KAJIAN BENTUK DAN MAKNA TATA RIAS TARI BEDHAYA ANGRON AKUNG GAYA PURA PAKUALAMAN DI YOGYAKARTA
AN ANALYSIS OF THE FORM AND SIGNIFICANCE OF MAKEUP IN THE BEDHAYA ANGRON AKUNG DANCE OF THE PURA PAKUALAMAN STYLE IN YOGYAKARTA
Bedhaya Angron Akung merupakan tarian sakral dari Kadipaten Pakualaman yang diciptakan oleh Paku Alam II. Gaya tari Bedhaya Angron Akung merupakan perpaduan antara gaya Yogyakarta dan Surakarta, yang dikenal sebagai gaya Pura Pakualaman. Tarian ini mengisahkan pernikahan Raden Panji Inu Kertapati dengan Dewi Sekartaji. Penelitian ini bertujuan mengkaji bentuk serta makna dari tata rias, tatanan rambut, busana, dan aksesoris yang digunakan dalam tarian tersebut. Pendekatan deskriptif kualitatif melalui wawancara dan observasi terhadap narasumber yang ahli di bidang tata rias dan seni tradisional menunjukkan bahwa setiap elemen tarian, seperti tata rias wajah Paes Ageng, tatanan rambut, busana, dan aksesoris, memiliki makna filosofis yang mendalam, erat kaitannya dengan nilai-nilai spiritual dan budaya Jawa. Penelitian ini menegaskan bahwa Tari Bedhaya Angron Akung tidak hanya sekadar pertunjukan estetis, tetapi juga berfungsi sebagai media penyampaian pesan moral, filosofi kehidupan, dan spiritualitas yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Bedhaya Angron Akung is a sacred dance from the Pakualaman Duchy, created by Paku Alam II. The Bedhaya Angron Akung dance style is a blend of Yogyakarta and Surakarta styles, known as the Pura Pakualaman style. The dance tells the story of the marriage between Raden Panji Inu Kertapati and Dewi Sekartaji. This research aims to examine the forms and meanings of the makeup, hairstyles, costumes, and accessories used in the dance. A qualitative descriptive approach, through interviews and observations with experts in makeup and traditional arts, reveals that each element of the dance, such as the Paes Ageng facial makeup, hair arrangement, costumes, and accessories, holds deep philosophical meanings, closely linked to Javanese spiritual and cultural values. This study emphasizes that Bedhaya Angron Akung is not merely an aesthetic performance but also serves as a medium for conveying moral messages, life philosophy, and spirituality passed down from generation to generation.