WIWAHA WEDDING CEREMONY IN NGARINGAN VILLAGE, GANDUSARI SUB-DISTRICT, BLITAR DISTRICT
Abstrak: Upacara Wiwaha adalah upacara perkawinan keagamaan umat Hindu untuk mendapatkan persaksian dari Tuhan Yang Maha Esa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prosesi dan makna upacara perkawinan umat Hindu Wiwaha dan mendeskripsikan peran “Dukun Manten” dalam pelaksanaan upacara tersebut. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan kunci penelitian ini adalah pemangku adat dan masyrakat Ngaringan. Observasi di kantor desa Ngaringan, Pura desa Ngaringan, dan rumah pemangku upacara desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Prosesi Wiwaha dimulai dari Nontonin, upacara penyambutan kedua mempelai, membakar tetimbung sebagai simbol pemberitahuan kepada bhuta kala, berjalan mengelilingi banten pesaksian dan kala sepetan, dan Mapejati atau Persaksian. Makna dari hal tersebut adalah adanya rasa tanggung jawab, rasa ketuhanan, serta rasa syukur tehadap hidup. Simbol dalam upacara perkawinan diharapkan adanya pancaran positif dalam membina rumah tangga serta bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang saputra sebagai upaya untuk menebus dosa-dosa leluhur; dan (2) Dukun Manten berperan dalam mencarikan hari baik menurut dino pasaran atau weton kedua pasangan serta hari Naas di kedua keluarga tersebut. Tradisi perhiungan weton sebagai tuntunan dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Agama, Wiwaha, Petungan Jawa, Budaya
Abstract: The Wiwaha ceremony is a Hindu religious marriage ceremony to get a witness from God Almighty. This study aims to describe the procession and meaning of the Hindu marriage ceremony of the Wiwaha people and describe the role of the "Shaman Manten" in the implementation of the ceremony. This type of research is descriptive qualitative. Data collection techniques using interviews, observation, and documentation. The key informants of this research are the adat stakeholders and the Ngaringan community. Observation at the Ngaringan village office, the Ngaringan village temple, and the village ceremony holder's house. The results showed that: (1) The Wiwaha procession began with Nontonin, a welcoming ceremony for the bride and groom, burning tetimbung as a symbol of notification to the bhuta kala, walking around the banter of the witness and the night, and Mapejati or Witness. The meaning of this is a sense of responsibility, a sense of divinity, and gratitude for life. The symbol in the marriage ceremony is expected to have a positive light in fostering the household and aims to get offspring saputra in an effort to atone for the sins of the ancestors; and (2) the Manten Shaman plays a role in finding good days according to the market dino or weton of the two couples and the fateful day of the two families. The tradition of weton decoration as a guide in daily life.
Keywords: Religion, Wiwaha, Petungan Jawa, Culture