NILAI BUDAYA SAJRONE TRADHISI SELAPANAN BAYI ING DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

(TINTINGAN TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER)

NILAI BUDAYA DALAM TRADHISI SELAPANAN BAYI DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

(TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER)

ABSTRAK

    Tradhisi selapanan bayi sebagai salah satu tradhisi yang dilaksanakan ketika bayi menginjak usia tiga puluh lima hari. Semua daerah masih melaksanakan tradhisi selapanan tapi di Desa Durungbedug ini ada bagian yang khas atau berbeda dari yang lain. Fokus penelitian ini terletak pada proses berlangsungnya tradhisi selapanan bayi, peralatan dan bahan yang diperlukan dalam proses tradhisi selapanan bayi serta wujud tindakan sosial Max Weber yang telah dijelaskan dalam empat konsep yaitu tindakan tradhisional, tindakan afektif, rasionalitas sarana-tujuan dan rasionalitas nilai. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang diharapkan dapat menggambarkan dan menjelaskan tentang Nilai Budaya dalam tradhisi selapanan bayi. Hasil dari penelitian yang pertama yaitu masyarakat ingin melestarikan tradhisi yang telah ada dan dilaksanakan secara turun temurun oleh leluhur Jawa terutama leluhur Desa. Kedua, menunjukkan jika pelaku tradhisi itu telah terikat emosional dengan leluhur Desa terhadap waktu dan proses tradhisi. Ketiga, masyarakat Desa dengan sadar bisa melaksanakan tradhisi tersebut karena memiliki kapasitas dari sumber daya manusia beserta aspek finansialnya. Keempat masarakat Desa ingin menjaga nilai-nilai budaya, nilai pendidikan dan nilai religi yang tersirat dalam tradhisi selapanan bayi. Selain itu masarakat juga ingin memperoleh manfaatnya dengan cara meniru dan melestarikan tradhisi dari leluhur Desa.

Kata kunci: nilai budaya, tradhisi selapanan bayi, tindakan sosial.

ABSTRACT

Selapan bayi is one of the traditions held when a baby is thirty five days of age. Although almost all regions still practice the tradition, there are several particular characteristics in Durungbedug village that differs the tradition from other regions. The focus of this research is on the traditional selapanan baby, the equipment needed in the baby selapan tradition, and the implementation of Mas Weber's social action in the Selapanan Bayi tradition. This study uses Max Weber's theory of social action which has been explained into four concepts: traditional action, affective action, means-goal rationality and value rationality. This study uses a descriptive qualitative method. The result of this study is that people would like to preserve the tradition that has been carried out by generation to generation from Javanese ancestors, especially the ancestors of village. The second is if the subject of the tradition or the actor of the tradition is emotionally attached to the village ancestors and also the time of the tradition being held which is when the baby is thirty-five days old. Third, is that people are aware when practicing the tradition since it has the capacity of human resources as well as financial aspects. Fourth, the people would like to maintain the cultural values, educational values and religious values implied in the tradition of selapan. Furthermore, the people also would like to receive benefits by imitating and preserving the ancestral tradition of the village.

Keyword: Cultural value, the selapanan baby, social action.