Pariwisata menjadi leading sector dalam pembangunan nasional, pariwisata juga berperan penting dalam penggerak ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan usaha, insfrastruktur dan dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Salah satu pengembangan wisata alternatif dalam dunia kepariwisataan adalah desa wisata. Konsep desa wisata merupakan salah satu bentuk pembangunan wilayah pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Pengembangan menjadi desa wisata didasarkan atas potensi dan ciri khas yang dimiliki masing-masing desa, antara lain: flora, fauna, rumah adat, pemandangan alam, iklim, makanan tradisional, kerajinan tangan, seni tradisional dan sebagainya.
Pada tahun 2017 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi semakin gencar untuk mensosialisasikan pengelolaan wisata terutama yang ada di desa mengingat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi setiap tahun mengalami kenaikan. Salah satu desa yang tanggap yaitu desa yang terletak di Kabupaten Banyuwangi adalah Desa Adat Osing Kemiren Tujuan dari penelitian ini untuk mendiskripsikan dan menganalisis implementasi Desa Adat Osing Kemiren dalam mengembangkan potensi pariwisata Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah implementasi Desa Adat Osing dalam mengembangkan potensi pariwisata Di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi yang ditinjau berdasarkan teori implementasi Bottom Up menurut Elmore, Lipsky, Hjern & David O’Porter (dalam Tahir 2011:136) yaitu identifikasi jaringan aktor yang terlibat, jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau masih melibatkan pejabat pemerintah di level bawah, kebijakan yang dibuat sesuai dengan harapan keinginan publik yang menjadi target, prakarsa masyarakat secara langsung atau melalui lembaga swadaya masyarakat. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan implementasi Desa Adat Osing Kemiren telah dilaksanakan dengan jaringan aktor yang terlibat yaitu Ketua POKDARWIS, Wakil Ketua POKDARWIS, Sekretaris POKDARWIS, Bendahara POKDARWIS, dan anggota POKDARWIS. Jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya ditunjukkan dengan kegiatan usaha yang dijalankan oleh pengelola dan masyarakat. Namun dalam pengelolaannya masih terdapat hambatan-hambatan seperti kurang SDM pengelola, kurangnya sarana dan prasarana penunjang untuk kebutuhan wisatawan, dan belum adanya papan informasi mengenai sumber daya wisata yang dimiliki Desa Kemiren. Kebijakan yang dibuat sesuai dengan harapan keinginan publik yang menjadi target, pembentukan Desa Adat Osing Kemiren merupakan keinginan bersama pemerintah desa dan masyarakat Desa Kemiren. Selain itu dalam pelaksanaanya telah melakukan berbagai usaha untuk mencapai beberapa tujuan dalam mengembangkan Desa Adat Osing Kemiren yang sesuai dengan harapan masyarakat Desa Kemiren yang menjadi target. Namun dari beberapa tujuan tersebut, terdapat harapan yang lebih dari masyarakat Kemiren dimana mereka menginginkan Desa Kemiren untuk menjadi Desa Adat Osing yang seutuhnya, tidak seperti yang sekarang ini yaitu menjadi Desa Wisata Adat Osing. Prakarsa masyarakat Desa Kemiren secara langsung dilakukan dalam pengelolaan Desa Adat Osing Kemiren yang dapat dilihat dari keterlibatan jaringan aktor yang telibat didalam persiapan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Adapun saran yang diajukan adalah Pemerintah Desa Kemiren bersama-sama dengan POKDARWIS merintis pembuatan pusat data Desa Kemiren, yang berisi informasi dan dokumentasi kekayaan seni, tradisi, dan budaya osing sebagai bentuk konservasi budaya dan daya tarik wisata khusus pendidikan. Karena secara riil pengunjung yang paling banyak berkunjung ke Desa Kemiren adalah wisatawan yang ingin mempelajari budaya osing. Mengenai sarana dan prasarana POKDARWIS Kencana seharusnya cepat tanggap untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang digunakan sebagai penunjang untuk kebutuhan para wisatawan. Serta Pemerintah Desa Kemiren seharusnya membuat program penguatan branding image Kemiren sebagai Desa Adat Osing sesungguhnya, bukan sebagai Desa wisata adat osing.
Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Desa Adat.
Tourism is the leading sector in national development, tourism also plays an important role in driving the economy, creating employment, business development, infrastructure and in its implementation involves many parties, namely the government, private sector, and society. One of the development of alternative tourism in the world of tourism is a tourist village. The concept of village tourism is one form of sustainable rural development in the tourism sector. Development into a tourist village is based on the potential and distinctive characteristics of each village, including: flora, fauna, traditional houses, natural scenery, climate, traditional food, handicrafts, traditional arts and so on.
In 2017 the Banyuwangi District Government became more aggressive in promoting tourism management, especially those in the village, given the increasing number of tourists visiting Banyuwangi. One responsive village, namely the village located in Banyuwangi Regency, is the Osing Kemiren Traditional Village. The purpose of this study is to describe and analyze the implementation of the Osing Traditional Village Kemiren in developing tourism potential in the Kemiren Village, Glagah Sub-District, Banyuwangi Regency.
This research uses descriptive research with a qualitative approach. The focus of this research is the implementation of the Osing Traditional Village in developing tourism potential In Kemiren Village, Glagah Subdistrict, Banyuwangi Regency which was reviewed based on the Bottom Up implementation theory according to Elmore, Lipsky, Hjern & David O'Porter (in Tahir 2011:136), namely identification of network actors involved public policy that encourages people to work on their own implementation of the policy or still involve government officials at the lower levels, policies that are made in accordance with the expectations of the targeted public wishes, direct community initiatives or through non-governmental organizations. Data collection techniques through observation, interviews, and documentation.
The results showed that the implementation of the Kemiren Osing Customary Village had been carried out with a network of actors involved, namely the Chairperson of POKDARWIS, Deputy Chairperson of POKDARWIS, Secretary of POKDARWIS, Treasurer of POKDARWIS, and POKDARWIS members. The type of public policy that encourages people to work on their own implementation of the policy is indicated by business activities carried out by managers and the community. But in its management there are still obstacles such as lack of managerial human resources, lack of supporting facilities and infrastructure for tourist needs, and the absence of an information board about tourism resources owned by Kemiren Village. The policy was made in accordance with the expectations of the target public, the establishment of the Kemiren Osing Customary Village was a desire with the village government and the Kemiren Village community. In addition, the implementation has carried out various efforts to achieve several objectives in developing the Osing Kemiren Customary Village which is in line with the expectations of the target Kemiren Village community. But from some of these objectives, there is more hope from the Kemiren community where they want the Kemiren Village to become a complete Osing Customary Village, unlike what is now the Osing Indigenous Tourism Village. The initiative of the Kemiren Village community is directly carried out in the management of the Kemingen Osing Customary Village which can be seen from the involvement of a network of actors involved in preparation, implementation and supervision.
The suggestion put forward was that the Kemiren Village Government together with POKDARWIS pioneered the creation of the Kemiren Village data center, which contained information and documentation on the richness of art, tradition and culture of Osing as a form of cultural conservation and special tourist attraction for education. Because in real terms the visitors who visit the Kemiren Village the most are tourists who want to learn about the culture of Osing. Regarding POKDARWIS facilities and infrastructure Kencana should be responsive to complement the shortcomings that are used as support for the needs of tourists. And the Kemiren Village Government should create a Kemiren image branding strengthening program as a true Osing Village, not as a traditional osing tourist village.
Keywords: Implementation, Policy, Customary Village.