The Expression Of The Prambon Village Community Spirit In The Sinongkelan Ritual Through Dramatic Dance Forms At The “Gumyak Sinongkelan” Dance Work
Fenomena ritual Sinongkelan adalah pelaku dalam ritual yang hanya generasi tua, tidak ada generasi muda yang mengikuti baik dari prosesi atau ritualnya mengakibatkan kesenjangan antar generasi tua dan generasi muda dalam upaya pelestarian budaya, sehingga tradisi di daerah ini menjadi tidak berkembang. Koreografer tertarik untuk berpartipasi dalam melestarikan dan memperkenalkan ritual Sinongkelan melalui kemasan baru berupa karya tari dengan menjadikan ritual Sinongkelan sebagai sumber dasar inspirasi dengan rangsang awal visual.
Karya tari Gumyak Sinongkelan mengekspresikan tentang semangat masyarakat generasi tua dalam ritual Sinongkelan di Desa Prambon, dalam usianya yang sudah tua namun masih sangat antusias melestarikan kegiatan dalam prosesi ritual dan memiliki keyakinan yang sangat kental terhadap kekuatan doa dalam ritual Sinongkelan hingga saat ini. Disajian dengan tipe tari dramatik untuk menonjolkan suasana, kekuatan dan ekspresi yang bangun melalui elemen ungkapan semangat pada bentuk postur tua tapi masih memiliki volum tenaga yang lincah dan rampak saat melakukan aktifitas. Pembuatan ragam gerak yang divariasi dengan perpindahan pola lantai, properti menyesuaikan simbol yang akan di tampilkan, pemilihan busana dan iringan.
Karya tari Gumyak Sinongkelan menggunakan beberapa teori dan metode yang digunakan dalam proses penciptaan dan penulisan karya di antaranya teori koreografi oleh Sal Murgiyanto, M.A, metode konstruksi 1 oleh Jacqueline Smith dan toeri ungkap dari Benedetto Croce. Selain teori-teori yang dugnakan, karya tari yang relevan juga turut menjadi sumber patokan penulisan dan penciptaan seperti konsep, teknik, dan gaya untuk memperhatikan perbedaan orisinalitas masing-masing garapan tari. Karya tari Gumyak Sinongkelan menggunakan metode pendekatan kontruksi 1 dari Jacqueline Smith, yang terdiri dari beberapa tahapan seperti rangsang awal, menentukan tipe tari, mode penyajian, ekplorasi, improvisasi, evaluasi, motif, seleksi dan penghalusan. Selanjutnya menentuan konsep dengan tema semangat masyarakat dalam melestarikan tradisi setempat dengan judul karya tari Gumyak Sinongkelan. Penyusunan dinamika pada adegan terdiri dari enam yaitu introduksi, adegan 1, adegan 2, adegan 3, klimaks, penurunan ending. Tipe tari yang digunakan tipe dramatik untuk memunculkan tanjakan emosi suasana dan desain dramatik tanpa menggelarkan cerita. Unsur pendukung lainnya meliputi tata rias dan busana, iringan tari, tata teknik pentas, properti.
Deskripsi pada karya tari Gumyak Sinongkelan yang pertama yaitu alur atau skenario terdiri dari tanjakan-tanjakan suasana pada setiap adegannya. Teknik dan gaya pada garapan tari ini menggunakan tradis gaya Jawa Timur Mataraman yang berasal dari bentuk gerak Sinongkelan dan dikembangkan dengan mengolah ketubuhan 6 penari laki-laki agar dapat penyesuaikan karakter tua pada karya tari ini. Tata rias karya tari ini memiliki karakter tua dengan mempertegas garis kerut pada wajah agar gaya dan ciri khas karya ini tampak jelas dan menarik. Busana atasan menggunakan rompi yang terinspirasi desain dari Kanjeng Sinongkel disebut juga barat ketigo, bawahan celana kombor dan jarik sebagai cerminan dari masyarakat yang sederhana saat melakukan ritual, hiasana kepala dengan sebutan udeng jingkeng. Pementasan karya ini berada di panggung procenium memiliki titik daerah terkuat dan lemah yang sangat diperlukan untuk mendukung dinamika penguat suasana, penggunaan setwings kanan dan kiri pada panggung proscenium sangat membantu koreografer dalam mengarahkan pola lantai yang diciptakan, backdrop yang memiliki karakter menetralkan saat diberi setting atau tidak serta membuat cahaya buatan untuk memperkuat suasana pada setiap adegan dari sorot lighting. Properti yang digunakan berupa sampur kuning karena sampur ini juga dipakai pada ritual, menyan, dan sesaji ini berisi bakal pangan. Iringan menggunakan intrumen gamelan Jawa laras slendro dengan ditambahkan vokal dari sinden yang kemudian dihaluskan melalui perekam digital. Dikemas secara virtual yang memanfaatkan angle kamera dan editing video.
