PERAN PEREMPUAN DALAM PENINGKATAN EKONOMO (Studi pada Perempuan Pedagang Sayur Keliling) di Desa Kdungprimpen Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro

Aktivitas dalam lingkup domestik telah lama menjadi bagian dari kehidupan perempuan, keterhubungan antara kedua aspek ini sudah terbentuk bahkan sebelum sebagian besar perempuan dilahirkan, kemudian menjadi bagian dari norma budaya serta adat istiadat. Peran perempuan sering kali dikonseptualisasikan sebagai seorang pekerja domestik (homemaker) yang dianggap kurang mampu memberikan kontribusi aktif di luar rumah, sehingga perannya terbatas pada aktivitas domestik. Seiring berjalannya waktu terutama dalam konteks dunia kerja, sejumlah posisi kunci masih belum dapat diakses oleh perempuan, mereka dianggap tidak cocok untuk memimpin di lingkungan kerja karena dianggap cenderung emosional dan sulit dalam pengambilan keputusan yang bijaksana.

Pembagian tradisional antara pekerjaan perempuan dan laki-laki sudah lama menjadi pandangan yang dianut, perempuan sering kali dikonotasikan dengan istilah seperti “sumur, dapur, kasur,” yang hingga saat ini masih menjadi sasaran kritik. Pendekatan semacam itu dianggap sebagai pandangan usang yang tidak memiliki bukti nyata, banyak perempuan yang turut serta dalam peran penting di bidang produktif (Tuwu, 2018). Berdasarkan hasil Susenas 2010 terlihat bahwasanya populasi Indonesia pada tahun tersebut mencapai 237,5 juta individu, dengan keberadaan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. Laki-laki menyumbang 50,17 persen dari total penduduk, sedangkan perempuan membentuk 49,83 persen. Apabila dilihat berdasarkan tempat tinggal, wilayah perkotaan memiliki mayoritas penduduk perempuan (50,02 persen), sementara di daerah pedesaan penduduk laki-laki lebih dominan (50,37 persen).

Aktivitas dalam lingkup domestik telah lama menjadi bagian dari kehidupan perempuan, keterhubungan antara kedua aspek ini sudah terbentuk bahkan sebelum sebagian besar perempuan dilahirkan, kemudian menjadi bagian dari norma budaya serta adat istiadat. Peran perempuan sering kali dikonseptualisasikan sebagai seorang pekerja domestik (homemaker) yang dianggap kurang mampu memberikan kontribusi aktif di luar rumah, sehingga perannya terbatas pada aktivitas domestik. Seiring berjalannya waktu terutama dalam konteks dunia kerja, sejumlah posisi kunci masih belum dapat diakses oleh perempuan, mereka dianggap tidak cocok untuk memimpin di lingkungan kerja karena dianggap cenderung emosional dan sulit dalam pengambilan keputusan yang bijaksana.

Pembagian tradisional antara pekerjaan perempuan dan laki-laki sudah lama menjadi pandangan yang dianut, perempuan sering kali dikonotasikan dengan istilah seperti “sumur, dapur, kasur,” yang hingga saat ini masih menjadi sasaran kritik. Pendekatan semacam itu dianggap sebagai pandangan usang yang tidak memiliki bukti nyata, banyak perempuan yang turut serta dalam peran penting di bidang produktif (Tuwu, 2018). Berdasarkan hasil Susenas 2010 terlihat bahwasanya populasi Indonesia pada tahun tersebut mencapai 237,5 juta individu, dengan keberadaan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. Laki-laki menyumbang 50,17 persen dari total penduduk, sedangkan perempuan membentuk 49,83 persen. Apabila dilihat berdasarkan tempat tinggal, wilayah perkotaan memiliki mayoritas penduduk perempuan (50,02 persen), sementara di daerah pedesaan penduduk laki-laki lebih dominan (50,37 persen).