ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MA NO. 385 K/PDT.SUS-PHI/2022 TENTANG PEMBAYARAN KOMPENSASI AKIBAT PHK KARENA PEKERJA MANGKIR

JURIDICAL ANALYSIS OF SUPREME COURT VERDICT NUMBER 385 K/PDT.SUS-PHI/2022 CONCERNING THE COMPENSATION PAYMENT FOR ABSENTEE WORKERS WHO ARE TERMINATED

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki pengertian berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan pegawai yang memiliki banyak akibat, salah satunya yaitu hilangnya sumber pendapatan pegawai. Dalam penelitian ini penulis meneliti dan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 tidak sesuai dengan Pasal 168 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa ”Pemutusan hubungan kerja karena pekerja mangkir 5 hari kerja/lebih berturut-turut berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”. Penelitian ini  bermaksud untuk menganalisis putusan Mahkamah Agung mengenai pembayaran uang kompensasi akibat PHK karena pekerja mangkir berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa amar putusan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 mengenai pembayaran uang kompensasi akibat PHK karena pekerja mangkir tidak tepat, karena aturan pembayaran kompensasi tidak memperhatikan fakta bahwa pekerja PT. Bumi Mulya Makmur Lestari telah mangkir kerja selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut sebagai bentuk protes atas perubahan jenis pekerjaan yang semula sebagai Satuan Pengamanan (Satpam) menjadi Bagian Pemanenan, Penyemprotan, dan Pemupukan akibat dari pengambilalihan bagian keamanan PT. Bumi Mulya Makmur Lestari kepada PT. Pengamanan Anak Bangsa. Hakim Mahkamah Agung dalam mengambil putusan tersebut tidak berdasarkan pada Pasal 168 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 melainkan menggunakan Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, “bahwa Tergugat wajib membayarkan kompensasi PHK berupa uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dimana tidak sesuai dengan peraturan perundang-undanganan yang berlaku”. Maka dalam putusan ini hakim telah salah menerapkan hukum

Berdasarkan hasil penelitian, amar putusan hakim dalam Putusan MA No. 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 seharusnya hanya memberi uang kompensasi berupa “uang penggantian hak yang diatur dalam pasal 156 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 dan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”. Oleh karena itu putusan MA No. 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 tidak tepat.

Kata Kunci: putusan pengadilan, pemutusan hubungan kerja, mangkir

Termination of Employment (PHK) has the meaning of ending the employment relationship between the company and its employees which has many consequences, one of which is the loss of sources of employee income. The decision of the Supreme Court Number 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 is not in accordance with Article 168 paragraph (3) of Law Number 13 of 2003 concerning “Manpower because the regulation explains that termination of employment due to absenteeism for 5 or more consecutive working days is entitled to receive compensation for entitlements in accordance with the provisions of Article 156 paragraph (4) and a separation fee shall be given, the amount and implementation of which is regulated in a work agreement, company regulations, or collective work agreement”. This study aims to analyze the decision of the Supreme Court regarding the payment of compensation due to layoffs due to absenteeism based on the applicable laws and regulations. The research method used is normative juridical using a statutory approach and a case approach. 

The results showed that the decision in the Supreme Court Decision Number 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 regarding the payment of compensation due to layoffs due to absenteeism was incorrect, because the rules for paying compensation did not pay attention to the fact that PT. Bumi Mulya Makmur Lestari has been absent from work for 5 working days or more in a row as a form of protest against the change in the type of work from the Security Unit (Satpam) to Harvesting, Spraying, and Fertilizing as a result of the takeover of the security division of PT. Bumi Mulya Makmur Lestari to PT. Security of the Nation's Children. The judges of the Supreme Court in making the decision were not based on Article 168 paragraph (3) of Law Number 13 of 2003 but used Article 161 and 156 paragraphs (3) and (4) of Law No. 13 of 2003 concerning “Manpower which is not in accordance with the applicable laws and regulations. So in this decision the judge has wrongly applied the law”. Based on the results of the study, the judge's decision in Supreme Court Decision No. 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 should only give compensation money in the form of compensation “money as regulated in Article 156 paragraph (4) of Law no. 13 of 2003 and the severance pay, the amount and implementation of which is regulated in work agreements, regulations company, or collective bargaining agreement”. Therefore the decision of the Supreme Court No. 385 K/Pdt.Sus-PHI/2022 is not correct.

Keywords:    court decision, termination of employment, absenteeism