Parameter Kerugian Negara Pada Tindak Pidana Korupsi Dalam Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Nomor: B-1113/F/Fd.1/05/2010

Parameters of State Losses in Act of Corruption In The Junior Attorney special criminals General’s Circular Letter Number: B-1113/F/Fd.1/05/2010

Kejahatan Korupsi adalah suatu perbuatan yang mana dapat menimbulkan kerugian negara secara langsung maupun tidak. Perkembangan saat ini, baik tingkat kualitas kejahatan atau tingkat kuantitas kasus yang meningkat terus menerus setiap tahun. Demi mengurangi pembengkakan dalam biaya penyelesaian tindak pidana di Indonesia, Lembaga kejaksaan RI mengeluarkan SE Jampidsus Nomor B-1113/F/Fd.1/05/2010 Yang membahas mengenai Restoratif Justice dalam penyelesaian tindak pidana korupsi dengan nilai kerugiannya relatif kecil diprioritaskan untuk tidak ditindak lanjuti ketika pelaku telah mengembalikan kerugian keuangan negara. Akan tetapi Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 UU No 31 Tahun 2019 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan apabila pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh pelaku tetap tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi. Tujuan  yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui parameter dari kerugian yang ditimbulkan serta apakah penyelesaian menggunakan restorative justice bertentangan dengan Pasal 4 UU PTPK. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian  ini menggunakan konsep restorative justice pada kerugian negara akibat tindak pidana korupsi ditentukan oleh parameter yang telah dikeluarkan pada SE Nomor B-765/F/Fd.1/04/2018 dan Hasil Penelitian dari Kepala Litbang Kejaksaan yang dilatar belakangi adanya SE Jampidsus Nomor B-1113/F/Fd.1/05/2010. Penyelesaian korupsi menggunakan restorative justice bertentangan dengan Pasal 4 UU PTPK karena restorative justice hanya memenuhi unsur kemanfaatan dan tidak memenuhi unsur keadilan dan kepastian hukum. 

Corruption is an act that can directly or indirectly cause state losses. Current developments, both the quality level of crime and the quantity level of cases are increasing continuously every year. In order to reduce the swelling in the cost of resolving criminal acts in Indonesia, the Indonesian Attorney General's Office issued SE Jampidsus Number B-1113 / F / FD.1 / 05/2010 which discusses Restorative Justice in resolving corruption crimes with relatively small losses prioritized not to be followed up when the perpetrator has returned state financial losses. However, this is contrary to Article 4 of Law No. 31 of 2019 concerning the Eradication of Corruption, which states that the return of state financial losses made by the perpetrator still does not eliminate the criminalization of the perpetrator of the crime of corruption. The objective to be achieved is to find out the parameters of the losses incurred and whether the settlement using restorative justice is contrary to Article 4 of the Anti-Corruption Law. This type of research uses normative research using a statutory approach and a conceptual approach. The results of this study use the concept of restorative justice in state losses due to corruption crimes determined by the parameters issued in SE Number B765/F/Fd.1/04/2018 and Research Results from the Head of Research and Development of the Prosecutor's Office against the background of SE Jampidsus Number B-1113/F/Fd.1/05/2010. Resolving corruption using restorative justice is contrary to Article 4 of the PTPK Law because restorative justice only fulfills the element of benefit and does not fulfill the elements of justice and legal certainty.