THE TRADITION OF ENCEK-ENCEKAN IN SITIARJO VILLAGE SUMBERMANJING WETAN DISTRICT MALANG REGENCY (FOLKLORE STUDIES)
Tradisi bersih desa masih banyak dilakukan masyarakat, khususnya di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Masyarakat Sitiarjo mewujudkan rasa syukurnya dengan mengadakan Tradisi Encek-encekan. Encek terbuat dari debog atau kulit pohon pisang yang berisi nasi dan lauk. Mulai dari tua hingga muda, mereka berkumpul membawa encek sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan penjelasan tersebut menunjukkan bahwa peneliti ingin mendalami Encek-encekan secara utuh. Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) awal mula Desa Sitiarjo dan encek-encekan di Desa Sitiarjo, 2) prosesi encek-encecan, 3) perlengkapan yang digunakan dan makna simbolik encek-encekan, 4 ) manfaat encek-encekan bagi masyarakat Desa Sitiarjo. Penelitian ini berdasarkan data-data yang ada kemudian dianalisis menggunakan analisis teori folklor dari James Danandjaja dalam Cokrowinoto (1986:3), sedangkan konsep manfaatannya menggunakan konsep Bascom (1965:3-20), kemudian konsep dampaknya menggunakan konsep Hikmah Arif (2009:10), dan dilestarikan menggunakan konsep A.W. Widjaja (1986). Selama ini kajian tradisi encek-encekan menggunakan metode penelitian langsung di lapangan dan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara dan observasi. Dan sumber data sekunder diperoleh dari data yang ada di desa, jurnal, dokumentasi, dan wawancara dengan beberapa warga.
Hasil penelitian mengenai tradisi encek-encekan dapat dipahami bahwa Desa Sitiarjo membuka hutan besar yang dijadikan desa kecil untuk para pengembara. Tradisi Encek-encek mempunyai urutan pelaksanaan yang dimulai dari musyawarah, penyiapan tempat, penyiapan perlengkapan, sembahyang, berkumpul di tugu macan, kirab budaya, pasrah tinampi, resepsi, murak encek dan terakhir pertunjukan wayang kulit. Dan perlengkapan yang ada dalam tradisi encek-encekan adalah bendera merah putih, padi dan kendi, tumpeng agung, encek brok. Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pendidikan, sebagai alat kontrol sosial, sebagai alat validasi budaya, dan yang terakhir adalah kegunaan untuk mendatangkan keberkahan. Dampak yang ditimbulkan dari tradisi encek-encekan jika tidak dilakukan adalah dapat menimbulkan bahaya seperti banjir. Untuk melestarikan tradisi encek-encekan masyarakat Desa Sitiarjo menggunakan berbagai cara, seperti mewariskan cerita kepada cucu-cucunya atau mengajarkan ilmu Jawa yang dimilikinya kepada para pemuda yang ingin mempelajari tradisi encek-encekan.
Kata kunci: Folklor, Tradhisi, Encek-encekan.
Many people still carry out the village clean tradition, especially in Sitiarjo Village, Sumbermanjing Wetan District, Malang Regency. The Sitiarjo people realize their success by upholding the Encek-encecan Tradition. Encek is made from “debog” or banana midrib containing rice and side dish. From old to young, they gather to carry Encek as a symbol of gratitude to God Almighty. Based on this explanation, it shows that the researcher wants to explore Encek-encekan fully. The contents of this research are: 1) The beginnings of Sitiarjo Village and Encek-encekan in Sitiarjo Village, 2) The Encek-encekan procession, 3) The tools used and the symbolic meaning of Encek-encekan, 4) The benefit of Encek-encekan for the people of Sitiarjo Village. This research is based on existing data and then analyzed using folklore theory analysis from James Danandjaja in Cokrowinoto (1986:3), whereas the utilization concept uses the Bascom concept (1965:3-20), then the impact concept uses the Hikmah Arif concept (2009:10 ), and preserved using the concept of A.W. Widjaja (1986). So far, studies of the Encek-encekan tradition used direct field research and qualitative descriptive methods. The data sources for this research are divided into two, namely primary data sources and secondary data sources. Primary data sources that will be used to collect data are interviews and observations. And secondary data sources were obtained from existing data in the village, journals, documentation, and interviews with several residents. From the results of research on small village traditions, it can be understood that Sitiarjo Village opened a large forest which became a small village for nomads. The Encek-encek tradition has a set of rules starting from deliberation, preparing a place to stay, preparing medicine, praying, gathering at the tiger monument, cultural ceremonies, resigned, welcoming, eating Encek, and finally the Wayang Kulit performance. And the provisions in the Encek-encekan tradition are the red and white flag, rice and pitcher, tumpeng agung, encek brok. The benefits of this research are as a projection system or mirror, as an educational tool, as a social control tool, as a cultural validation tool, and the last is use for emphasize blessings. The impact of the Encek-encekan tradition if it is not carried out is that it can cause dangers such as flooding. To conserve the Encek-encekan tradition, the people of Sitiarjo Village use various methods, such as passing down stories to their grandchildren or teaching their Javanese knowledge to young people who want to learn the encek-ecekan tradition.
Keywoard: Folklore, Tradhition, Encek-encekan.