USE OF FORCE DI WILAYAH LAUT NATUNA UTARA ANTARA KAPAL KRI TJIPTADI-381 DAN KAPAL COAST GUARD VIETNAM MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL
THE 'USE OF FORCE' IN THE REGION OF NORTH NATUNA SEA BETWEEN KRI TJIPTADI-381 AND VIETNAM COAST GUARD BASED ON INTERNATIONAL LAW OF THE SEA
Delimitasi maritim merupakan hal yang sangat penting bagi kedaulatan suatu negara.Tidak adanya delimitasi batas maritim yang jelas, negara seringkali mengalami konflik. Kasus yang baru-baru ini memuncak adalah kasus tubrukan kapal antara Kapal KRI TJIPTADI-381 dan Kapal Coast Guard Vietnam di laut Natuna Utara. Kapal KRI TJIPTADI-381 yang sedang melakukan patroli di wilayah tersebut kemudian melihat adanya kapal ikan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal, secara langsung Kapal KRI Tjiptadi-381 milik Indonesia melakukan penegakan hukum atas tindakan tersebut. Namun, ketika usaha penegakan hukum tersebut dilakukan kapal Coast Guard Vietnam datang dan menabrakkan kapalnya ke Lambung Kapal KRI TJIPTADI-381 serta menabrak KIA Vietnam hingga bocor dan tenggelam. Terkait tindakan tersebut, kedua negara saling melakukan klaim sepihak atas wilayah tersebut yang merupakan wilayah tumpang tindih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keabsahan use of force di wilayah laut Natuna Utara antara kapal KRI Tjiptadi-381 dan kapal Coast Guard Vietnam menurut hukum laut internasional serta menganalisis bentuk mekanisme penyelesaian sengketa wilayah laut antara Indonesia dan Vietnam menurut hukum laut internasional. Penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan tiga pendekatan (statute approach, conceptual approach dan case approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982, tindakan yang dilakukan Indonesia sah sebagai tindakan penegakan hukum. Akan tetapi, tindakan kapal Coast Guard Vietnam tidak sejalan dengan tujuan UNCLOS 1982 yaitu, menjaga perdamaian di laut. Vietnam telah melanggar Prinsip non-use of force atau larangan penggunaan kekuatan yang tercantum dalam UNCLOS 1982. Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar aturan dalam COLREGS 1972 terkait pencegahan tubrukan di laut dan SOLAS 1974 mengenai keselamatan berlayar. Diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa untuk menetapkan batas maritim kedua negara. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan jalan negosiasi bilateral untuk membentuk suatu kesepakatan yang adil. Bila, hal tesebut gagal, dapat dilakukan melalui mekanisme litigasi dengan membawa permasalahan tersebut ke Mahkaman Hukum Laut Internasional (ITLOS).
Kata kunci: Penggunaan Kekuatan, Penegakan Hukum Maritim, ZEE, Laut Natuna Utara
Maritime delimitation is very important for the sovereignty of a country. In the absence of clear maritime boundary delimitation, the state often experiences conflicts. The case recently culminated in the case of a ship collision between the KRI TJIPTADI-381 Ship and the Vietnam Coast Guard Ship in the North Natuna Sea. The KRI TJIPTADI-381 ship which was conducting a patrol in the area then saw a Vietnamese fishing boat carrying out illegal fishing, directly the Indonesian KRI Tjiptadi-381 Ship carried out law enforcement for this action. However, when the law enforcement effort was carried out, the Vietnam Coast Guard ship came and crashed the ship into the hull of the KRI TJIPTADI-381 ship and crashed into KIA Vietnam until it leaked and sank. Concerning this action, the two countries mutually claim the area, which is an overlapping area. The purpose of this study is to analyze the validity of the use of force in the North Natuna sea area between the KRI Tjiptadi-381 ship and the Vietnam Coast Guard ship according to international maritime law and to analyze the form of maritime territorial dispute resolution mechanisms between Indonesia and Vietnam according to international maritime law. The author uses a normative research method using literature study and three approaches (statute approach, conceptual approach, and case approach). The results showed that, based on Article 73 UNCLOS 1982, actions taken by Indonesia were legitimate as law enforcement actions. However, the actions of the Vietnam Coast Guard ships were inconsistent with the 1982 UNCLOS goal of maintaining peace at sea. Vietnam has violated the principle of non-use of force or the prohibition on the use of force stated in UNCLOS 1982. Also, this action violates the rules in COLREGS 1972 regarding collision prevention at sea and SOLAS 1974 regarding sailing safety. A dispute resolution mechanism is needed to determine the maritime boundaries of the two countries. The first thing that can be done is by way of bilateral negotiations to form a fair agreement. If this fails, it can be done through a litigation mechanism by bringing the matter to the International Tribunal Law of The Sea (ITLOS).
Keywords: Use Of Force, Maritime Law Enforcement, EEZ, North Natuna Sea.