Motif Batik Klasik Sendang: Artefak Pertemuan Sinkretisme Jawa dan Islam
Sendang Classical Batik Motifs: Artifacts of Javanese Syncretism with Islam in Lamongan.
Batik Sendang merupakan batik yang ada di Kabupaten Lamongan mulai dari jaman Kesunanan yang hingga kini masih berkembang dengan beragam macam dan jenisnya. Batik Sendang yang kini berkembang terlahir oleh tangan-tangan dingin para sunan di Lamongan yang memadukan banyak unsur yang ada pada kebudayaan Jawa-Hindu dengan Islam yang tengah disebarkan. Salah satu batik klasik Sendang yakni motif Singo Mengkok mulai 2018 dibangkitkan kembali sebagai komponen Baju Khas Lamongan yang wajib digunakan oleh para pejabat daerah Lamongan. Namun keseluruhan bentuk motif diubah dengan alasan motif Singo Mengkok adalah motif yang sulit ditiru dan membutuhkan ritual. Motif-motif klasik Sendang pada dasarnya beragam dan berarti sakral bagi masyarakat Sendang karena menjadi media dakwah Sunn Drajat dan Sunan Sendangduwur yang dikenal memadukan banyak budaya dan keyakinan baik yang baru maupun yang lama, sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis simbol-simbol dan bentuk dari percampuran budayanya yang menghasilkan sinkretisme antara Jawa-Hindu dengan Islam, sehingga menggunakan teori interpretasi simbolik milik Cliford Geertz. Melalui teori interpretasi simbolik Clifford Geertz tujuannya adalah memperoleh analisis simbol, analisis makna kognitif dan analisis makna evalutatif pada setiap motif klasik batik Sendang.
Penelitian ini menitik beratkan pada model penelitian etnografi, sehingga data-data diperoleh melalui interaksi pada wilayah dan masyarakat khusus yakni di Desa Sendang, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah observasi, wawancara, dokumentasi dan studi literasi. Data- data kemudian dia\analisis dan interpretasi sesuai dengan teori interpretasi simbolik Clifford Geertz yakni analisis simbol, analisis makna kognitif dan analisis makna evaluatif.
Hasil penelitian ini menemukan: (1) Analisis simbol menurut teori Interpretasi Simbolik Clifford Geertz dalam bentuk motif batik klasik Sendang Lamongan dijabarkan dengan pengelompokan corak utama, isen dan corak pinggiran pada 18 motif batik klasik Sendang. (2) Analisis makna kognitif menurut teori Interpretasi Simbolik Clifford Geertz dalam bentuk motif batik klasik Sendang Lamongan lahir melalui keseharian masyarakat Sendang, peristiwa-peristiwa penting yang terjadi, keyakinan dan kebudayaan terdahulu seperti Jawa dan Hinduisme nya yang berpadu secara selaras dengan ajaran Islam masa Sunan Drajat dan Sunan Sendangduwur dengan gaya dakwahnya yang disebut Tut wri hangiseni. (3) makna evaluatif menurut teori Interpretasi Simbolik Clifford Geertz dalam bentuk motif batik klasik Sendang Lamongan yakni nilai-nilai sinkretisme Jawa-Hindu dan Islam terbentuk pada motif-motif yang mengalami penyesuian bentuk yakni fauna yang tersusun oleh ragam hias flora serta bentuk-bentuk simbol kepercayaan Jawa-Hindu yang memiliki kesamaan filsafah. Kesimpulan sinkretisme masih bisa diamalkan masyarakat masa kini meliputi, penjagaan seorang manusia, pengendalian diri dari nafsu, rasa syukur, rajin bekerja serta ibadah, kesadaran keharmonisan rumah tangga, memilih pemimpin dengan benar, meniru perilaku baiknya dan menjaga hubungan baik dengan alam, manusia dan Allah SWT.
Batik Sendang is a batik that is in Lamongan Regency starting from the Colonial era which is still developing with various kinds and types. Batik Sendang which is now developing was born by the cold hands of the Sunan in Lamongan who combined many elements that exist in Javanese-Hindu culture with Islam that is being spread. One of the classic Sendang batik, the Singo Mengkok motif from 2018, was revived as a component of the Lamongan Typical Dress that must be used by Lamongan regional officials. However, the whole motif was changed on the grounds that the Singo Mengkok motif is a motif that is difficult to imitate and requires ritual. Basically, Sendang's classical motifs are diverse and mean sacred to the people of Sendang because they become the preaching media of Sunn Drajat and Sunan Sendangduwur which are known to combine many cultures and beliefs, both new and old, so that they are easily accepted by the community. The purpose of this research is to analyze the symbols and forms of the mixture of cultures that produce syncretism between Javanese-Hinduism and Islam, thus using Cliford Geertz's theory of symbolic interpretation. Through the symbolic interpretation theory of Clifford Geertz, the aim is to obtain symbol analysis, cognitive meaning analysis and evaluation of evaluation meanings in each classical motif of Sendang batik.
This study focuses on the ethnographic research model, so that the data is obtained through interactions in specific areas and communities, namely in Sendang Village, Paciran District, Lamongan Regency. Data collection techniques used were observation, interviews, documentation and literacy studies. The data is analyzed and interpreted according to Clifford Geertz's theory of symbolic interpretation, namely symbolic analysis, cognitive meaning analysis and evaluative meaning analysis.
The results of this study found: (1) Analysis of symbols according to Clifford Geertz's Symbolic Interpretation theory in the form of classical batik motifs in Sendang Lamongan described by grouping main patterns, isen and fringe patterns on 18 classical Sendang batik motifs. (2) Cognitive meaning analysis according to Clifford Geertz's Symbolic Interpretation theory in the form of classic Sendang Lamongan batik motifs born through the daily lives of the Sendang community, important events that occurred, past beliefs and cultures such as Java and Hinduism which blended in harmony with the teachings of Islam during the Sunan period. Drajat and Sunan Sendangduwur with their da'wah style called Tut wri hangiseni. (3) evaluative meaning according to Clifford Geertz's Symbolic Interpretation theory in the form of classical Sendang Lamongan batik motifs, namely Javanese-Hindu and Islamic syncretism values formed on motifs that undergo form adjustment, namely fauna composed of decorative flora and symbolic forms. Javanese-Hindu beliefs that have similar philosophies. The conclusion of syncretism can still be practiced in today's society includes, safeguarding a human being, self-control from lust, gratitude, diligent work and worship, awareness of household harmony, choosing leaders correctly, imitating good behavior and maintaining good relationships with nature, humans and God. SWT.