KONSTRUKSI KONSEP RUANG BURUH BANGUNAN DENGAN TIPE DRAMATIK PADA KARYA TARI ’’TUBUH TEMBOK’’
CONSTRUCTION OF BUILDING ROOM CONCEPT WITH DRAMATIC TYPE IN DANCE '' TUBUH TEMBOK ''
Karya tari Tubuh Tembok merupakan visualisasi konsep ruang yang dikonstruksi dalam sebuah garapan tari bentuk baru. Dalam karya tari ini menampilkan beberapa babak atau adegan yang menggambarkan bentuk kerja yang dilakukan oleh buruh bangunan pada sebuah kegiatan proyek. Fenomena yang terjadi pada proses kerja mereka yakni kegiatan tersebut selalu dikerkjakan secara bergotong royong dengan minimal 2 orang dan melakukan kegiatan yang beragam, mulai dari mengaduk semen, mengecat, memanjat instalasi, hingga menyempurnakannya. Setiap pekerjaan yang mereka lakukan tersebut dilakukan secara bertahap dan saling berkaitan antara satu pekerja dengan pekerja yang lain. Fokus karya pada karya tari ini yaitu mengungkap konstruksi konsep ruang apapun yang terjadi pada kegiatan kerja buruh bangunan yang akan disajikan dengan tipe dramatik.
Penciptaan karya tari ini tidak terlepas dari beberapa refrensi karya yang relevan yang hampir sama penciptaannya dengan karya tari Tubuh Tembok. Adapun karya yang menjadi refrensi dalam karya ini adalah karya tari White Stones ciptaan Moh. Harianto, dan juga karya Tari Room-Rock karya tari Nanda Cahya Ardiyanto. Pendekatan karya tari ini didukung oleh teori-teori antara lain Konstruksi 1 dari Jacqueline Smith, Konsep Ruang dan Teori tari Dramatik dari Sal Murgianto.
Metode penciptaan yang digunakan dalam karya tari Tubuh Tembok ini menggunakan metode konstruksi. Konstruksi merupakan sebuah metode mengkonstruk atau merubah suatu bentuk yang sudah ada menjadi bentuk atau gaya yang berbeda. Konstruksi mempunyai tahapan penciptaan mulai dari rangsangan awal, menentukan tipe tari, penentuan mode penyajian karya, eksplorasi gerak dan semacamnya, improvisasi, analisis dan evaluasi dan yang tahap terakhir adalah penghalusan. Adapun tema pada karya tari ini yaitu ruang, judul karya Tubuh Tembok, tipe tari yang digunakan dramatik. Scenario karya ini dimulai dari intro penggambaran otot buruh bangunan, kemudian adegan 2 menggambarkan kegiatan kerja awal, disusul adegan 3 penggambaran kegiatan kerja berat, kemudian adegan 4 menggambarkan tekad dan kegigihan, adegan 5 konflik batin , dan terakhir menggambarkan keikhlasan. Teknik yang digunakan pada karya ini adalah keseimbangan dan olah tubuh yang akhirnya menciptakan gaya yang orisinal dari karya ini. Karya ini tidak meggunakan tata rias namun tetap menggunakan busana yang sederhana disesuaikan dengan keadaan aslinya. Iringannya adalah editing musik. Selanjutnya menuju tahap proses penciptaan, diawali dengan melihat objek nyata secara langsung, kemudian muncul rangsang awal, dilanjutkan tahap eksplorasi, kemudian improvisasi dan yang terakhir adalah evaluasi dari keseluruhan proses.
Analisa pada karya tari ini adalah, adegan satu atau intro. Pada adegan ini satu penari berdiri didepan tembok dengan bergerak memperlihatkan otot-otot tubuhnya. Pada adegan ini dikemas dengan suasana yang menegangkan dan mengagetkan guna untuk menggugah dan membuat penasaran penonton. Selanjutnya adalah adegan dua, pada adegan ini terlihat satu penari melakukan gerak sendiri dengan menonjolkan gerak-gerak kaki, menggambarkan kaki sebagai tiang atau penopang. Kemudian satu penari yang lain masuk kedalam panggung dan menuju kepojok depan. Penari tersebut melakukan gerak mengecat. Pada adegan tiga koreografer memberikan suasana yang berbeda dari sebelumnya. Pada adegan ini mengalami penurunan dramatikal. Adegan ini menggambarkan saat pekerja buruh bangunan harus mampu dan berani berada diatas ketinggian serta melakukan kerjanya. Selanjutnya masuk pada adegan ke empat. Adegan ini diawali dengan penari melepas pakaiannya dan dilanjutkan dengan mengaduk semen dengan kakinya. Pada adegan ini memiliki maksud bahwa seorang buruh bangunan sedang dalam keadaan yang dilematis bahwa mereka harus memiliki tekad yang kuat serta gigih dalam bekerja walau pekerjaan mereka berat dan beresiko tinggi. Suasana dalam adegan ini adalah tenang menuju kesemangat, suasana ini diciptakan koreografer untuk mengangkat emosi dari adegan sebelumnya. Pada adegan ke lima atau klimaks ini menggunakan suasana yang kembali tegang dan semakin memuncak menggambarkan kekuatan yang pada dirinya walau harus berhadapan dengan kesulitan apapun, kemudian seluruh badan yang dilumuri oleh semen menggambarkan tubuh yang memiliki sifat keras dan kuat seperti tembok. Dan pada adegan yang terakhir atau ending, suasana kembali menurun untuk membentuk anti klimaks dari semua adegan diawal. Suasana pada adegan ini yaitu haru, menggambarkan ketulusan dan keikhlasan buruh bangunan yang diibaratkan telah menjadi satu dengan tembok. Hal ini memiliki arti bahwa sekeras apapun kehidupannya mereka akan tetap kuat dan kokoh serta akan tetap menjalaninya.
