EVALUASI JARINGAN IRIGASI SALURAN SEKUNDER NGABEAN KABUPATEN NGAWI PADA D.I. SALURAN INDUK MADIUN

EVALUATION OF NGABEAN SECONDARY CANAL IRRIGATION NETWORK, NGAWI DISTRICT ON SALURAN INDUK MADIUN IRIGATION AREA

    Daerah Irigasi SIM memiliki Luas 10.860 Ha dan panjang saluran primer 27.022 m yang melalui Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi dan Kota Madiun. Salah satu saluran sekunder dalam D.I SIM tersebut adalah Saluran Sekunder Ngabean yang terletak pada Kabupaten Ngawi. Saluran ini memperoleh suplesi air utama dari Bendung Jati sebesar 25% dari debit andalan bendung dan pengambilan air pada intake Bendung Ngabean sebesar 0,45 m³/ha. Namun nilai tersebut belum memenuhi kebutuhan air keseluruhan wilayah irigasi. Dengan adanya keterbatasan suplesi dari Bendung Jati, maka pemerintah mengupayakan pekerjaan rehabilitasi pada Bendung Jati agar ketersediaan debit air mampu memenuhi air di Daerah Irigasi SIM. Selain itu, pada Saluran Sekunder Ngabean juga mengalami pengurangan luas area irigasi 1840 Ha menjadi 1818 ha, tepatnya pada petak tersier NG3 Ki yang memiliki luas awal sebesar 120 ha menjadi 98 ha. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi pada Saluran Sekunder Ngabean untuk mengetahui nilai kebutuhan air, ketersediaan air pada kondisi sebelum dan setelah rehabilitasi serta pengurangan lahan, dan peningkatan keuntungan pertanian.

    Pada studi ini menggunakan metode metode Penman modifikasi FAO untuk mengetahui besaran evapotranspirasi yang digunakan pada analisis kebutuhan air dan metode F.J. Mock untuk mengetahui debit ketersediaan air. Perbandingan nilai ketersediaan dan kebutuhan air tersebut disajikan dalam bentuk neraca air. Selain itu, juga dilakukan perhitungan untuk keuntungan pertanian pada setiap alternatif pola tanam dan perhitungan dimensi saluran.
    Dari hasil analisis yang telah dilakukan, ditemukan kesimpulan bahwa debit andalan pada Bendung Ngabean tertinggi 5,00 m³/dt dan terendah 0,01 m³/dt. Sementara itu, pada kondisi sebelum rehabilitasi, debit andalan Bendung Jati tertinggi 1,01 m³/dt dan terendah 0,00 m³/dt dengan pengambilan intake 25% mampu memenuhi pola tanam pola tanam Padi (15%) – Palawija (75%) – Palawija (50%) menghasilkan keuntungan produksi sebesar Rp8.794.123.880,00. Sedangkan setelah rehabilitasi tertinggi 5,93 m³/dt dan terendah 3,21 m³/dt dengan pengambilan intake 32% mampu memenuhi pola tanam padi (100%) – padi (100%) – padi (100%) menghasilkan keuntungan produksi sebesar Rp83.564.115.480,00 dengan nilai kebutuhan air irigasi tertinggi yaitu sebesar 3,10 m³/dt. Selain itu, dimensi saluran eksisting masih memenuhi syarat setelah adanya pengurangan lahan sehingga tidak diperlukan perubahan dimensi saluran.

    The SIM Irrigation Area has an area of ​​10,860 Ha and a primary channel length of 27,022 m which passes through the Regencies of Madiun, Magetan, Ngawi and Madiun City. One of the secondary channels in the D.I SIM is the Ngabean Secondary Channel which is located in Ngawi Regency. This channel receives main water supply from Jati Dam amounting to 25% of the main dam discharge and water withdrawal from the Ngabean Dam intake of 0.45 m³/ha. However, this value does not meet the water needs of the entire irrigation area. Due to the limited supply from the Jati Bendung, the government is working on rehabilitation work at the Jati Bendung so that the availability of water discharge is able to fulfill the water in the SIM Irrigation Area. Apart from that, the Ngabean Secondary Channel also experienced a reduction in the irrigation area from 1840 ha to 1818 ha, to be precise in the NG3 Ki tertiary plot which had an initial area of ​​120 ha to 98 ha. Therefore, an evaluation of the Ngabean Secondary Channel is needed to determine the value of water demand, water availability in conditions before and after rehabilitation and land reduction, and increasing agricultural profits.

    This study used the FAO modified Penman method to determine the amount of evapotranspiration used in the analysis of water demand and the F.J. Mock method to determine the discharge of water availability. The comparison of the value of water availability and demand is presented in the form of a water balance. In addition, calculations are also carried out for agricultural profits on each alternative planting pattern and calculation of channel dimensions.

    From the results of the analysis that has been carried out, it was concluded that the highest dependent flow at Ngabean Dam was 5.00 m³/s and the lowest was 0.01 m³/s. Meanwhile, in conditions before rehabilitation, the highest dependent flow of Jati Dam was 1.01 m³/s and the lowest was 0.00 m³/s with water withdrawal at the intake of 25%, able to fulfill the planting pattern of paddy (15%) – crops (75%) – crops (50%) generated a production profit of IDR  8.794.123.880,00. Meanwhile, after rehabilitation, the highest was 5.93 m³/s and the lowest was 3.21 m³/s with an intake of 32%, able to fulfill the planting pattern of paddy (100%) - paddy (100%) - paddy (100%) resulting in a production profit of IDR 83, 564,115,480.00 with the highest irrigation water requirement value of 3.10 m³/sec. Apart from that, the existing channel dimensions still meet the requirements after land reduction so that no changes to the channel dimensions are required.