STUDI KEPUSTAKAAN PERAN GENDER ANDROGINI DAN CARA MEMBATASINYA BERDASAR PERSPEKTIF BIMBINGAN MULTIBUDAYA
LITERATURE STUDY OF ANDROGYNOUS GENDER ROLES AND HOW TO OVERCOME THEM BASED ON THE PERSPECTIVE OF MULTICULTURAL GUIDANCE
Keadaan individu yang merepresentasikan diri melalui peran gender androgini masih berada pada stereotip ambiguitas gender di tengah masyarakat Indonesia. Sebagai Negara multikultural yang memiliki konstruksi sendiri mengenai identitas gender berdasar nilai dan norrma yang berlaku. Label ambiguitas bahkan transgender yang melekat dalam diri individu androgini memposisikan kondisi yang tidaklah mudah untuk dapat diterima, diakui bahkan disukai. Membangun citra diri positif dan personal branding yang kuat melalui media sosial di tengah maraknya tren influence dijadikan sebagai upaya pertahanan diri. Meskipun pada praktiknya peran yang ditunjukkan di depan keluarga sesuai gender biologis berbeda dengan tampilan fleksibel di depan masyarakat. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kepustakaan berdasarkan 10 sumber jurnal sebagai fokus penelitian. Prosedur penelitian dilakukan secara dokumentasi dengan analisis isi sebagai sumber referensi. Hasil penelitian menunjukkan peran gender androgini dibentuk oleh adanya faktor instrinsik dan enstrinsik yaitu dorongan dari diri dan faktor pengaruh dari luar yang membentuk perilaku androgini. Diantara dua faktor tersebut, pengalaman kisah hidup menjadi dorongan diri yang memberikan pengaruh lebih banyak didukung dengan dorongan lingkungan. Keadaan ini menimbulkan beberapa dampak positif dan negatif bagi individu androgini maupun masyarakat. Pertimbangan penting identitas gender sebagai bagian dari budaya yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari, menunjukkan perlunya kehadiran peran konselor dan orangtua sebagai kontrol perilaku bagi anak untuk menekan adanya penyimpangan secara kesadaran etis, moral baik secara nilai religius maupun sosial budaya. Secara kognitif, perilaku dan emosional, memerlukan kontrol melalui prioritas pendidikan yang komprehensif. Ditunjukkan dengan pertingnya bimbingan multibudaya sebagai penyokong masyarakat yang sehat, seimbang dan berkelanjutan, untuk menjaga citra masa depan generasi muda Indonesia.
The situation of individuals who represent themselves through androgynous gender roles is still in the stereotype of gender ambiguity in Indonesian society. As a multicultural country that has its own construction of gender identity based on prevailing values and norms. The label of ambiguity and even transgender that is attached to androgynous individuals positions conditions that are not easy to be accepted, acknowledged and even liked. Building a positive self-image and strong personal branding through social media amidst the rise of influence trends are used as self-defense efforts. Although in practice the role shown in front of the family according to biological gender is different from the flexible display in front of society. Through a qualitative approach with a literature study research method based on 10 journal sources as the focus of research. The research procedure was carried out by documentation with content analysis as a reference source. The results showed that the androgynous gender role was formed by the presence of intrinsic and extrinsic factors, namely self-motivation and external influence factors that formed androgynous behavior. Between these two factors, life story experiences become self-motivation which gives more influence and is supported by environmental encouragement. This situation causes several positive and negative impacts for androgynous individuals and society. The important consideration of gender identity as part of culture that cannot be separated from everyday life, shows the need for the presence of the role of counselors and parents as behavioral control for children to suppress deviations in ethical and moral awareness, both religiously and socio-culturally. Cognitively, behaviorally and emotionally, requires control through comprehensive educational priorities. This is demonstrated by the importance of multicultural guidance as a supporter of a healthy, balanced and sustainable society, to maintain the future image of Indonesia's young generation.