Tindak pidana perkosaan salah satu tindak pidana yang menjadi permasalahan di Jawa Timur. Tindak perkosaan dapat menimpa semua orang tidak terkecuali, tidak memandang jenis kelamin pria atau wanita, tidak memandang usia. Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal atau perbuatan dengan cara memaksa manusia lain untuk melakukan hubungan seksual. Mengenai macam-macam perkosaan sebagai berikut sadistic rape, anger rape, domination rape, seduction turned into rape, exploitation rape. Pengertian incest adalah hubungan seksual yang dilakukan antara orang yang mempunyai hubungan sangat dekat seperti saudara laki-laki dan saudara perempuannya atau seorang bapak terhadap anak kandung perempuan. Perkosaan incest tersebut tidak secara langsung terjadi dengan sendirinya namun ada pemicu, mulai dengan kesadaran hukum, minimnya pendidikan dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan agar Lembaga Perlindungan Anak agar dapat menanganani korban kekerasan perkosaan incest secara maksimal. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat Lembaga Perlindungan Anak di Jawa Timur dalam penanganan kasus perkosaan incest. Anak didasarkan pada 4 mekanisme : penerimaan atau pengaduan, pengiriman korban ke Pusat Pelayanan terpadu atau Rumah Aman, Pelaksanaan Konseling atau Pemulihan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis dari data primer dan data sekunder dengan teknis analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan perkosaan incest secara formal tidak memiliki perbedaan dengan penanganan perkosaan pada umumnya, namun secara non-formal penanganan korban perkosaan incest mendapat perhatian khusus atau pehatian lebih dibandingkan dengan kasus pekosaan pada umumnya, begitu rendahnya penerapan pasal 76 Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Minimnya pihak-pihak yang bekerja di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur merupakan salah satu faktor penghambat. Hal itu disebabkan karena pemahaman, pengetahuan sikap terhadap korban masih kurang. Lembaga Perlindungan Anak yang merupakan indikator-indikator kesadaran perlu mengefiktifitas agar dapat tercapainya kepastian hukum. Perlu adanya sosialisasi dan pelatihan bagi pengelola Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur dalam menangani korban incest dapat dibedakan dengan korban kasus perkosaan pada umumnya.
Kata Kunci: perkosaan, incest, lembaga perlindungan anak,
The criminal act of rape of one of the criminal acts that became a problem in East Java. The act of rape can happen to everyone is no exception, regardless of male or female gender, regardless of age. Rape is a crime or act by forcing another person to have sexual intercourse. Regarding the various rape as follows sadistic rape, anger rape, domination rape, seduction turned into rape, exploitation rape. The definition of incest is sexual intercourse between people who have very close relationships such as their brothers and sisters or a father to a natural child. Incest rape does not happen by itself but there are triggers, starting with legal awareness, lack of education and economics. The Child Protection Agency is based on 4 mechanisms: acceptance or complaint, sending victims to an Integrated Service Center or Safe House, Counseling or Recovery Implementation. This research is a sociological juridical research from primary data and secondary data with technical analysis used that is qualitative analysis. The results of the study showed that incestuous rape did not differ from rape management in general, but non-formal treatment of incestuous rape victims received special attention or attention more than the case of pekosaan in general, so low the application of article 76 of Law No. 23 of 2002 About Child Protection. The lack of parties working in the East Java Child Protection Institution is one of the inhibiting factors. This is because understanding, knowledge attitude toward the victim is still lacking. Child Protection Institutions which are indicators of awareness need to be effective in order to achieve legal certainty. Therefore, the need for socialization and training for the managers of the East Java Child Protection Institution in dealing with incest victims can be distinguished from the casualties of rape cases in general.