Karya tari Tubuh Tembok tidak bisa ditampilkan secara langsung dikarenakan pandemic COVID-19 yang tengah melanda. Alhasil karya tari ini dipentaskan secara virtual dan memanfaatkan teknik videografi. Koreografer berharap kepada seniman muda, walaupun keadan sedang tidak menentu seperti ini jangan pernah berhenti untuk berkarya.
The Tubuh Tembok dance work is a visualization of the concept of space constructed in a new form of dance. In this dance displays several acts or scenes depicting the form of work performed by construction workers in a project activity. The phenomenon that occurs in their work process is that this activity is always worked together with at least 2 people and carries out various activities, ranging from stirring cement, painting, climbing installations, to perfecting it. Every work they do is carried out in stages and is interrelated from one worker to another. The focus of this dance work is to reveal the construction of any spatial concepts that occur in construction workers' work activities which will be presented in a dramatic type.
The creation of this dance work cannot be separated from several references to relevant works which are almost the same as the creation of the Tubuh Tembok dance. The work that becomes a reference in this work is the White Stones dance created by Moh. Harianto, and also the work of Room-Rock Dance by Nanda Cahya Ardiyanto. The approach of this dance work is supported by theories including Construction 1 from Jacqueline Smith, Space Concepts and Dramatic Dance Theory by Sal Murgianto.
The construction method used in the Tubuh Tembok dance uses the construction method. Construction is a method of constructing or changing an existing form into a different shape or style. Construction has stages of creation starting from initial stimulation, determining the type of dance, determining the mode of presentation of the work, exploring motion and the like, improvisation, analysis and evaluation and the last stage is refinement. The theme in this dance work is space, the title of the Body Tembok work, the type of dance used is dramatic.
The scenario of this work starts from the intro depicting the muscles of construction workers, then scene 2 depicting initial work activities, followed by scene 3 depicting hard work activities, then scene 4 depicting determination and persistence, scene 5 inner conflicts, and finally depicting sincerity. The techniques used in this work are balance and body work which ultimately creates the original style of this piece. This work does not use make-up but still uses simple clothes to suit the original situation. The accompaniment is music editing. Next to the stage of the creation process, starting with seeing real objects directly, then the initial stimulation appears, followed by the exploration stage, then improvisation and finally the evaluation of the whole process.
The analysis in this dance work is scene one or intro. In this scene, a dancer stands in front of the wall, moving to reveal his body muscles. This scene is packed with a tense and shocking atmosphere in order to arouse and intrigue the audience. Next is scene two, in this scene you can see a dancer moving on his own by accentuating his footwork, depicting the foot as a pillar or support. Then another dancer entered the stage and headed to the front corner. The dancer makes a painting move. In the three scenes the choreographers give a different atmosphere than before. This scene experienced a dramatic decline. This scene depicts when construction workers must be able and courageous to be above the height and do their work. Then enter the fourth scene. This scene begins with the dancer taking off his clothes and continues by stirring the cement with his feet. In this scene it means that a construction worker is in a dilemma that they must have a strong determination and be persistent in working even though their work is heavy and at high risk. The atmosphere in this scene is calm to passionate, this atmosphere was choreographed to lift the emotions from the previous scene. In the fifth scene or the climax, which uses an atmosphere that is tense again and increasingly peaks, it describes the strength which itself must face any difficulty, then the whole body covered with cement depicts a body that has a hard and strong character like a wall. And in the last scene or ending, the atmosphere goes back down to form the anti-climax of all the scenes at the beginning. The atmosphere in this scene is emotion, depicting the sincerity and sincerity of the construction workers who are likened to having become one with the wall. This means that no matter how hard their life is, they will remain strong and sturdy and will still live it.
The Tembok Tembok dance cannot be performed directly due to the COVID-19 pandemic that is currently occurring. As a result, this dance work is staged virtually and utilizes videography techniques. Choreographers hope that young artists, even though their circumstances are uncertain like this, will never stop