Analisis Yuridis Perkara Jaksa Pinangki (Studi Kasus: Putusan Nomor 10/Pid.Sus-Tpk/2021/PT DKI)
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan serius karena korupsi termasuk dalam kejahatan luar biasa. Hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi harus mempertimbangkan dampak dari perbuatan Terdakwa. Meskipun hakim dalam memutus suatu perkara diberi kebebasan, tetapi kebebasan tersebut tidak mutlak dan harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat. Sehingga Hakim tidak dapat berbuat sewenang-wenang dalam memutus suatu perkara. Dalam Putusan No. 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI terkait perkara korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki, terdapat pertimbangan hakim mengenai gender Terdakwa yang dijadikan sebagai salah satu alasan untuk memperingan lamanya pidana penjara dari 10 (sepuluh) tahun menjadi 4 (empat) tahun. Sehingga banyak masyarakat yang menilai bahwa pertimbangan dan vonis pemidanaan dalam Putusan No. 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI tidak tepat.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum lainnya. Pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik bola salju. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kesesuaian pertimbangan hakim berdasarkan pertanggung jawaban pidana dan menganalisis kesesuaian vonis pemidanaan hakim dengan UU Kekuasaan Kehakiman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dan vonis pemidanaan terhadap Jaksa Pinangki tidak tepat. Saran yang diberikan berupa masukan untuk Hakim dalam memutus perkara bahwa gender tidak dapat digunakan sebagai pertimbangan yang meringankan hukuman. Karena merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan prinsip hukum. Hakim juga diharapkan lebih tegas dalam memberikan sanksi pidana terhadap koruptor dengan memperhatikan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Efforts to eradicate corruption must be carried out seriously because corruption is an extraordinary crime. Judges in deciding cases of criminal acts of corruption must consider the impact of the defendant’s action. Although the judge in deciding a case given freedom, but this freedom is not absolute and must be accountable to the society. So that the Judges can’t act arbitrarily in deciding a case. In Decision Number 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI related to the corruption case carried out by the Pinangki Public Prosecutor, there was a judge’s consideration regarding the gender of the Defendant which was used as one of the reasons for reducing the length of imprisonment from ten years to four years. So that many people consider that the consideration and criminal verdicts in Decision Number 10/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI is not correct.
This research is normative legal research using a statutory approach, a conceptual approach, and a case approach. The research was conducted using primary legal materials, secondary legal materials, and other legal materials. Collection of legal materials using the snowball technique. The purpose of this research is to analyze the suitability of the Judge’s judgment based on criminal responsibility and to analyze the suitability of the Judge’s criminal verdict with the Law on Judicial Power. The results of this research indicate that the judge’s considerations and the sentencing verdict against the Pinangki Public Prosecutor are not appropriate. The advice given is in the form of input for Judges in deciding cases that gender can’t be used as a consideration that reduces punishment. Because, it is a discriminatory act and is not in accordance with legal principles. Judges are also expected to be more assertive in providing criminal sanctions againts corruptors by paying attention to the sense of justice that lives in society.