Kata kunci : Gumyak Sinongkelan, Ritual Sinongkelan, Semangat, Dramatik.
The phenomenon of the Sinongkelan ritual is in the ritual actors who are the older generation and there is no younger generation who follows both from the procession and ritual, so that there is a gap between the older generation and the younger generation in an effort to preserve culture. Choreographers are interested in participating in preserving and introducing the Sinongkelan ritual through a new packaging in the form of dance works by using the Sinongkelan ritual as a basic source of inspiration with initial visual stimulation.
The Gumyak Sinongkelan dance work expresses the spirit of the older generation in the Sinongkelan ritual in Prambon Village, in an old age but still very enthusiastic about preserving activities in ritual processions and has a very strong belief in the power of prayer in the Sinongkelan ritual until now. Presented with a dramatic type of dance to highlight the atmosphere, strength and expression that is built through elements of soul expression in the form of an old body posture but still has an agile and compact energy when doing activities. Create a variety of motions that vary with floor patterns, properties to customize the symbols to be displayed, selection of clothing and accompaniments.
Gumyak Sinongkelan dance works use several theories and methods used in the process of creating and writing works, including the theory of choreography by Sal Murgiyanto, M.A, construction method 1 by Jacqueline Smith and the toeri expression of Benedetto Croce. In addition to the theories that are used, relevant dance works are also a source of benchmarks for writing and creation such as concepts, techniques, and styles to pay attention to the differences in the originality of each dance work. Gumyak Sinongkelan's dance work uses the construction approach method 1 from Jacqueline Smith, which consists of several stages such as initial stimulation, determining the type of dance, mode of presentation, exploration, improvisation, evaluation, motif, selection and refinement. Furthermore, determining the concept with the theme of community spirit in preserving local traditions with the title Gumyak Sinongkelan dance. The dynamics of the scene consist of six, namely introduction, scene 1, scene 2, scene 3, climax, and ending decline. The type of dance used is the dramatic type to bring up the emotional atmosphere and dramatic design without telling the story. Other supporting elements include make-up and clothing, dance accompaniment, stage technique, property.
The description of the first Gumyak Sinongkelan dance work is that the plot or scenario consists of the levels of atmosphere in each scene. The technique and style in this dance uses the traditional Mataraman East Javanese style which comes from the Sinongkelan movement form and was developed by processing the bodies of 6 male dancers in order to adapt the old characters in this dance work. The makeup of this dance work has an aged character by emphasizing the wrinkle lines on the face so that the style and characteristics of this work are clear and attractive. The top dress uses a vest that is inspired by the design of Kanjeng Sinongkel, also known as the west ketigo, under kombor and jarik pants as a reflection of a simple society when performing rituals, a headdress called udeng jingkeng. The performance of this work on the procenium stage has the strongest and weakest area points which are needed to support the dynamics of the atmosphere, the use of right and left setwings on the proscenium stage really helps the choreographer in directing the floor pattern created, backdrops that have a neutral character when given a setting or not. , and create artificial light to strengthen the atmosphere in each scene from highlight lighting. The dancing instrument used is in the form of yellow sampur because this sampur is also used in rituals, incense, and this offering contains food. The accompaniment uses Javanese gamelan instruments with slendro barrels with added vocals from sinden which are then smoothed through a digital recorder. Packaged virtually utilizing camera angles and video editing.
Keywords : Gumyak Sinongkelan, Sinongkelan Ritual, Spirit, Dramatic.