Akulturasi Pada Kesenian Reog Singo Bawono Di Lumajang
Acculturation On Reog Singo Bawono Art In Lumajang
Abstrak
Reog Singo Bawono merupakan kesenian Reog yang dipimpin oleh Gatot Basuki dan berdiri pada 15 Mei 1990 di Kabupaten Lumajang, lebih tepatnya berada pada Dusun Dompyong Rt. 08, Rw 03, Desa Madurejo, Pasirian, Lumajang. Reog Singo Bawono mengalami akulturasi dengan kesenian-kesenian daerah sekitar Kabupaten Lumajang untuk meningkatkan performa pertunjukannya. Penelitian ini memiliki rumusan masalah: 1) Bagaimana bentuk pertunjukan hasil akulturasi Reog Siswo Bawono di Lumajang, 2) Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi akulturasi pada Reog Siswo Bawono di Lumajang. Penelitian ini menggunakan teori akulturasi dari Koentjaraningrat. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara. Hasil dari penelitian bentuk pertunjukan ini berupa rangkaian pertunjukan yang disajikan melalui tarian Dadak Merak, Jathilan, Ganongan, Kuda kecak, Akrobatik, Kuda lumping serta kesenian kreasi dari daerah sekitarnya, adapun bentuk pertunjukan itu di dukung oleh musik, tata rias dan busana. Berbeda dengan kesenian reog lainnya yang focus terhadap keindahan gerak, Reog Singo Bawono lebih mementingkan minat para penonton. Faktor yang mempengaruhi terjadinya akulturasi tersebut yaitu yang pertama merupakan minat pemain maupun penonton yang sangat mempengaruhi eksistensi dari Reog Singo Bawono, kedua yaitu letak geografis Kabupaten Lumajang serta lingkungan sekitarnya yang sangat strategis dan dekat dengan samudra hindia serta Gunung Semeru dan diapit oleh beberapa kota lain yang menjadikan banyak pendatang ke Kabupaten Lumajang , dan yang terakhir yaitu ekonomi masyarakan Kabupaten Lumajang yang sebagian besar merupakan seorang petani dan nelayan.
Kata Kunci : Akulturasi, Reog Singo Bawono Lumajang.
Abstract
Reog Singo Bawono is a Reog art led by Gatot Basuki and was founded on May 15, 1990 in Lumajang Regency, more precisely in Dompyong Rt. 08, Rw 03, Madurejo Village, Pasirian, Lumajang. Reog Singo Bawono acculturates with local arts around Lumajang Regency to improve his performance. This research has problem formulations: 1) What is the form of the performance of Reog Siswo Bawono's acculturation in Lumajang, 2) What factors can influence the acculturation of Reog Siswo Bawono in Lumajang. This study uses the theory of acculturation from Koentjaraningrat. The method in this study uses a qualitative approach, data collection by means of observation, interviews. The results of the research on this form of performance are in the form of a series of performances presented through the Dadak Merak dance, Jathilan, Ganongan, Kecak horse, acrobatic, lumping horse and art creations from the surrounding area, while the form of the show is supported by music, make-up and clothing. Unlike other Reog arts that focus on the beauty of motion, Reog Singo Bawono is more concerned with the interests of the audience. The factors that influence the acculturation are the first is the interest of the players and the audience which greatly affects the existence of Reog Singo Bawono, the second is the geographical location of Lumajang Regency and the surrounding environment which is very strategic and close to the Indian Ocean and Mount Semeru and is flanked by several other cities making many migrants to Lumajang Regency, and the last one is the community economy of Lumajang Regency, who are mostly farmers and fishermen.
Key words: Acculturation, Reog Singo Bawono Lumajang.