REALISME MAGIS DAN MOTIF MISTISISME DALAM NOVEL KARYA SIMPLEMAN
(KAJIAN SOSIOANTROPOLOGI SASTRA)
MAGICAL REALISM AND MYSTICISM MOTIFS IN SIMPLEMAN'S NOVEL
(A SOCIO-ANTHROPOLOGICAL LITERARY STUDY)
Penelitian yang berjudul “Realisme Magis dan Motif Mistisisme dalam Novel Karya Simpleman (Kajian Sosioantropologi Sastra)” ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) realisme magis ternarasikan dalam novel karya Simpleman; (2) motif mistisisme ditinjau dari perjalanan dan tujuan mistisisme dalam novel karya Simpleman; serta (3) mengungkapkan konteks sosial budaya yang melatarbelakangi munculnya narasi realisme magis dan motif mistisisme dalam novel karya Simpleman. Penelitian ini memanfaatkan teori realisme magis Faris dan mistisisme Mulder. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan teknik analisis data menggunakan metode deskriptif analitik dan metode hermeneutik. Data yang dianalisis sesuai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni narasi realisme magis, motif mistisisme, serta konteks sosial budaya yang melatarbelakangi munculnya narasi realisme magis dan motif mistisisme dalam novel-novel karya Simpleman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel karya Simpleman, realisme magis dikaji melalui interaksi yang tidak terpisahkan antara karakteristik-karakteristik seperti irreducible element, phenomenal world, unsettling doubt, merging realism, dan disruption of time, space, and identity, yang keseluruhan saling memengaruhi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Selain itu, dalam novel karya Simpleman, motif mistisisme tergambar melalui perjalanan dan tujuan mistisisme tokoh-tokohnya yang cenderung menghormati benda-benda mitologi dan dewa-dewa (makhluk halus dan roh), dengan melakukan tapa sebagai upaya mencapai kesucian dan koneksi spiritual baik berlandaskan pada motif egoistis yang dinilai magis dan duniawi serta berpotensi merusak, serta motif positif. Dengan demikian, narasi realisme magis dan motif mistisisme dalam novel karya Simpleman dilatarbelakangi oleh konteks sosial budaya Jawa yang masih populer di Indonesia, di mana tradisi-tradisi Jawa, dukungan pemerintahan yang didominasi oleh orang Jawa, serta media massa dan dunia hiburan yang mengangkat mitos dan makhluk halus dalam setting modern, semuanya berkontribusi pada minat orang Jawa terhadap hal-hal magis. Hal tersebut memunculkan isu-isu sosial budaya yang real pada masyarakat Jawa sesuai konteks dalam novel karya Simpleman antara lain (1) orang Jawa percaya pada hal-hal mistis berkaitan dengan adanya isu objek magis (tempat, makhluk halus, dan benda); (2) dukun menjadi salah satu alternatif untuk mewujudkan harapan bagi masyarakat Jawa; (3) santet sebagai kearifan lokal bagi masyarakat Jawa sebagai suatu peristiwa magis.
Dengan demikian, penelitian ini mengukuhkan suatu kepercayaan mengenai mitos di Jawa sekaligus merombaknya. Konteks sosial budaya yang melatarbelakangi munculnya novel karya Simpleman disebabkan oleh adanya kebudayaan Jawa yang sampai saat ini masih eksis serta kembali populernya hal-hal yang berbau tradisional pada era modern saat ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam novel karya Simpleman, penggunaan karakteristik realisme magis Faris dan mistisisme Mulder bertujuan untuk mengukuhkan kepercayaan masyarakat Jawa terhadap mitos dan hal-hal magis sebagai pusat cerita, serta untuk memperkenalkan kompleksitas budaya dan kepercayaan lokal kepada pembaca. Dalam karyanya, Simpleman berusaha pula merombak sesuatu yang berbau sakral menjadi sesuatu yang berbau rutin misalnya dengan memunculkan makhluk halus bukan hanya pada malam hari tetapi pada siang/sore hari; memunculkan makhluk halus tidak hanya pada tempat sakral melainkan dimunculkan pula pada tempat rutin (ruang publik); dan membentuk karakter tokoh yang multiple identity maksudnya ialah tokoh-tokoh yang memiliki identitas pada umumnya dikaitkan pula dengan kepemilikan identitas sakral (kemampuan magis). Selain itu, Simpleman juga berusaha untuk menampilkan motif positif dalam praktik-praktik mistisisme yang selama ini masyarakat hanya mengenal adanya motif egoistis dalam praktik mistisisme.
The research titled “Magical Realism and Mysticism Motifs in Simpleman’s Novels (Socioanthropological Literary Study)” aims to describe (1) the narration of magical realism in Simpleman's novels; (2) the mysticism motifs examined from the journey and goals of mysticism in Simpleman's novels; and (3) reveal the socio-cultural context behind the emergence of magical realism narration and mysticism motifs in Simpleman's novels. This study utilizes Faris's theory of magical realism and Mulder's mysticism. It is a qualitative study employing descriptive-analytic and hermeneutic methods for data analysis. The data analyzed corresponds to the issues raised in this research, namely the narration of magical realism, mysticism motifs, and the socio-cultural context underlying the emergence of magical realism and mysticism motifs in Simpleman's novels.
The research findings indicate that in Simpleman's novels, magical realism is examined through the inseparable interaction of characteristics such as irreducible element, phenomenal world, unsettling doubt, merging realism, and disruption of time, space, and identity, all of which influence each other and cannot be separated. Additionally, in Simpleman's novels, the motif of mysticism is depicted through the journeys and goals of the characters' mysticism, which tend to respect mythological objects and deities (spirits and supernatural beings), by performing tapa (meditation) as an effort to achieve purity and spiritual connection. This is done based on both egoistic motives deemed magical and worldly and potentially destructive, as well as positive motives. Thus, the narratives of magical realism and mysticism motifs in Simpleman's novels are influenced by the Javanese socio-cultural context that remains popular in Indonesia. Javanese traditions, the support of a government dominated by Javanese people, and mass media and entertainment that highlight myths and supernatural beings in modern settings all contribute to the Javanese interest in magical elements. This gives rise to real socio-cultural issues within Javanese society as depicted in Simpleman's novels, including: (1) Javanese people believe in mystical elements related to magical objects (places, spirits, and items); (2) shamans are considered an alternative to fulfilling the hopes of Javanese people; (3) santet (witchcraft) is regarded as local wisdom and a magical event by the Javanese community.
Thus, this study both affirms and reshapes the belief in myths in Java. The socio-cultural context underlying the emergence of Simpleman's novel is driven by the enduring presence of Javanese culture and the renewed popularity of traditional elements in the modern era. Consequently, this research demonstrates that in Simpleman's novel, the use of Faris's characteristics of magical realism and Mulder's mysticism aims to affirm Javanese society's belief in myths and magical elements as the core of the story, as well as to introduce the complexity of local culture and beliefs to readers. In his work, Simpleman also seeks to transform the sacred into the routine, such as by depicting spirits not only at night but also during the day/evening, featuring spirits not only in sacred places but also in routine (public) spaces, and creating characters with multiple identities, meaning characters who possess both common and sacred (magical) identities. Additionally, Simpleman strives to present positive motives in mystical practices, contrasting the predominantly known egoistic motives in mysticism with positive ones.