contest, and 3) the persuasive power of competitive signs by describing speech acts in the discourse of the Indonesian presidential election contest. The focus of this research includes 1) the competition of verbal symbols in the discourse of the Indonesian presidential election contest, 2) the disclosure of the concept of competitive signs in the discourse of the Indonesian presidential election contest, and 3) the persuasive power of competitive signs in the discourse of the Indonesian presidential election contest.
This research is a qualitative descriptive research with a pragmahypersemiotics approach. The theoretical framework of pragmahypersemiotics is transdisciplinary, aiming to delve deeper into pragmatics by utilizing a series of hypersemiotics principles. The goal is to develop a deeper understanding of meaning, both explicit and implicit, contained within utterances. Through these concepts, pragmahypersemiotics opens up broader potential meanings of verbal communication. The research data consists of verbal symbols in the presidential candidates' speeches, which are competitive signs in the discourse of the Indonesian presidential election (pilpres) in 2019. The data source is the speeches of presidential candidates during the presidential election debates in 2019, observed from video recordings on YouTube. Out of the five presidential debates held in 2019, the speeches from four debates were used as data sources, observed from YouTube video recordings. These four debates are the 1st, 2nd, 4th, and 5th debates. The 3rd debate of the 2019 Indonesian presidential election was not included as a data source because the speakers in this debate were vice-presidential candidates.
Data collection techniques used include documentation, free engagement listening, and note-taking. Free engagement listening and note-taking techniques are used for data collection because all data is available in video recording form on YouTube. The process involves listening, transcribing, and re-reading to identify competitive sign data, namely verbal symbols by noting word choice, phrase construction, clauses, and sentence structure as data. Data analysis techniques use functional pragmatics with steps including, 1) description of the overall context, 2) searching and classifying interchangeable elements, 3) searching for connections between elements, 4) identifying a pattern, 5) discovering differences, and 6) concluding the research findings. To ensure data validation, triangulation was conducted with in-depth review and peer discussion.
The results of this study revealed several significant findings. First, there are seven categories of verbal symbol competition in the 2019 Indonesian presidential election debates: (1) word (Wd) vs. word (Wd), (2) word (Wd) vs. clause (Cl), (3) phrase (Ph) vs. word (Wd), (4) phrase (Ph) vs. phrase (Ph), (5) clause (Cl) vs. word (Wd), (6) Clause (Cl) vs. clause (Cl), and (7) sentence (St) vs. phrase (Ph). Among these categories, the competition of verbal symbols in the clause vs. clause category is the most dominantly used by the speakers (presidential candidates). Candidate 01 tends to use verbal symbols in clauses with an optimistic tone and broader meaning than candidate 02. This indicates that the use of clause structures provides a different nuance in conveying ideas, creating a wider network of concepts and meanings, and leading to more contextual and in-depth understanding. Second, it was found that the disclosure of competitive sign concepts by each candidate dominantly uses contradictory and subaltern opposition relations, but minimally uses contrary opposition relations. This can be interpreted as an effort to maintain practical and normative balance in concept disclosure, and to avoid dichotomous interpretations, such as being accepted or rejected outright. The avoidance of contrary relations indicates an effort to avoid potentially counterproductive statements. Thus, candidates choose strategies to present concepts nuancedly, avoiding too sharp presentations and allowing for contextual interpretation. Third, based on the results of this study, it can be seen that the dominant persuasive power of competitive signs used by candidates 01 and 02 are assertive and commissive speech acts, while the use of directive speech acts is minimal. The avoidance of directive indicates an effort to reduce the risk of being undemocratic. Candidate 01 uses assertive speech acts to affirm his commitment to the values conveyed, which is key in building public trust and winning voter support. The combination of assertive and commissive speech acts not only strengthens the persuasive power of the candidate but also reflects a communication strategy adapted to win voter support by emphasizing values, commitments, and tangible promises.