PROBLEMATIK KEGAGALAN PROGRAM PEMBINAAN DI LAPAS KELAS I SURABAYA
THE PROBLEMATIC FAILURE OF THE DEVELOPMENT PROGRAM AT SURABAYA CLASS I PRISON
Kenaikan jumlah residivis di LAPAS Kelas I Surabaya pada tahun 2022-2023 mengindikasikan kegagalan program pembinaan dalam melaksanakan pembinaan bagi narapidana. Sementara itu, tujuan diadakan pembinaan di LAPAS agar narapidana tidak melakukan tindak pidana lagi sebagaimana Pasal 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Hal ini justru berbanding terbalik dari tujuan diadakan pembinaan, dengan fenomena yang terjadi didalam LAPAS. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kegagalan pembinaan yang terjadi di LAPAS Kelas I Surabaya dan hambatan yang terjadi di LAPAS Kelas I Surabaya dalam membina residivis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitiatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan dokumentasi yang dianalisis menggunakan teknik analitis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan program pembinaan residivis di LAPAS Kelas I Surabaya terdapat beberapa faktor yakni (1) terdapat aturan minimal hanya mengikuti satu program pembinaan sebagai syarat integrasi yang menjadikan narapidana tidak mau mengikuti program pembinaan lainnya; (2) pegawai LAPAS kurang tegas dalam menindak pelanggaran yang terjadi didalam LAPAS; (3) program pembinaan yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan narapidana; (4) tidak ada kewajiban mengikuti bimbingan kerja sebagai bentuk pembinaan kemandirian; (5) tidak ada pemisahan dalam menjalankan pembinaan antara narapidana biasa maupun residivis; dan (6) masih terdapat dorongan hati untuk melakukan perbuatan pidana. Adapun hambatan LAPAS Kelas I Surabaya dalam menjalankan pembinaan diantaranya (1) kondisi LAPAS yang mengalami over kapasitas; (2) kurangnya pegawai dalam menjalankan pembinaan; dan (3) kurangnya anggaran dana dalam menunjang program pembinaan.
Kata Kunci : Pembinaan, Residivis, Lembaga Pemasyarakatan
The increase in the number of recidivists in Surabaya Class I Penitentiary in 2022-2023 indicates the failure of the coaching program to implement coaching for prisoners. Meanwhile, the aim of providing guidance in correctional institutions is to ensure that prisoners do not commit criminal acts again, as per Article 2 of Law Number 22 of 2022 concerning Corrections. This is actually inversely proportional to the purpose of providing coaching for the phenomena that occur in prisons. The aim of this research is to determine the factors that cause coaching failures that occur in Surabaya Class I Prisons and the obstacles that occur in Surabaya Class I Prisons in fostering recidivists.This research uses empirical legal research methods with a qualitative approach using data collection techniques in the form of interviews, observation, and documentation, which are analyzed using descriptive analytical techniques.
The results of the research show that the failure of the recidivist development program at the Class I Penitentiary in Surabaya was due to several factors, namely (1) there was a minimum rule of only participating in one training program as a requirement for integration which made prisoners unwilling to take part in other development programs; (2) prison staff are less firm in taking action against violations that occur inside prison; (3) development programs that are not adapted to the needs of prisoners; (4) there is no obligation to take part in work guidance as a form of fostering independence; (5) there is no separation in carrying out training between ordinary prisoners and recidivists; and (6) there is still an impulse to commit criminal acts. The obstacles to the Surabaya Class I Penitentiary in carrying out coaching include (1) the condition of the Penitentiary, which is over kapasitas; (2) a lack of staff to carry out coaching; and (3) a lack of budget funds to support the coaching program.
Keywords : Coaching, Recidivist, Correctional Institution