JURIDICAL ANALYSIS OF TERRORISM LAW RELATED TO PAROLE FOR TERRORISM CONVICTS

Terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Ketentuan mengenai pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme telah dimuat dalam Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018. Pembebasan bersyarat adalah bebasnya narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (Sembilan) bulan sebagaimana yang diatur dalam Penjelasan Pasal 14 Ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) akibat hukum pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme (2) pertimbangan apakah pasal 84 Permenkumham nomor 3 tahun 2018 telah dibuat sesuai dengan tujuan dibentuknya suatu aturan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statue approach dan history approach. Hasil penelitian menyatakan bahwa akibat hukum diaturnya pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme adalah berlakunya permenkumham tentang pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme nantinya akan menyebabkan adanya celah hukum terhadap ketentuan mengenai pemidanaan tindak pidana terorisme. Pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana terorisme menghilangkan tujuan dari teori pemidanaan yang sejauh ini telah diterapkan dalam hukum pidana negara Indonesia, sebagaimana undang-undang terorisme yang mengatur sanksi tindak pidana terorisme menjadi kehilangan ekslusivitas sebagai norma hukum atas tindak pidana yang dianggap sebagai extraordinary crime. Ketentuan mengenai pembebasan bersyarakat bagi narapidana terorisme memberikan ruang bagi pelaku tindak pidana terorisme untuk mendapatkan keringanan atas perbuatannya terlepas dari apakah narapidana telah jera sepenuhnya atau tidak mengingat tindak pidana terorisme erat kaitannya dengan motif ideologi.

Terrorism was regulated in Law Number 5 of 2018 about Amendments to Law Number 15 of 2003 concerning Stipulation of Government Regulations in Lieu of Law Number 1 2002 concerning Eradication of Criminal Acts of Terrorism into Law. Stipulaton about Parole for terrorism have been contained in Permenkumham Number 3 of 2018. Conditional release of prisoners after serving at least two-thirds of their criminal period provided that the two-thirds are not less than 9 (nine) months as stipulated in the Elucidation of Article 14 Paragraph (1) letter k of Law Number 12 of 1995 concerning Corrections. This study aims to analyze (1) the legal consequences of parole for terrorism convicts (2) consideration of whether Article 84 of the Minister of Law and Human Rights number 3 of 2018 has been made in accordance with the purpose of establishing a legal rule. This study uses a normative legal research method with a statue approach and a history approach. The results of the study stated that the legal consequence of regulating parole for terrorism convicts is the enactment of the Minister of Law and Human Rights concerning parole for terrorism convicts which will later lead to legal loopholes in the provisions regarding the punishment of criminal acts of terrorism. The granting of conditional release for terrorism convicts eliminates the purpose of the theory of punishment that has so far been applied in the criminal law of the Indonesian state, as the terrorism law which regulates the sanctions for criminal acts of terrorism loses exclusivity as a legal norm for criminal acts that are considered extraordinary crimes. Provisions regarding parole for terrorism convicts provide space for perpetrators of terrorism crimes to get leniency for their actions regardless of whether the inmates have been fully deterred or not, considering that the crime of terrorism is closely related to ideological motives.