PELAKSANAAN PROGRAM DESMIGRATIF SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN JUMLAH PEKERJA MIGRAN INDONESIA NON PROSEDURAL DI DESA ARJOWILANGUN KABUPATEN MALANG

IMPLEMENTATION OF DESMIGRATIVE PROGRAM AS AN EFFORT TO REDUCE THE NUMBER OF INDONESIAN NON PROCEDURAL WORKERS IN ARJOWILANGUN VILLAGE, MALANG DISTRICT

Penyebab utama terjadinya  Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang prosedur penempatan dan perlindungan PMI, terbatasnya akses informasi pasar kerja dalam dan luar negeri, maraknya praktek percaloan, dan praktek migrasi tradisional. Dalam rangka menyikapi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia mencanangkan Desa Migran Produktif, yang diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2019. Desmigratif adalah desa migran yang telah ditetapkan sebagai penerima program pemberdayaan Komunitas Pekerja Migran Indonesia. Program ini dibentuk salah satunya untuk menjadi wadah pertama Calon PMI (CPMI) memperoleh informasi yang tepat dan prosedural saat menyiapkan keberangkatan menuju negara tujuan. Persoalannya, di lapangan terjadi hal-hal yang menghambat pelaksanaan Desmigratif, seperti usulan desa calon Desmigratif oleh Disnaker Kabupaten Malang dengan hasil yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan tidak sesuai. Salah satu desa yang menjadi pilot project Desa Migran Produktif adalah Desa Arjowilangun, Kabupaten Malang. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pelaksanaan Desmigratif, mengetahui kendala dalam pelaksanaan desmigratif sebagai upaya mengurangi jumlah Pekerja Migran Indonesia non prosedural, serta untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Disnaker Kabupaten Malang dalam mengurangi kendala pelaksanaan desmigratif. Penelitian ini menggunakan jenis penilitian Yuridis Empiris dengan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Desmigratif di Desa Arjowilangun sebagai upaya mengurangi jumlah PMI non prosedural dilakukan dengan mengadakan Pusat Layanan Migrasi, yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang informasi untuk memudahkan CPMI dalam menyerap informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program Desmigratif di Desa Arjowilangun sudah berjalan dengan baik, namun terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat pelaksanaan program Desmigratif, yang kemudian disiasati dengan upaya-upaya yang akan dilakukan demi mengurangi kendala tersebut.

The main causes of non-procedural PMI are the lack of public understanding of PMI placement and protection procedures, limited access to domestic and foreign labor market information, rampant brokering practices, and traditional migration practices. To address this problem, the Indonesian government launched the Productive Migrant Village, which is regulated in Permenaker No. 2 of 2019. Desmigratif are migrant villages that have been designated as recipients of the Indonesian Migrant Workers Community empowerment program. This program was formed, one of which was to become the first forum for CPMI to obtain precise and procedural information when preparing for departure to the destination country. The problem is, in the field, some things hinder the implementation of Desmigratif, such as the proposal of the Desmigratif candidate village by the Manpower Office of Malang Regency with the results issued by the Ministry of Manpower not appropriate. One of the villages that became the pilot project of Productive Migrant Village was Arjowilangun Village, Malang Regency. This research was conducted to analyze the implementation of Desimigrative, to find out the obstacles in implementing Desmigrative as an effort to reduce the number of Indonesian non-procedural Migrant Workers, as well as to find out the efforts made by the Malang District Manpower Office in reducing the constraints to the implementation of Desimigrative. This study uses a type of Empirical Juridical Research with a qualitative approach. The data used are primary and secondary. The data analysis technique was done descriptively. The results showed that the implementation of the Desmigrative program in Arjowilangun Village as an effort to reduce the number of non-procedural PMI was carried out by holding a Migration Service Center, which was equipped with supporting information facilities to facilitate CPMI in absorbing information, so that it can be said that the implementation of the Desmigrative program in Arjowilangun Village was running good, but there are some obstacles that can hinder the implementation of the Desmigrative program, which is then circumvented with efforts that will be made to reduce these obstacles.