DISPUTE LAND BETWEEN SENDI VILLAGE AND PERUM PERHUTANI KPH PASURUAN 1999-2017
Sengketa tanah desa Sendi dengan Perhutani KPH Pasuruan merupakan salah satu contoh konflik agraria yang sering terjadi di Indonesia. Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini yakni : 1) Bagaimana sejarah konflik sengketa tanah antara desa Sendi dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan pada tahun 1999-2017? 2) Bagaimana kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi konflik sengketa tanah antara desa Sendi dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan pada tahun 1999-2017? 3) Bagaimana dampak yang dirasakan oleh masyarakat desa Sendi terkait konflik sengketa tanah dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan pada tahun 1999-2017?. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan sejarah sengketa tanah desa Sendi dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan pada tahun 1999-2017, 2) Mengetahui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi konflik sengketa tanah desa Sendi dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan pada tahun 1999-2017, 3) Mengetahui dampak yang dirasakan oleh masyarakat desa Sendi terkait konflik sengketa tanah dengan Perum Perhutani KPH Pasuruan pada tahun 1999-2017. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah antara lain:1)Heuristik, 2) Kritik, 3) Interpretasi, dan 4) Historiografi.
Hasil penelitian ini adalah latar belakang terjadinya sengketa tanah desa Sendi dengan Perhutani KPH Pasuruan berawal dari sejarah penguasaan tanah pada zaman kolonial hingga pendudukan Jepang. Pada masa kolonial, lahan desa Sendi dijadikan sebagai perkebunan serai. Sehingga masyarakat desa Sendi terpaksa melarikan diri ke seda sekitar. Pasca kemerdekaan, lahan desa Sendi yang kosong kemudian dikuasai oleh Jawatan Kehutanan. Pada tahun 1999, Perhutani melakukan penebangan liar di lahan desa Sendi, sehingga menimbulkan konflik antara masyarakat desa dengan Perhutani. Pihak perhutani mengklaim bahwa lahan itu menjadi kepemilikannya karena ada bukti Berita Acara Tukar Menukar dan Pemberian Ganti Rugi B nomor 1-1931 tanggal 21 November 1931 dna B nomor 3-1932 tanggal10 Oktober 1932. Puncak dari konflik tersebut adalah Perhutani melaporkan masyarakat desa Sendi ke Polsek Mojokerto. Upaya pemerintah dalam mengatasi konflik tersebut adalah dengan bekerjasama dengan aparat hukum seperti polisi dan koramil, namun menemui jalan buntu. Kemudian solusi lain yang diberikan pemerintah memberikan rekomendasi bahwasannya desa Sendi dijadikan desa adat. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat desa Sendi terkait peristiwa sengketa tersebut adalah maraknya konflik sosial antara masyarakat desa dengan Perhutani, kemudian tingkat kesejahteraan masyarakat yang kurang dengan minimnya air dan penerangan serta fasilitas pendidikan yang kurang mendukung untuk memajukan kesejahteraan masyarakat desa Sendi.
Land dispute in Sendi village with Perhutani KPH Pasuruan is an example of agrarian conflicts that often occur in Indonesia. That prbolems examined in this study namely : 1) How is the history of land dispute conflicts between Sendi village and Perhutahi KPH Pasuruan in 1999-2017? 2) How are the policies issued by the government to resolve land dispute conflicts between Sendi village and Perhutani KPH Pasuruan in 1999-2017? 3) How was the impact felt by the Sendi village community regarding the land dispute conflict with Perhutani KPH Pasuruan in 1999- 2017?. While the puropose of this study is 1)Describe the history of land dispute in Sendi village with Perhutani KPH Pasuruan in 1999-2017? 2) Know the policies issued by the government to resolved land dispute conflicts between Sendi village and Perhutani in 1999-2017? 3) Know the impact felt by the Sendi village community regarding the land dispute conflict with Perhutani KPH Pasuruan in 1999-2017?. This research uses historical research metohds, including : 1) Heuristic 2) Criticism 3) Interpretation 4) Historiography.
The results of this study are the background of the land dispute between Sendi village and Perhutani KPH Pasuruan, starting from the history control during the Dutch colonial era the Japanese occupation. During the Dutch colonial period, Sendi village land was used as a lemon grass plantation. So that the people op Sendi village were forced to flee to the surrounding village. After independence, the empty land in Sendi village was then controlled by the Forestry Bureau. In 1999, Perhutani carried out illegal lgging on the land in Sendi village, causing conflict between the village community and Perhutani. Perhutani claims that the land beling to him because there is Evidence of The Exchange and Compensation Award B Number 1-1931 dated 21 November 1931 and B Number 3-1932 dated 10 October 1932. The peak of the conflict was Perhutani reporting the village community in Sendi to the Mojokerto Police. The government’s effort to resolve the conflict was by cooperating with legal officials such as the police and the Koramil, but it was deadlocked. Then, another soution issued by the